——
Langit kini menjadi gelap bertanda bahwa malam sudah tiba, langit itu dihiasi bulan dan juga bintang-bintang yang bersinar begitu terang. Malam yang begitu indah seharusnya dihabiskan dengan berkumpul bersama keluarga atau pasangan kekasih.
Felly tadi sore yang berniat untuk pulang kerumah hanya sekedar untuk membawa pakaian gantinya dan juga bundanya sekaligus melihat kondisi adiknya yang masih sakit. Takut-takut jika adiknya semakin sakit. Namun niatannya itu harus terhalang, saat dalam perjalanan menuju rumahnya tiba-tiba sang bunda menelepon nua dan memberitahukan bahwa tadi Aldi sempat kejang-kejang dan itu membuat Felly berbalik arah kerumah sakit, untuk melihat kondisi adiknya itu.
"Bunda, aku kok cemas ya sama Aldo." katanya.
"Kamu tenang aja, Aldo baik-baik aja. Lagian dirumah ada Ayah."
Tak lama setelah itu, pintu ruangan terdengar terbuka, Setya muncul dari balik pintu ruang rawat Aldi dengan membawa dua tas yang isisnya pakaian ganti untuk istri dan anaknya. Setya meletakkan dua tas itu di bawah meja nakas rumah sakit.
"Aldo baik-baik aja 'kan yah?" Felly bertanya.
"Nggak usah dipikirkan, Adik kamu baik-baik aja dirumah. Kalian harus fokus jagain Aldi, jangan pikirkan yang lain." balasnya tegas. Nadir dan Felly mengangguk, meskipun Felly menyadari bahwa sikap ayahnya tak seperti biasanya.
Namun Felly mencoba percaya saja dengan ucapan Ayahnya. Meskipun hatinya merasa sangat resah saat ini memikirkan bagaimana keadaan adiknya dirumah.
Sedangkan dirumah, lebih tepatnya di gudang. Felly benar, adiknya tak baik-baik saja sekarang. Aldo masih tertidur dilantai dingin itu dengan tubuh yang menggigil kedinginan, tak ada selimut satupun disana. Ayahnya benar-benar sangat keterlaluan, jika bundanya tahu apa yang dilakukan suaminya itu, sudah dipastikan bundanya akan sangat marah pada ayahnya karena sudah membiarkan nya dikurung di gudang kumuh seperti ini.
Giginya terdengar bergemelutuk, dan beberapa kali ia melapalkan kata 'Bunda' dalam tidurnya. Ia berharap akan ada yang datang menolongnya dari kekejaman ayahnya. Bahkan untuk bangun pun rasanya sangat sulit, tubuhnya benar-benar lemas untuk sekedar bangun terduduk pun ia tak mampu.
Ia harus rela, semalaman ini harus mendekan digudang kumuh itu. Entah semalam atau beberapa hari karena ia tak tahu kapan ayahnya akan mengeluarkan dirinya dan kapan ada yang menolongnya keluar dari sini.
——
Matahari sudah menampakkan wujudnya, cahayanya yang terang bersinar membuat hari ini terasa begitu panas. Padahal ini baru jam delapan pagi, namun sinarnya begitu menyengat. Nura berjalan menyusuri jalanan dekat rumahnya dengan adik perempuannya, Fana. Kebetulan hari ini adalah hari minggu dimana semua aktivitas berhenti sejenak untuk mengistirahatkan tubuh mereka yang sudah bekerja selama enam hari.
"Kak, mampir kerumah temen gue dulu yuk?" ajaknya.
Nura terlihat berfikir, "Hm, oke deh." mereka berjalan beriringan menuju rumah yang dimaksudkan Fana tadi, tak lama mereka sudah sampai di depan rumah yang mewah, namun dari luar rumah itu terlihat sepi.
Nura dan Fana, berjalam mendekati gerbang yang menjulang tinggi disana. Fana mengetuk-ngetukan kait kunci itu beberapa kali, sampai seseorang datang membukakannya.
"Ada apa neng?" tanya satpam itu.
"Faldo kemana, pak? Kok rumah sepi gini sih,"
"Itu neng, kemarin den Aldi jatuh dari tangga dan semuanya lagi ada dirumah sakit Medika Sehat. Neng Fana susul aja kesana," jelas satpam itu padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Faldo Its Aldo
Teen FictionRefaldo Setya Dinaro. Seorang remaja berusia limabelas tahun, ia mempunyai keinginan yang sangat sederhana. Ia hanya ingin sang Ayah selalu ada bersamanya, bersama keluarganya. Ia hanya ingin seperti remaja-remaja lainnya yang selalu bersama ayahnya...