——
Lelaki itu terduduk di atas lantai, rambutnya sudah berantakan. Barang-barang yang berada di ruangannya pun sudah berjatuhan ke lantai, apa yang sudah lelaki itu perbuat hingga ruangan itu kini menjadi seperti kapal pecah. Beberapa kali dirinya mengerang dan juga menjambak rambutnya sendiri dengan kuat. Keadaan gelap, karena lampunya sengaja ia matikan.
"Argh ... Apa yang sudah kulakukan!" Setya terus saja mengerang menyesali apa yang sudah ia perbuat kepada anak kandungnya sendiri. Dirinya sungguh sudah benar-benar buta, ia melukai anaknya sampai seperti itu.
Setya terus saja memandangi tangannya yang sudah banyak melukai anak kandungnya sendiri. Kenapa pikirannya pendek sekali hingga bisa berbuat jahat kepada anaknya.
"Faldo ... maafkan ayah." untuk apa Setya meminta maaf, toh semuanya sudah terjadi. Lagi pula maafnya tak akan terdengar oleh Aldo. Setya seketika berdiri daru duduknya dan langsung menyambar jasnya yang tersampir dikursi kerjanya lalu bergegas pergi menuju ke suatu tempat.
Dengan kecepatan diatas rata-rata Setya mengendarai mobilnya, yang terpenting saat ini adalah ia harus menemui anaknya—Aldo, dan meminta maaf padanya atas apa yang sudah ia lakukan selama ini padanya. Meskipun Setya tahu maafnya tidak akan diterima, tapi apa salahnya jika mencoba terlebih dahulu. Tak masalah jika dirinya dan Nadir harus berpisah, asalkan kesalahannya selama ini termaafkan oleh keluarga kecilnya, terutama Aldo.
Sesampainya di tempat yang ditujunya tadi, Setya berlari dilorong rumah sakit yang sepi. Hari yang sudah menjelang malam membuat lorong rumah sakit jarang di lewati orang-orang. Tak peduli dengan pakaiannya yang sudah berantakan, ia harus cepat menuju kamar rawat anaknya.
Setibanya disana, sebelum ia masuk kedalam seseorang menariknya paksa untuk menjauh dari sana. Ia belum mengetahui siapa yang melakukannya. Tubuhnya disudutkan ke tembok, betapa kagetnya saat melihat siapa yang melakukan semua ini padanya. Dia adalah anaknya, Aldi.
"Apa-apaan kamu! Lepaskan ayah," pintanya sambil berusaha melepaskan cengkraman tangan Aldi pada bahunya.
Namun, Aldi tak merespon. Ia malah semakin mengeratkan cengkramannya.
"Lepaskan! Ayah bilang lepaskan, Aldi." itulah kelemahan seorang Setya, ia tak bisa mengontrol emosinya.
"Tidak. Saya tidak akan melepaskan anda, sebelum anda pergi dari sini!" bentaknya tak merasa takut karena yang dibentaknya adalah ayah kandungnya.
Hal yang tidak terduga, Setya melawannya dan mendorong Aldi kuat hingga Aldi jatuh terkapar di lantai dingin rumah sakit. Meskipun dirinya baru saja sembuh tapi jika dalam keadaan seperti ini tenaganya seolah terisi penuh. Berbalik, kini Setya yang menahan kedua tangan anaknya kencang hingga sang empu merasa kesakitan.
"Jangan ikut campur! Ini bukan urusanmu, Aldi."
"Ini jelas urusan saya, anda datang kesini ingin mencelakai Aldo bukan?" perdebatan antara ayah dan anak itu harus terhenti kala seorang gadis datang menghampirinya, melerainya.
"Tolong om, lepaskan Aldi. Tangannya sudah memerah karena cengkraman yang terlalu kuat dari, om. Saya mohon lepaskan!" dia Nura, kekasihnya. Nura datang tergesa-gesa dengan air mata yang menetes di pipinya.
"Diam! Jangan ikut campur." bentakan Setya membuat Nura sedikit terkaget.
"Saya bukan ingin ikut campur dengan masalah Om. Tapi saya hanya meminta agar om melepaskan Aldi, dia anak om kalau anda lupa." tanpa merasa takut Nura berani mengatakan itu pada calon Ayah mertuanya yang kejam itu.
Setya terdiam sejenak, kemudian ia melepaskan cengkramannya pada tangan Aldi. Dan segera Nura membantu Aldi untuk berdiri. Aldi memandang tajam kearah Setya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Faldo Its Aldo
Teen FictionRefaldo Setya Dinaro. Seorang remaja berusia limabelas tahun, ia mempunyai keinginan yang sangat sederhana. Ia hanya ingin sang Ayah selalu ada bersamanya, bersama keluarganya. Ia hanya ingin seperti remaja-remaja lainnya yang selalu bersama ayahnya...