——"Aldi." Nura tak menyangka, sosok yang menurutnya kuat kini tengah terbaring lemah diranjang rumah sakit.
"Kamu kenal anak tante?" Nadir yang mendengar penuturan Nura, sontak bertanya.
Sementara, Fana hanya diam saja. Merasa bingung dengan suasana saat ini, kakaknya mengenali kakak dari sahabatnya. Tapi kenapa kakaknya—Nura tak pernah bilang padanya.
Nura mengangguk mengiyakan, ia masih termenung dengan semua ini. Tapi kenapa bisa lelaki di hadapannya ini terjatuh begitu saja di atas tangga. Nura masih terheran-heran, adiknya bahkan sudah sangat dekat dengan keluarga lelaki yang beberapa minggu terakhir ini dekat dengannya.
"Kak, lo kok nggak pernah bilang kalau kenal sama kak Aldi?" giliran Fana yang berujar. Fana sedikit menyenggol lengan kakaknya, karena tak menjawab pertanyaan darinya.
"Eh, beberapa minggu terakhir saya bertemu dengan anak tante. Lama-lama kita menjadi dekat, bahkan tak jarang kita jalan setiap harinya. Memang dua hari ini saya tidak bisa mrnghubunginya, keberadaan nya menghilang begitu saja. Saat saya melihat keadaannya seperti ini, saya sangat kaget." tuturnya menjelaskan.
Fana hanya melenggut menanggapi penjelasan dari kakaknya itu. Oh iya, Fana melupakan tujuan nya kesini. Ia ingin bertemu dengan Aldo, sahabatnya.
"Tante, tidak menyangka bahwa Aldi sudah punya pacar." Nadir menyangka bahwa Nura adalah pacar anaknya. Sementara itu, Nura tersipu malu saat mendengar penuturan dari Nadir.
"Bukan, tante. Kita hanya sekedar teman." dengan senyum dia menjawab.
"Eungh." terdengar lenguhan dari seseorang, refleks mereka yang berada diruangan itu mengalihkan pandangannya kearah Aldi. Nadir melangkah memdekati ranjang anakanya, perlahan mata itu terbuka.
Yang pertama Aldi lihat adalah palfon bercat putih, dengan semburat lampu yang menyilaukan matanya. Ia memejamkan matanya guna untuk memperjelas penglihatan nya. Aldi mengedarkan pandangan nya kesegala arah, wajah yang pertama kali ia lihat adalah wajah bundanya. Aldi melayangkan pandang kearah kiri, matanya membulat saat melihat sosok perempuan cantik yang beberapa minggu ini selalu bersamanya.
"Nura," lirihnya dengan suara tertahan.
"Iya, ini gue." balasnya.
"Sayang, apa yang kamu rasain?" tanya Nadir—bundanya. Aldi menggeleng, bermaksud mengatakan bahwa dia dalam keadaan baik-baik saja.
"Aldo mana, bun?" dengan lirih Aldi bertanya pada sang bunda.
"Adek, baik-baik aja. Kamu nggak usah khawatir, yang penting sekarang kamu istirahat dulu."
Entah kenapa, Aldi merasa ada yang tidak beres. Hatinya terasa gusar, apa terjadi sesuatu dengan adiknya itu. Saat tengah termenung tiba-tiba seseorang membuka pintu kamar rawatnya. Itu adalah kakak perempuannya.
"Loh, ada tamu." Felly masuk membawa dua kantung kresek berisikan buah-buahan.
"Eh, kak Felly." ujar Fana. Felly memberi kode pada Fana, mengatakan siapa gerangan perempuan seumuran adiknya—Aldi.
"Kenalin, ini kak Felly kakaknya Faldo. Dan ini kak Nura kakak aku." Felly dan Nura bersalaman setelah Fana mengenalkannya.
"Loh kamu punya kakak, Fan?" banyak yang tidak tahu jika Fana mempunyai seorang kakak perempuan.
Fana mengangguk, "Oh iya, kak. Faldo kemana 'ya?" tanyanya.
"Aldo dirumah, bukannya tadi kamu kesana 'ya." semuanya terlihat bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Faldo Its Aldo
Teen FictionRefaldo Setya Dinaro. Seorang remaja berusia limabelas tahun, ia mempunyai keinginan yang sangat sederhana. Ia hanya ingin sang Ayah selalu ada bersamanya, bersama keluarganya. Ia hanya ingin seperti remaja-remaja lainnya yang selalu bersama ayahnya...