CH6 - ANIEYO, AKU SUAMINYA!

833 77 3
                                    

Raut durja nampak jelas di wajah gadis bermarga Kim itu. Bagaimana tidak, berulang kali ia harus melewati jalan yang sama mengikuti namja yang berjalan didepannya tanpa arah dan tujuan. Ini sudah menjadi kelima kalinya ia melalui rute yang sama.

Kini ia menyerah, memilih untuk menanyakan tujuan namja di depannya "Ya!! Sebenarnya kau ini mau pergi kemana?"

"Ah~ sepertinya aku lupa jalan yang harus dilewati untuk menuju kesana." Mata Taeyong bergerak ke atas menandakan ia masih mengingat-ingat sesuatu.

"Sebutkan saja ciri-ciri tempatnya, aku akan lebih cepat menemukannya!" Jennie menawarkan solusi.

"Sebuah tempat dengan jembatan warna merah diatasnya. Ya, kira-kira seperti itu tempat yang kucari."

Tak sampai lima menit berjalan, Jennie berhasil menunjukkan tempat yang Taeyong maksudkan. Yeoja itu hanya menunggui Taeyong yang tengah menaiki jembatan dari kejauhan. Ia memainkan jari-jari tangannya sembari melihat awan.

Lee Taeyong menyusuri jembatan kecil itu memperhatikan air kolam yang tak begitu jernih. Namun terlihat jelas disana ada beberapa ikan yang muncul di sela-sela daun teratai. Sekelebat ingatan terlintas di benak Taeyong. Ia terlihat sedang mengenakan pakaian kebesarannya dan menggandeng tangan seorang wanita dengan pakaian adat, serupa dengan yang ia kenakan.

“Jennie-ya!” seorang namja tiba-tiba menghampiri Jennie.

Jennie membalas panggilan temannya “Eo~ Doyoung-ah!”

“Kenapa kau berdiri disini? Urusanmu sudah selesai?” Namja itu terlihat tergesa-gesa membawa beberapa buku tebal.

Melihat seorang namja menghampiri Jennie
Taeyong segera berlari mendekat. Baru saja akan menjawab pertanyaan Doyoung, seseorang telah mengagalkannya “Siapa kau?”

“Jennie-ya, dia temanmu?” Doyoung terlihat heran dengan penampakan namja yang begitu asing menurutnya.

"Anieyo!"

“Anieyo, aku suaminya!” dua orang itu mengucapkan kata tidak bebarengan, namun salah satu diantaranya melebihkan penggunaan kata keterangan.

“Mwoya, jangan membual. Lebih baik kau diam Taeyong ssi!”

“Uhm~ itu dia kehilangan sebagian memori di otaknya, jadi maklumi saja jika dia sering asal bicara.”

Doyoung memahami apa yang Jennie coba jelaskan, ia melirik jam yang ada di pergelangan tangannya “Aah~ gurae, kalau begitu aku pergi duluan. Aku harus segera kembali ke Pohang, kelasku dimulai 30 menit lagi. Aku pergi!”

Untuk kesekian kalinya Jennie benar-benar tak habis pikir. Pria itu terus-terusan mengucapkan kalimat tak masuk akal setelah kecelakaan yang ia sebabkan. Dan entah untuk keberapa kali ia berusaha memaklumi keadaan itu.

***

Hari ini Jennie benar-benar tak bisa menghindar. Mau tak mau ia harus menginap di rumah besar itu karena pemiliknya telah menyeretnya kesana. Hujan deras semenjak sore hari memaksanya untuk tinggal disana.
Rumah besar itu tampak sepi, tak ada suara bising jalanan yang sampai di dalam rumah. Begitu tenangnya membuat suasana awkward tak bisa dihindari. Jennie terus-terusan membolak-balik buku tanpa berniat membacanya. Sementara itu Taeyong mengajak Jennie berbicara.

“Jennie-ya, apa ini? Bagaimana menggunakannya?” pria itu terus-terusan menanyakan barang-barang aneh yang baru pertama kali ia temui.

“Ya! Kau terus-terusan menanyakan ini itu, kau benar-benar tidak tau atau sedang berusaha mengerjaiku?” Jennie membentak Taeyong setelah ketujuh kalinya ia menjawab hal-hal yang biasa digunakan dalam kesehariannya seperti pena, kalkulator, ponsel dan barang lainnya.

“Aku benar-benar tak tau, jadi aku menanyakannya.” Taeyong terlihat murung.

“Arraseo~ Arraseo! Kau bisa menanyakan apapun padaku.” Jennie terlihat menyesali perkataannya, namun ia enggan meminta maaf.

Kini Jennie terlihat seperti seorang guru TK yang selalu mengajarkan hal-hal kecil pada anak didiknya. Ia mengajarkan pria yang kehilangan seluruh ingatannya itu banyak hal. Mulai dari cara menggunakan ponsel, menyalakan pemanas ruangan, menonton TV dan sedikit cara menggunakan komputer.

“Kau sudah tau bagaimana cara menggunakan messenger kan, jadi jangan menyusahkanku dengan menggunakan temanmu yang berisik itu untuk memanggilku.”

Beralih menuju ruang makan, Jennie lelah menjelaskan banyak hal pada tuan muda ini. Ia membuka kulkas untuk mengambil air dingin dan pria itu kembali menanyainya. Ketika ia membuka rice cooker, pertanyaan yang sama kembali muncul. Begitu menerima penjelasan, pria itu manpak kagum bercampur dengan heran.

“Waah~ hebat sekali. Bagaimana mereka bisa menemukan penemuan seperti ini?” Taeyong terus menerus memuji kemajuan IPTEK yang ia temui.

“Ckckck ini bukan jaman joseon apalagi goryeo, jangan heran melihat hal seperti ini.”

Awalnya merasa terbebani, namun saat ini ia mulai terbiasa dengan tingkah pria bermarga Lee itu. Jam menunjukkan pukul 10 malam, Jennie belum merasa mengantuk jadi ia menyalakan televisi di ruang tengah. Apapun yang Jennie lakukan, Taeyong selalu mengikutinya.

Dua anak muda itu terduduk di sofa ruang tengah. Jennie mengganti channel dengan drama yang episode barunya selalu ia nantikan. Terlihat latar belakang drama itu berada di era Goryeo, seorang dengan pakaian dayang tengah merias seorang berpakaian bangsawan dengan luka di area sekitar mata. Namja yang didandani itu berdiri, mengajak bicara wanita dengan pakaian dayang di depannya. Ia memegang pinggang dayang itu dan menatapnya intens. Mencoba mendaratkan bibirnya, namun dayang itu mencegahnya dengan menutup bibirnya dengan tangan. Untuk sekejap dua anak muda itu saling menatap. Suasana berubah menjadi canggung.

“Ohm~” Jennie berdehem dan segera mengganti channel.

Kini channel beralih pada tayangan drama lainnya yang menggunakan latar belakang era Joseon. Seorang Putra Mahkota berjubah ungu tengah mengutarakan perasaannya pada seorang dengan jubah hijau. Kasim itu tak membenarkan perasaan bagindanya. Putra Mahkota itu berjalan mendekati  kasimnya, sementara kasim itu terus berjalan mundur. Wanita yang menyamar menjadi seorang kasim itu berhenti seketika Putra Mahkota mengunci pinggangnya. Kasim wanita itu memejamkan mata, tak berani melihat apa yang akan terjadi sementara pemeran pria dalam serial itu tersenyum. Sedetik kemudian aktor itu melayangkan sebuah kecupan pada aktris yang berperan sebagai kasim wanita. Seketika itu Jennie memilih untuk mematikan televisi.

Jennie berdiri dan beranjak pergi “Ah sepertinya hujan belum reda, aku akan mengeceknya dari jendela.”

“Aa gurae, aku juga ingin melihat awan malam ini.”

Jennie membuka jendela ruangan pribadi Taeyong dan mengecek rintik-rintik hujan yang turun. “Masih gerimis.”

Taeyong mengulurkan tangannya dan membenarkan “Sayang sekali, awan menutupi sebagian cahaya bulan.”

“Cahaya bulan disini tak seterang cahaya di paviliun bulan.” Jennie menatap awan seraya berbicara lirih.

“Tadi kau bilang apa? Paviliun bulan?” Taeyong mengulangi dua kata terakhir yang Jennie katakan untuk memastikannya.

+000+

MOON LOVERSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang