PART 5

232 45 36
                                    

"Sepertinya kau senang sekali melihatku tadi," kata Yoseob begitu ia dan Hareun masuk ke dalam mobil. "Kenapa? Harimu berat?"

"Enggak juga," jawab Hareun malu-malu sambil memasang sabuk pengamannya.

"Enggak juga?" ulang Yoseob setengah tertawa. Ia menyalakan mesin mobilnya kemudian melajukannya meninggalkan gedung kantor. "Kenapa? Kau datang terlambat? Atau ada yang memarahimu?"

Hareun tidak menjawab. Tebakan Yoseob hampir benar, sih. Tapi dia tidak dimarahi, melainkan dikerjai. Yoseob melirik Hareun.

"Apa? Jadi ada yang memarahimu?" tanya Yoseob kaget.

"Enggak ada," jawab Hareun. Ia tidak mau mengadu. Lagi pula dia belum tahu sebesar apa pengaruh Yoseob di kantor. Mana tahu Yoseob tipe yang mendengar cerita di satu sisi saja. Atau mungkin cowok itu tukang marah-marah di kantor? Kalau Hareun salah bicara, bisa-bisa ia menghancurkan karier orang lain, atau bahkan dirinya sendiri.

"Pokoknya kalau ada hal yang mengganggumu, langsung beritahu aku. Bagaimanapun, kau itu tanggung jawabku," kata Yoseob sambil menghentikan mobilnya di lampu merah. Mau tidak mau Hareun senang mendengarnya. "Kau mau makan malam denganku? Atau sudah janjian dengan Junhyung?"

"Janjian?" ulang Hareun bingung. "Memangnya dia tipe yang suka makan malam dengan orang lain?"

Yoseob akhirnya tidak bisa menahan tawanya. "Kenapa? Kau belum bisa akrab dengannya?" tanyanya sambil melajukan mobilnya kembali. "Junhyung itu pemalu. Kalau libur atau selesai kerja, dia terbiasa di rumah saja, jarang keluar main. Jadi dia agak sulit kalau bertemu orang baru. Tapi begitu sudah akrab, dia baik sekali."

Hareun mengangguk-ngangguk. Jadi bukannya Junhyung yang menyebalkan. Hareun yang masih mesti bersabar dan mendekatinya perlahan. Sebenarnya Hareun pun bukan tipe yang sering main keluar, dan cenderung diam di dekat orang-orang baru. Mungkinkah gara-gara hal itu, mereka jadi sulit akrab?

Lima belas menit kemudian Yoseob membelokkan mobilnya ke sebuah restoran Jepang. Ia memesankan salad udon untuk Hareun.

"Ah. Dujun memberitahuku, dia menyukaimu," kata Yoseob sambil menuang air ke gelasnya. "Dia mendiskusikan job desk-mu denganku, tapi kita akan membicarakannya lagi. Makanya dia meminta kami datang ke kantor untuk meeting besok."

"Syukurlah," kata Hareun lega. "Tadinya aku khawatir karena kau enggak memberiku tips untuk menghadapi Dujun."

"Tips? Kau enggak perlu tips apa-apa untuk menghadapinya. Dujun suka dengan orang yang menyuarakan pikiran mereka. Kau cukup jadi dirimu apa adanya."

Setelah mereka selesai makan, Hareun mengikuti Yoseob ke kasir. Namun, saat Yoseob mengeluarkan dompetnya untuk membayar, tiba-tiba wajahnya berubah panik.

"Astaga. Aku enggak bawa uang. Kau punya uang?" tanya Yoseob pada Hareun.

Wajah Hareun langsung berubah lebih panik daripada Yoseob. Bukan karena Yoseob hendak meminjam uangnya, tapi karena uangnya sendiri tidak akan cukup untuk membayar makanan mereka.

"Bercanda! Aku hanya bercanda!" ujar Yoseob sambil tertawa begitu melihat wajah Hareun. Ia mengeluarkan kartu dari dompetnya lalu memberikannya ke petugas kasir.

Setelah membayar, mereka pergi ke tempat parkir. Namun, Hareun merasakan Yoseob masih memandanginya. Ia melirik Yoseob.

"Kenapa?" tanya Hareun sambil menunggu Yoseob membuka kunci mobilnya.

Yoseob terlihat kaget dengan reaksi Hareun, tetapi ia tetap menyeringai. "Kenapa kau cemberut begitu? Apa aku membuatmu kesal?" tanyanya.

Hareun tidak menjawab. Bahkan setelah mereka masuk ke mobil dan pergi meninggalkan restoran. Hareun sedikit jengkel karena Yoseob sama sekali tidak peka. Pria itu tidak tahu betapa seharian ini Hareun menunggunya, cemas memikirkan kapan akhirnya dia akan datang. Hareun tahu dia tidak boleh bergantung pada Yoseob, karena cowok itu hanya membantunya mendapat pekerjaan. Hareun harus berjuang sendiri. Namun, ini kan hari pertamanya, dan dia meninggalkan Hareun pada seorang yang cuek dan sudah memarahinya sejak pagi.

Love Like This (HIGHLIGHT FanFiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang