-Assalamualaikum wr.wb
'Selamat membaca readers'--
Bisa dibayangkan bagaimana khawatirnya semua orang yang berada dirumah ini, terkecuali sang kepala rumah tangga yang sejak semalam sudah pergi untuk memenuhi panggilan rapat penting. Sebenarnya dalam situasi seperti seharusnya Setya memilih tetap berada dirumah berhubung ini hari minggu dan Aldo yabg tengah marah dengan cara mengurung diri di dalam kamar.
Seperti Aldi, saat kemarin malam Aldi nampak menyalahkan Aldo yang kekanakan sebenarnya Aldi sangat mengkhawatirkan adiknya itu. Semalaman ia tak bisa tidur nyenyak karena terus kepikiran Aldo yang belum makan sesuatu dari kemarin. Bukan bagaimana tapi Aldo rentan dengan sakit karena hal sepele pun Aldo akan mudah sakit, dan karena itulah Aldi mengkhawatirkan nya.
Semalam Aldi memang sengaja berbicara seperti itu pada Aldo agar Aldo mau keluar dari kamarnya. Tapi nyatanya perkataan nya kemarin membuat Aldo menjadi semakin marah dan tak ingin keluar kamar.
"Itu bocah segala pake ngambek, gimana coba kalau dia sakit?!" ucapnya sembari mengusap wajahnya kasar.
Tak lama setelah itu, terdengar ketukan dikamar sebelahnya yang merupakan kamar milik Aldo. Dan Aldi yakin ketukan itu untuk membujuk Aldo keluar dari kamarnya yang di timbulkan Bunda dan Felly.
Aldi mengecek handphone yang berada di tangannya untuk melihat jam berapa sekarang, dan saat melihatnya ternyata sekarang sudah jam tujuh pagi. Aldi turun dari ranjangnya dan menuju ke kamar mandi sekedar untuk mencuci wajahnya.
Tak butuh lama untuk melakukan semua itu, Aldi sudah keluar dari kamar mandi, dan segera keluar dari kamar untuk ikut membujuk sang Adik untuk mau keluar kamar. Siapa tahu jika Aldi yang membujuknya Aldo mau keluar dari kamar.
Saat keluar kamar Aldi disuguhkan dengan raut muka khawatir dari Bunda dan Felly, "Bun, Aldo belum mau keluar?"
Mendengar itu bunda langsung meneh dan mendapati anak keduanga yang masih memakai baju tidur berwarna biru langit. Lantas Bunda langsung menggeleng.
"Coba deh, kamu yang bujuknya siapa tahu Aldo mau keluar," saran Felly.
"Iya, gue coba dulu." Aldi melangkah untuk lebih mendekati pintu kamar Aldo.
"Dek, keluar dong! Lo nggak kasian sama Bunda dan Kak Felly, yang terus bujuk lo buat keluar? Bahkan mereka nggak bisa tidur gara-gara mikirin lo," ujarnya dengan nada selembut mungkin.
Semuanya masih menunggu jawaban dari dalam, namun nihil sama sekali tak ada jawaban sejak pukul lima pagi tadi saat Bunda dan Felly memulai aksi membujuk Aldo.
Sementara di dalam kamar. Sang empu masih belum bangun, Aldo semalam ketiduran di balkon dan sampai pagi hari ini. Aldo tidur dengan posisi tangan yang memeluk tubuhnya dan terlihat meringkuk seperti menghalau rasa dingin.
"DEK, KELUAR GAK LO!" Suara teriakan dari luar yang berasal dari Aldi membuat tidur Aldo terusik.
"KALAU GAK, GUE DOBRAK PINTUNYA!!"
Aldo melenguh saat membuka matanya dan mendapati dirinya ada di balkon. Aldo mencoba mengingat, dan Aldo baru menyadari ia semalam tidur disofa balkon karena kepalanya terasa pening saat malam. Aldo mencoba bangun dari tidurnya, tubuhnya terasa aneh, ia sangat lemas sekarang, kepalanya yang semalam pening semakin pening saat bangun tidur. dan juga tubuhnya terasa menggigil.
Aldo beranjak dari sofa dengan tubuh lemasnya untuk masuk ke kamar dan melanjutkan tidur dikasur empuknya. Seakan terasa jauh untuk sampai ditempat tidur, Aldo masih bersusah payah untuk mencapai kasurnya. Namun suara gedoran itu terdengar lagi.
Diluar sana Aldi, Bunda, dan Felly tengah berdebat agar Aldi tak mendobrak pintu kamar Aldo. Usulan tersebut rupanya ditentang oleh sang Bunda sementara Felly menyetujuinya.
"Udah Bun, Aldi dobrak aja ya? Felly khawatir terjadi sesuatu sama Aldo." Bujuk Felly agar sang Bunda mengijinkan Aldi untuk mendobrak pintunya.
"Iya, Bunda tahu. Tapi apa nggak ada cara lain selain dobrak pintu gitu? Nanti kalau ayah kalian tahu bagaimana?" jawab Bunda bingung.
"Bunda, nggak usah mikirin Ayah sekarang. yang harus kita pikirin sejarang itu Aldo, Bun." yang menjawab adalah Aldi-anak keduanya.
