◻️ 29. Give Opportunity?

2.6K 367 28
                                    

——

'Brak' terdengar suara pintu terbuka yang dibuka dengan kasar, Aldo tak tahu apa yang terjadi, ia belum membuka matanya. Tiba-tiba saja, tubuhnya terasa ditarik, saat matanya benar-benar terbuka ia bisa melihat raut marah ayahnya sangat jelas terpampang diwajahnya.

"Bangun kamu!" bentak Setya, teriaknya yang cukup memekakkan telinga membuat Aldo sedikit meringis.

"Ada apa yah?" tanyanya bingung.

"Masih bertanya kamu! Tidak tahu diri, kamu itu sudah mencelakakan kakak kamu. Enak-enaknya kamu tidur disini, sedangkan kakak kamu dia lagi berjuang disana. Kakak kamu koma! Dan itu semua gara-gara kamu Faldo!!"

"Aldo sudah bilang yah, kalau Aldo nggak sengaja. Waktu mau turun  tangga tiba-tiba kepala Aldo pusing—

"Jangan bohong kamu. Ayah tidak pernah mengajarkan kamu untuk berbohong Faldo! Ayah tahu, kalau kamu itu sengaja 'kan?" belum sempat Aldo menyelesaikan penjelasaanya, sang ayah sudah memotongnya. Seharusnya ia diberi kesempatan untuk menjelaskan kenapa kakaknya—Aldi—bisa terjatuh dari tangga. Tapi ini? Ia sama sekali tak diberi kesempatan.

Cukup. Sudah cukup Aldo mengalah, ia sudah berkata jujur namun ayahnya menganggap itu semua hanya kebohongan semata. Kemana bundanya? Kemana kakaknya—Felly—tak adakah yang mau membela dirinya yang tidak bersalah. Benar, semuanya sudah lupa padanya. Dan sekarang ia benar-benar sendirian.

Aldo menghela nafas, sebelum memulai ucapannya, "Terserah ayah mau percaya atau tidak, yang jelas Aldo sudah berkata jujur. Silahkan ayah keluar dari kamar Aldo, Aldo capek."

Matanya—Setya—terbelalak mendengar penuturan anaknya, benar-benar kurang diajar. Berani-beraninya dia mengusir ayahnya sendiri dari kamarnya yang sudah jelas rumah ini adalah miliknya. Tak segan-segan Setya bermain tangan, ia melayangkan tangannya itu mendarat dipipi mulus sang putra bungsu. 'Plak'

Aldo tersenyum meremehkan saat ayahnya menamparnya, sudah muak ia dengan semua ini, "Ayo tampar lagi yah, yang sebelah kanan belum? Ayo yah," ucapnya sembari menepuk-nepuk pipi kanan nya.

'Plak' tak segan-segan Setya melayangkan tangan besarnya itu kepipi sang anak. Lagipula itu semua adalah keinginannya bukan? Ia sudah mengabulkannya.

"Kurang ajar! Kamu ngusir ayah huh?" bentakkan Setya menbuat kepala Aldo menjadi semakin sakit.

Aldo memegang kepalanya yang terasa pusing, ia mengerang tertahan. Setya yang melihat anaknya seperti itu malah tersenyum meremehkan.

"Tidak perlu berpura-pura, Faldo. Kamu kayak gitu biar ayah kasihan 'kan sama kamu?" telak, apakah dia itu seorang ayah? Mengapa bisa berkata seperti itu disaat anaknya sedang sakit, dimana hati nuraninya.

Aldo yang semula berdiri, kini mendudukkan tubuhnya diranjang miliknya. Kenapa masalahnya tak pernah berhenti menghampirinya? Apa ia pernah melakukan sebuah dosa hingga membuatnya selalu ditimpa masalah. Tuhan sedang mengujinya.

"Terserah ayah mau bilang apa, Aldo mau istirahat." Aldo membaringkan tubuhnya dan posisi tidur meringkuk membelakangi Setya, seolah tak peduli lagi dengan keberadaan ayahnya di kamarnya.

"Tidak sopan, dasar anak tidak tahu diri." setelah mengucapkan itu Setya berjalan keluar dari kamar anaknya.

Setelah dirasa sang ayah tak ada disini, Aldo membalikan tubuhnya, ia sempat mendengar ucapan ayahnya sebelum pergi. Dan itu benar-benar menyakiti hatinya. Aldo meremas perutnya, saat tiba-tiba perutnya kembali sakit.

Tak ada yang tahu, jika saat ini Aldo sedang membutuhkan seseorang untuk menemaninya, atau sekedar menenangkannya.

——

Faldo Its AldoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang