Sudah seminggu ini Ali menekuni pekerjaan barunya sebagai pemain drum di salah satu cafe. Namanya pun mulai terkenal karna selain wajahnya yang mendukung yang pasti juga karna kelihaian nya saat bermain drum. Prilly sahabatnya pun tidak pernah satu hari pun melewatkan pertunjukkan Ali , dia dengan senang hati menemani dan memberi support pada sahabat nya itu. Walaupun dia harus rela berkejaran dengan waktu demi bisa melihat Ali bermain di cafe itu.
Tapi, baru malam ini Prilly melewatkan permainan epic dari sahabatnya. Ali sedih tapi dia juga harus mengerti kalau prilly memiliki perkerjaan juga. Dia pulang dengan wajah yang sedih, bukan karna permainan nya gagal tapi karna dia kecewa sahabatnya tidak berada di sebelahnya. Dengan motor Vespa bututnya dia menyusuri jalanan malam yang dingin. Dia seperti memikirkan sesuatu. Ahh lebih tepatnya memikirkan perasaanya untuk prilly sahabatnya.
"Emang gue yakin nih? Suka banget sama si prilly? Yakin banget nih?"
Ali melepaskan sepatu miliknya didepan setelah beberapa menit sampai dirumah tadi. Dia menggerutu sendiri seakan berbicara dengan batin nya."Kenapa harus prilly sih? Dia kan sahabat gue"
Ali meletakkan sepatunya di lantai dan akan dia bawa masuk nanti, tapi hatinya enggan until pergi dari perkarangan rumahnya sendiri.
Dia terlalu bingung dengan masa pubernya, kenapa dia bisa suka sama wanita yang jelas jelas selalu merepotkan dia setiap saat. Sepeti Rex*na."Kamu ngomong sama siapa li?"
Kata bunda Ali yang entah sejak kapan sudah di depan pintu dan berjalan kearah Ali."Ali ngomong sendiri bun"
"Kamu itu aneh, lama lama bunda nyesel lahirin kamu"
Katanya disambut tatapan sedih oleh Ali yang malah mengundang tawa bundanya."Emang anak bunda yang ganteng ini kenapa sih?"
Katanya kemudia sambil mengelus rambut halus putra semata wayangnya."Bun, emang kita nggak bisa milih mau sayang sama siapa gitu? Kan enak kalau bisa milih. Kenapa musti dateng pada orang orang yang nggak seharusnya?"
Tanya Ali yang memang membutuhkan jawaban atas itu. Hal itu membuat pikirannya pusing bagi siswa kelas 10 SMA ini."Kok kamu nanya gitu? Emang kamu sayang sama siapa sih?"
"Ada lah pokok nya bunn"
Ali tersenyum malu membuat bunda nya makin mengelus kepala milik anaknya."Anak bunda emang udah gede. Kita emang nggak bisa milih pada siapa kita sayang. Tapi setidaknya kita bisa memilih kepada siapa kita akan berkomitmen"
Ali mengangguk."Jadi, kamu boleh sayang dengan siapapun. Tapi kamu juga harus bisa menjaga rasa sayang itu tidak hanya menjadi bualan belaka"
"Kalau kita bingung bun? Untuk sayang sama siapa?"
"Tapi hati kamu nggak akan pernah bingung Ali, udah ah kamu itu masih kecil. Mending sana masuk bunda bikinin susu coklat"
Bunda Ali pun berdiri meninggalkan Ali yang masih dengan pikiran nya sendiri. Namun sedetik kemudian dia tersenyum.
Setidaknya dia lebih tenang, Ada hati yang akan menuntun dia pada orang yang benar."Bunda apaan. Ali mana pernah minum susu"
Ali pun mengikuti langkah bunda nya yang masuk kedalam rumah.**
Pagi ini Ali sudah mulai ceria kembali, walaupun selaman dia baru saja merasa sedih. Ali memang tipikal orang yang tidak terlalu ambil pusing jadi ya begitulah."Pily!!!"
Ali berteriak saat melihat seseorang yang sangat ia kenal masuk kelorong sekolah."Ali"
Dia tersenyum sambil menunggu Ali sampai di depan dirinya."Gimana semalem? Maaf banget kali ini gue gak bisa nemenin"
Kata wanita itu sambil mengaitkan tangan nya di lengan Ali."Lancar kok Pi, cuman ya gitu. Gak ada kamu jadi gimana gitu"
Hal itu membuat prilly sontak melepaskan tangan Ali. Dia bingung kenapa sahabat nya ini menjadi berlebihan?
Padahal biasanya dia bakal biasa aja kalau ditinggal bahkan untuk syuting keluar kota.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teman Tapi Menikah
FanfictionGue gak ngerti lagi bisa suka pada pandangan pertama. tapi gue yakin aja dia bakal buat gue - Aliazka Terinspirasi dari novel "Teman Tapi Menikah" by Ditto dan Ayudia. Jangan salah paham jika bilang menjiplak saya hanya terinspirasi mungkin ada yan...