"Yaudah, Bunda kasih ijin." ucapan Bunda membuat senyum di bibir Aldi dan Felly merekah.
Aldi sudah mengambil ancang-ancang untuk mendobrak pintunya. Namun saat sudah hampir maju mendekati pintu, tiba-tiba pintunya terbuka dari dalam. Saat pintu terbuka dengan sepenuhnya Bunda, Aldi, dan Felly melangkah mendekati.
Awalnya senyum mereka merekah saat pintu terbuka, itu artinya Aldo sudah tak marah lagi. Namun saat melihat Aldo yang awalnya wajah mereka berseri berubah menjadi cemas. Aldo keluar dengan wajah yabg pucat, keringat dingin mengucur didahi Aldo serta tangan yang bertengger di perutnya yang mendakan bahwa perutnya sedang sakit. Aldo nampak kesakitan sekali.
Mereka masih terdiam melihat keadaan Aldo hingga tak disadari, tubuh Aldo limbung kedepan.
karena rasa pening dan sakit di perutnya semakin menjadi, beruntung Aldi yang berada di hadapan Aldo langsung menangkap tubuh lemas Adiknya itu. Perlahan namun pasti mata Aldo tertutup rapat dengan darah keluar dari hidungnya.Melihat itu semua membuat Bunda dan Felly menjadi sangat khawatir apalagi saat darah itu keluar dari hidung Aldo. Masih terdiam karena dilanda ketakutan Aldi menbuyarkan semua lamunan Bunda dan Felly.
"Bunda, Kita bawa Aldo ke rumah sakit sekarang!" ucap Aldi dan langsung menggendong Aldo ala bridal.
Aldi dengan cemas menuruni anak tangga secepat mungkin agar adiknya cepat sampai rumah sakit dan segera ditangani, sementara Bunda dan Felly mengikuti Aldi dari belakang yang tak kalah cemasnya seperti Aldi. Setelah sampai dibawah Felly malah berjalan kearah ruang tamu untuk mengambil tas milik Bundanya.
Saat sampai di mobil, Aldi langsung menaruh tubuh Aldo di jok belakang dengan sang Bunda agar bisa menemani dan menjadi bantalan kepala Aldo. Tak lama setelah memindahkan Aldo, Felly datang dengan raut yang sangat cemas. Felly duduk didepan untuk menemani Aldi.
Tak menunggu waktu lama, Aldi langsung melajukan mobilnya menuju rumah sakit terdekat.
Fana yang tengah berada diteras rumahnya yang sedang duduk santai menikmati udara dipagi hari yang segar melihat mobil keluarga Aldo melaju dengan kecepatan penuh. Fana heran, ini masih pagi kenapa melajukan mobil dengan kecepatan penuh.
"Mungkin, ada keperluan mendadak kali ya? Jadinya ngebut gitu bawanya." ujar Fana sambil kembali memainkan Handphone nya.
Sementara di dalam mobil nampak cemas, apalagi sang Bunda yang tak berhenti mengusap keringat yang terus mengucur di dahi Aldo.
"Sayang, bangun dong," ujar Bunda dengan isak tangis. Pasalnya Bunda tak pernah melihat Aldo jika sakit seperti sekarang, ini baru pertama kalinya apalagi sampai harus mimisan seperti ini.
"Aldi cepetan dong!" suruh Felly yang duduk disamping Aldi.
"Gua juga udah ngebut. Tapi ini macet banget kak," jawab Aldi agak kesal.
Aldi tak berhenti menyalakan klakson agar mobil didepannya maju sedikit. Aldi menyetir seperti orang kesetanan tak memperdulikan keadaan jalanan yang tengah macet, seakan jalanan ini miliknya. Sangat wajar Aldi melajukan seperti itu ia sangat khawatir dengan Adiknya. Sesekali ia melihat ke belakang melihat keadaan Aldo yang semakin mengkhawatirkan, kulitnya sudah sangat pucat dan juga mimisannya tak mau berhenti. Dan Bunda selalu membersihkan darahnya tanpa rasa jijik.
"Arrgh. Sial kenapa bisa macet, gimana ini Kak, gue khawarir banget sama Aldo!" kesal Aldi disaat yang tengah genting seperti ini kenapa harus macet.
Bunda tak berhenti menangis sejak tadi, semenatara Felly nampak sangat cemas matanya tak berhenti terus menerus melihat keadaan Adiknya dijok belakang yang tengah dipeluk sang Bunda.
--
Hallo! Gimana sama part ini? semoga aja pada suka😊 sengaja update cepet karena kemarin-kemarin updatenya lama:)) agak panjang kan? hehe Gomawo.
*Selamat Berpuasa*
KAMU SEDANG MEMBACA
Faldo Its Aldo
Teen FictionRefaldo Setya Dinaro. Seorang remaja berusia limabelas tahun, ia mempunyai keinginan yang sangat sederhana. Ia hanya ingin sang Ayah selalu ada bersamanya, bersama keluarganya. Ia hanya ingin seperti remaja-remaja lainnya yang selalu bersama ayahnya...