02

5.3K 352 30
                                    

Pulang sekolah gue harus tinggal dulu. Tadi, si ketua kelas udah umumin jadwal piket. Gue hari piketnya besok tapi disuruh bersihin pas pulang sekolah.

Ngomong-ngomong gue kebetulan hari piketnya sama dengan Jimin. Satu hal yang bikin gue males buat piket yaitu...





Temen-temen gue itu gak ngangkat bangkunya ke atas meja. Jadinya kan susah buat nyapu. Walau dengan berat hati ya tetep gue angkat.

Gue udah angkat satu bangku dan baru aja mau angkat yang lain eh tangan gue ditahan.

"Sana udah lo nyapu aja. Biar gue yang angkat. Masa cewe sih yang angkat bangku."

"Iya," jawab gue singkat.

Itu Jimin. Iya Jimin.

.

.

.

"Yah si Sindy ke rumah tantenya yah. Gue pulang sendiri dong," gue ngomong sendiri sambil jalan keluar.

Gue jalan keluar. Sendiri. Iya sendiri. Kan jomblo.

"Woi." Seseorang nepuk pundak gue. Gue balikin badan.

"Apa?"

"Jawabnya yang panjang-panjang kek."

"Sok akrab nih?"

"Yaelah. Satu smp juga."

"Terus?"

"Singkat banget. Yang singkat-singkat itu gak baik."

"Teori apaan itu."

"Teori yang ada dalam kamus Park Jimin."

"Iyain." Gue lanjut jalan. Dia juga jalan sejajarin langkahnya sama gue.

"Btw lo biasanya balik sama siapa?" tanya Jimin.

"Sindy."

"Temen bangku lo itu yah. Dia mana?"

"Pulang duluan soalnya mau ke rumah tantenya."

"Terus lo?"

"Yah sendiri."

"Cie sendiri."

"Ngeselin yah." Gue jalan lebih cepat. Dia juga malah ikutin gue.

"Yaudah sini bareng gue aja."

"Gue nggak yakin sama lo."

"Emang muka gue kayak penculik? Ganteng gini."

"Iyain, hidup gak ada yang tau."

"Jahat banget. Lo ikut kan yah. Mau gak mau harus mau."

"Iya gue ikut deh. Sekalian ngirit ongkos transpor."

"Tunggu sini aja. Gue ambil motor dulu."

"Ini masih dilapangan Jim. Masa motor lu mau dibawa ke sini sih."

"Eh iya lupa." Dianya nyegir kuda.

"Udah gue ikut aja keluar."

♡♡♡

"Btw Chin. Gue masih penasaran deh," kata Jimin. Tapi gue nggak denger suaranya.

"APA?" Gue sedikit berteriak. Gue gak denger apa yang dibilang Jimin.

"GUE MASIH PENASARAN." Kita ketemu lampu merah. Jadinya berhenti.

"Penasaran apa?"

"Eh nggak kok."

"Lah. Gak jelas ya."

Lampunya udah hijau. Jimin langsung jalan lagi.

♡♡♡

"Makasih yah udah numpangin gue," kata gue terima kasih sama Jimin.

"Ongkosnya mana?" kata dia dengan gaya meminta gitu.

"Eh jadi lo gak gak ikhlas ya?" gue mukul dia pelan.

"Canda kali," kata Jimin.

Gue natap dia sinis.

"Tapi Jim gue lupa nanya tadi. Rumah lo itu searah sama rumah gue kan?" tanya gue.

"Sebenarnya sih nggak Chin. Tapi guenya kasihan sama lo."

"Yang bener?! Gue nggak enak nih jadinya."

"Nggak kok. Searah," jawab Jimin santai.

"Lo bercanda mulu daritadi," ketus gue.

"Emang lo pengen yang serius?"

"Yaiyalah. Nanti gue kira lo bercanda eh tau-taunya serius. Atau gak sebaliknya."

"Yaudah kalau gitu sini gue seriusin."

Gue refleks nyubit lengannya. "Sana pulang lo."

"Ya diusir."

"Astaga... gue bukannya ngusir. Siapa tau mama lo nyariin gitu kan."

"Lo juga nggak masuk. Kalau mama lo nyariin gimana?"

"Tadi gue udah ditelpon sebelum pulang kalau dia lagi pergi ke supermarket. Udah sana."

"Yaudah gue balik deh."

"Makasih. Hati-hati lo dijalan."








Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Unexpected Boyfriend [Park Jimin]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang