Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
—Aletha
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Liburan semester kali ini udah punya Rayyan di dalamnya. Ada beberapa pagi di mana udah ada nama dia di notification bar handphone gue, ngucapin pagi dengan cara yang gak biasa.
"Dibilangin jangan tidur pagi."
"Kebo dah."
"Cari sarapan kuy."
Di mana gue selalu baru baca 1 sampai 3 jam kemudian.
Duh, maaf ya, Yan. Aku ngegunain weekend yang kita punya sebagai waktu istirahat 12 jam atau lebih.
"Terus nyokap kamu gimana, Yara?"
Gue langsung mendongak, natap Rayyan dengan ekspresi (agak) kagetnya. Matanya jadi lebih membesar dari biasanya, bibirnya juga enggak mengatup sempurna.
"Ya enggak gimana-gimana yang parah sih. Cuma rada kaget aja terus ngolok-ngolok kayak biasa, nanyain kamu siapa gitu-gitu."
"Aku siapa tuh apaan?"
"Ya ... kamu temen sekelas aku."
"Ohh."
Siang itu jadi salah satu siang terproduktif yang gue jalanin selama liburan, pas Rayyan ngajak untuk makan dan jalan sehari sebelumnya.
Terus gue juga cerita kalau di hari gue dan Rayyan cabut ke Bandung hari itu, gue beneran cerita ke mama kalau siomay yang gue bawa tuh dikasih Rayyan, walaupun dengan cerita yang gue karang sendiri.
"Tadi dia sekalian mau nongkrong bareng temen-temennya, terus mampir dulu di rumah Aleena buat nganter itu. Oleh-oleh dari bundanya, katanya."
Baru setelah itu mama nanyain Rayyan siapa dan eksistensi dia di hidup gue apa.
"Udah enggak akan sedih-sedih Kak Regan lagi dong?" Goda mama sambil ketawa.