——
Langit kini sudah berganti warnaa menjadi gelap bertandakan bahwa saat ini sudah malam. Nadir, Setya dan Felly sudah berada di ruang makan untuk makan malam, namun ada yang kurang. Aldi dan Aldo, sudah jelas jika Aldo memang sedang sakit, tapi kemana perginya Aldi? Apa masih berada di kamar, pasalnya sejak tadi Aldi belum juga keluar kamar.
"Kak, tolong panggilin Aldi." sang bunda akhirnya berbicara.
Felly mengangguk, lantas berdiri dan bergegas menuju lantai atas untuk mengajak adiknya makan malam bersama. Tak mengetuk pintu terlebih dahulu, Felly langsung masuk begitu saja.
Saat masuk, adiknya itu sedang memainkan laptopnya. "Dek, disuruh turun sama bunda. Kita makan malam," ucap Felly.
"Hm, kakak duluan aja. Nanti gue nyusul." Felly akhirnya pergi dari kamarnya. Namun Felly malah berbelok masuk kedalam kamar adik yang satunya lagi.
Dilihatnya, adiknya itu sedang tidur dengan begitu pulasnya. Saat duduk di sisi ranjang milik sang adik, ternyata sang empu terusik dari tidurnya hingga kini Aldo terbangun.
"Kenapa kak?" tanyanya masih dengan suara yang serak.
"Nggak, tadinya kakak cuma mau lihat ksmu aja. Eh, kamunya malah kebangun. Maaf ya," cicit Felly.
"Nggak apa-apa, lagian bagus. Aku tidurnya pasti lama banget," balas Aldo.
"Ya udah, kalau gitu kamu istirahat lagi. Nanti makan malamnya kakak yang anterin kesini. Kakak mau kebawah," saat hendak berdiri, Aldo menahannya.
"Nggak usah, Aldo mau makan dibawah. Kakak, duluan aja. Aldo mau bersih-bersih dulu." Felly pasrah mendengar penuturan adiknya itu.
"Kakak turun ya, jangan lama-lama," pamitnya dan setelah itu kamar Aldo menjadi hening kembali. Saat turun dari ranjangnya, ia terhuyung dan hampir jatuh jika saja tak cepat berpegangan pada meja nakas yang berada disampingnya.
Aldo kembali duduk disisi ranjangnya untuk menetralkan rasa pening di kepalanya. Setelah dirasa berkurang, ia lantas berjalan menuju kamar mandi untuk sekedar mencuci mukanya.
Setelah selesai, Aldo keluar dari kamarnya. Namun ia melihat sang kakak berjalan menuju tangga untuk turun kebawah, sepertinya untuk makan malam bersama. Aldo berusaha menyamai langkahnya dengan sang kakak. Namun saat hampir menyamai langkah kakaknya, kepalanya tiba-tiba pusing. Tapi Aldo tetap memaksakan nya.
Dengan berusaha kuat, akhirnya Aldo kini berada di belakang tubuh atlhtelis milik kakaknya. Pandangan nya menjadi buram, dan juga kepala semakin pusing. Aldo terhuyung kedepan, mengenai tubuh kakanya. Aldi tak bisa menyeimbangkan tubuhnya dan sontak saja ia tergelincir dan jatu berguling-guling ditangga.
"Kak Aldi." Aldo kaget bukan main, saat tubuh kakaknya jatuh berguling-guling ditangga. Sontak saja, seisi rumah langsung menuju kesumber suara dimana Aldo berteriak memanggil kakak laki-lakinya.
Setya, Nadir dan Felly terbelalak melihat Aldi yang sudah tergeletak di lantai dekat tangga dengan darah yang bercucuran di keningnya. Mereka semua semakin panik saat melihat kelopak mata Aldi yang semula masih sedikit terbuka kini sudah benar-benar tertutup rapat, Aldi tak sadarkan diri.
Nadir dan Felly berhambur memeluk Aldi, Nadir mencoba membangunkan anaknya. Namun tak membuahkan hasil, mata itu masih tertutup. Sedangkan Setya, ia menatap tajam seseorang yang mematung di atas tangga.
Aldo jatuh terduduk, saat mata tajam milik sang ayah melihatnya. Sungguh, ia tidak sengaja. Aldo hanya bisa melihat tubuh kakaknya yang tergeletak tak berdaya dan bunda, kakak perempuannya yang mencoba untuk membangunkan Aldi.
Tatapan nya masih terpaku pada tubuh Aldi, ia tak menyadari bahwa Setya tengah berjalan menghampirinya. Aldo tersentak saat sang ayah menarik tangannya kasar, tubuhnya lemas jadi mudah saja untuk ditarik sang ayah.
"Berdiri kamu! Lihat, lihat apa yang kamu lakukan pada kakakmu? Kamu puas?" cecar Setya marah.
Aldo tak menjawab, dia diam mematung ditempatnya. "Jawab Faldo!!" teriaknya lagi sambil mengguncangkan tubuh lemas Aldo.
Aldo melirik sang ayah dengan ketakutan, "Faldo, nggak sengaja yah."
"Ayah, benar-benar kecewa sama kamu Faldo!" setelahnya Setya meninggalkan Aldo yang mematung di tempatnya turun kebawah menghampiri putranya yang tak sadarkan diri.
"Kita, bawa Aldi kerumah sakit."
——
Nadir, Setya dan Felly kini sedang menunggu di depan ruangan yang bertuliskan UGD dengan cemas. Mereka sudah menunggu hampir satu jam disana, namun dokter yang menangani Aldi belum juga keluar. Tak lupa mereka melapalkan doa agar keadaanya baik-baik saja.
Mereka melupakan seseorang di rumah, mereka hanya berfokus pada keadaan Aldi saat ini. Mereka sangat khawatir, takut-takut keadaannya parah. Nadir sangat gelisah, sedari tadi ia berjalan mondar-mandir di depan pintu ruangan UGD, ia sangat tak tenang.
'Cklek' terdengar suara pintu terbuka, sontak saja mereka menghampiri dokter yang baru saja keluar dari ruangan.
"Dok, bagaimana keadaan anak saya?" Nadir langsung saja bertanya saat dokter yang menangani anaknya itu keluar, ia ingin tahu bagaimana keadaan Aldi.
"Begini, kami sudah berusaha sebisa kami. Anak ibu mengalami benturan keras dikepalanya dan itu membuat pendarahan menggumpal dikepalanya, kondisinya stabil. Namun—" dokter itu menghela nafas saat ucapannya dipotong.
"Namun apa dok?" belum sempat dokter itu melanjutkannya, setya sudah memotongnya.
"Ayah tenang dulu, dengarkan penjelasan keseluruhan dari dokter." Felly mencoba menenangkan sang ayah.
"Namun, pasien mengalami koma sementara. Kami tidak tahu kapan pasien akan sadarkan diri." Nadir jatuh terduduk mendengar penjelasan dari dokter yang mengatakan bahwa keadaan Aldi tak baik-baik saja.
"Apa kita bisa melihat Aldi, dok?" tanya Felly.
Dokter itu mengangguk, "Tentu saja bisa, tapi setelah kami memindahkan pasien ke ruang rawat. Permisi," pamit dokter itu.
"Bun, bunda tenang aja. Felly yakin Aldi akan baik-baik aja, kita banyak berdoa aja, bun."
——
Aldo rasa kini hidupnya sudah jatuh kedasar jurang terdalam, baru saja ia merasakan kebahagian. Tapi kini sudah dijatuhkan lagi, lagi, dan lagi. Seolah Tuhan tak pernah kapok memberinya cobaan, ia sudah bersabar selama ini dengan cobaan yang diberikan-Nya.
Aldo masih tak beranjak dari tempatnya tadi, ucapan ayahnya beberapa menit lalu terus terngiang dikepala nya. Ayahnya mengatakan bahwa dirinya kecewa padanya, bahkan Bunda dan Kakaknya seolah tak melihat dirinya, mereka hanya berfokus pada Aldi—kakanya.
Rumah ini menjadi sangat sepi, tak ada siapapun terkecuali dirinya. Keluarganya tak menyewa asisten rumah tangga, semuanya dikerjakan oleh bunda dan kakak perempuan nya. Aldo tak tahu harus meminta bantuan pada siapa kini, tubuhnya benar-benar lemas, ia ingin merebahkan tubuh lemasnya di ranjangnya yang empuk.
Aldo yang semula duduk, kini sudah berdiri tegap. Ia mencoba untuk berjalan menuju kamarnya yang memang tak terlalu jauh dari jaraknya berdiri. Dengan sisa-sia tenaganya, Aldo berjalan perlahan menuju kamarnya. Saat sudah sampai diambang pintu, ia menyenderkan tubuh lemasnya itu di tembok, sesaat.
Setelahnya ia berjalan terseok-seok menuju ranjangnya. Saat sampai, ia langsung menjatuhkan tubuh lemasnya itu ke ranjang, dengan posisi badan tengkurap. Tak lama setelahnya, Aldo kini sudah terlelap. Ia berharap jika bangun nanti, semoga saja, ini semua hanya mimpi.
——
Hi. Apa kabar?
Ceritanya makin gak jelas gini, maafin upnya jam segini, gak enak bgt udah janji, tapi gimana lagi kuota tiba-tiba abis. Maaf yaaaa:") yang masih setia baca, terimakasih❤ jangan pernah bosan ya:))
Sampai jumpa dichap selanjutnya, paipai✋😍
KAMU SEDANG MEMBACA
Faldo Its Aldo
Teen FictionRefaldo Setya Dinaro. Seorang remaja berusia limabelas tahun, ia mempunyai keinginan yang sangat sederhana. Ia hanya ingin sang Ayah selalu ada bersamanya, bersama keluarganya. Ia hanya ingin seperti remaja-remaja lainnya yang selalu bersama ayahnya...