◻️ 36. Dia Kembali

3.4K 324 11
                                    

——

Setelah memasuki kamarnya, Aldo mencoba kembali untuk mengingat semuanya. Di dalam ingatannya, ia melihat seorang lelaki paruh baya dan juga anak sesusianya, namun itu bukan dirinya. Lelaki paruh baya itu memanggil nama Faldo bukan Aldo, jelas itu bukan dirinya. Tapi kenapa ingatan seperti itu muncul dalam benaknya.

"Siapa Faldo?" Aldo terus berpikir, suara-suara yang selalu ia dengar selama setahun kebelakang terus terngiang saat dirinya mencoba mengingat siapa Faldo?

Ia menggelengkan kepalanya, mencoba mengenyahkan suara-suara itu, namun percuma saja. Suara-suara itu tak mau hilang, hingga membuat kepalaya menjadi sanagt pusing. Tubuhnya sudah bergetar, keringat dingin pun sudah bercucuran di tubuhnya. Ia berusaha menanhan erangan dari bibirnya.

"Argh! Sa-kit ..." mau berusaha sekuat apapun jika rasa sakitnya tak terkalahkan tetap saja, erangan dari mulutnya akan keluar.

Aldo tak bisa lagi menahan rasa sakit yang mendera kepalanya, ia kini meringkuk dengan tangan yang menjambak rambutnya sendiri. Berharap dengan melakukan seperti itu, rasa sakit di kepalanya akan sedikit membaik.

"Akh, bunda!" lagi-lagi ia terkalahkan oleh pikiran dan rasa sakitnya. Suara-suara itu semakin memekakkan telinganya, bentakan itu terdengar sangat keras.

Pintu terbuka dari luar, dan mereka langsung masuk kedalam kamar. Nadir, Felly dan Aldi segera datang kemari saat mendengar erangan kesakitan dari Aldo. Nadir memgambil obat yang ada di nakas, lalu membuka dan mengeluarkan dua butir pil itu. Yang dilakukan Felly dan Aldi mereka memcoba menengkan adiknya itu, Aldi membuka mulut adiknya dengan kasar karena Aldo tak sedikitpun membuka mulutnya.

Nadir dengan cepat memasukan dua pil itu kedalam mulut anaknya, dengan sedikit bantuan air putih melalu sebuah sedotan. Akhirnya obat itu berhasil ditelan oleh Aldo, obatnya belum bereaksi. Namun, sedikit demi sedikit perlahan matanya tertutup karena obatnya sudah mulai bereaksi.

Aldi membenarkan posisi tidur adiknya, dan membenarkan letak selimutnya. Ia kemudian memandang bunda dan kakak perempuannya.

"Ini semua gara-gara ayah! Apa sebaiknya kita memberitahukan semuanya kepada Aldo?" pikiran tersebut terlintas di benak Aldi. Jika terus dibiarkan seperti ini, itu sama saja akan mempengaruhi kondisi adiknya. Ia akan berusaha mengingat terus menerus hingga membuatnya sampai seperti ini. Lebih baik mereka memberitahu.

Sebaiknya memang seperti itu," ujar Nadir. Felly hanya diam saja, ia selalu ikut dengan keputusan bundanya. Karena keputusan seorang ibu adalah yang terbaik untuk anaknya.

——

Dua hari sudah berlalu, dan hari ini adalah hari dimana mereka akan membuka rahasia yang telah mereka simpan setahun ini. Mereka sudah memikirkannya masak-masak, dan mereka akan menanggung resikonya bersama-sama, karena mereka adalah keluarga.

Dan kini, mereka tengah berkumpul di ruang tengah, wajahnya mereka semua yang ada disana menyiratkan keseriusan. Sementara, Aldo menatap bingung kepada mereka—keluarganya, bahkan sahabat dan kekasih kakaknya pun ada di sini. Kenapa semuanya berkumpul di sini, dan kenapa pula dengan raut menampakkan keseriusan. Apa akan ada hal yang dibicarakan?

"Kenapa, kalian diam?" tanya Aldo heran.

"Aldo, bunda mau bicara sama kamu. Bunda harap kamu bisa menerimanya," ujarnya. Jelas, sekarang Aldo semakin bingung saat sang bunda mengatakan hal itu dengan raut wajah yang serius.

Sebelum mengatakannya, Nadir menghela nafasnya terlebih dahulu, "Sebenarnya, ayah kamu masih hidup. Bunda selama ini berbohong sama kamu, tapi bunda melakukan ini semua demi kebaikan kamu, nak." sontak matanya membulat saat bunda mengatakan bahwa ayahnya masih hidup, tapi kemana dia sekarang?

Faldo Its AldoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang