Part 30

1.8K 145 9
                                    

"Biar aku nemenin kamu ya"
Aku tersenyum melihat Ali yang lebih lembut kepadaku dibanding sebelumnya yang selalu mengejekku terus terusan.
Hari ini, tepat dimana aku harus memberi jawaban kepada keluarga Dimas.
Setelah kemarin aku dan Ali memutuskan menjalani ini berdua, dan aku merasa bahagia aku rasa aku tidak bisa melanjutkan dengan Dimas.
Entalah aku hanya tidak begitu yakin dengan Dimas, berbeda sekali ketika aku bersama dengan Ali.

"Aku bisa sendiri, kalau kamu temenin makin ribet. Tunggu disini aja ya, aku nggak akan lama"
Aku mengambil tas selempangku dibelakang, lalu sedikit membenarkan tatanan rambutku sambil melihat kaca dasbord.
Aku melirik Ali sedikit ketika akan keluar dari mobil. Namun dengan cepat Ali menahan tanganku.

"Kenap—"
Ali menarikku dalam pelukan nya membuat aku sedikit terkejut namun akhirnya aku membalas pelukannya. Entahlah, aku merasa pelukan Ali pelukan paling nyaman dari aku SMP hingga saat ini.

"Jangan balik lagi ke Dimas ya, nanti aku sedih"

"Kan aku sayang nya sama kamu" Aku menepuk punggungnya untuk meyakinkan dia.

"Tapi kamu sudah hampir jadi istri dia"

"Tapi akhirnya aku milihnya kamu"

"Oh iya"
Aku tertawa bersama dengan nya lalu dia melepaskan pelukannya. Aku pun turun untuk menemui keluarga Dimas.
Aku menarik nafasku panjang, aku akan terima jika semua keluarga nya membenciku, daripada aku harus berbohong kepada Dimas tentang perasaanku sendiri.

Aku menekan bell rumah milik Dimas yang sudah lama tidak aku hampiri. Sebenarnya aku tidak menghubungi siapapun sebelum kemari. Tidak enak saja jika aku tidak menemui langsung.

"Eh Prilly" Aku tersenyum ketika Mami Dimas membukakan pintu untukku. Dia memelukku membuat aku juga membalas pelukan nya.

"Kamu lama banget nggak kesini, kenapa nggak nelpon dulu biar dijemput sama Dimas"
Katanya sambil menggiringku masuk kedalam rumah besar miliknya.

"Mau surprise aja mami, memang Dimas nya lagi kantor ya?"
Aku duduk disofa ketika Mami Dimas sudah menuntunku masuka untuk duduk dihadapannya.

"Ada kok, kebetulan dia lagi gak kantor pagi ini"
Aku menganguk dan hanya diam ketika Mami Dimas menyuruh asisten rumah tangganya memanggilkan Dimas untuk turun.
Tanganku tiba tiba saja berkeringat, aku guguo setengah mati ketika diluar aku sudah sangat tegar dan siap. Tuhan, tolong lancarkan hari ini.
Sesekali aku mengusap tanganku yang basah untuk menenangkan pikiran, ditinggal sendiri diruang tamu membuat atmosfer kegugupanku semakin bertambah pesat. Hingga suara hentakan kaki turun membuat aku menoleh kearahnya. Dimas turun seperti habis mandi karena rambutnya yang masih basah.

"Kok nggak nelpon aku dulu yang" Katanya sambil menuju kearahku membuat aku sontak berdiri. Kejadian berikutnya dia memelukku, dengan sangat erat. Sesekali mencium pucuk kepalaku, aku hanya diam. Tidak mengerti harus melakukan apa.
Seharusnya aku menolak, tapi hati nuraniku masih terlalu takut untuk menolaknya tiba tiba.

"Kangen banget sama kamu" Katanya melepas pelukanku dan aku hanya tersenyum, tidak mampu membalasnya.

"Udah turun Dimasnya? Kamu tega banget biarin Prilly kesini sendirian Dim," Sahut Maminya dari belakang sambil membawa minuman untukku.

"Dia nggak ngabarin aku" Dia mengelus pucuk kepalaku lalu duduk bersamaku disebelahku. Aku tersenyum kikuk karena tidak tahu harus seperti apa membalas Dimas yang memperlakukan ku seperti biasa, tapi ini bukan hal biasa lagi untukku.

"Mami, nggak usah repot repot bawain minum" Aku membantu Mami mengeluarkan minuman dari nampan yang dia bawa dari dapur.

"Nggak papa, sama menantu mami ini" Aku tersenyum samar, semakin tidak tahu harus memulai darimana perkataanku nanti. Apa tidak terlalu menyakitkan ketika aku langsung to the point mengatakan jika aku memiliki calon suami lainnya?
Apa tidak menyakitinya ketika aku bilang sudah tidak mencintai putranya? Aku harus mulai darimana?

Teman Tapi MenikahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang