Part 17

1.8K 157 3
                                    

Erina menjadi teman baik Prilly sekarang, dia selalu ingin pergi bersama Prilly jika kencang denganku. Aku tidak tahu entah dia memang nyaman dengan Prilly atau sekedar untuk mengambil hatiku, yang jelas Prilly sering mengeluh kalau dia tidak suka berpergian dengan Erina, dia juga selalu bilang kalau dia tidak melarang aku berpacaran dengan Erina tapi dia tidak mau jika disangkut pautkan.

Sekolah sudah menjadi rutinitas lagi saat ini, aku memutuskan untuk break bekerja karna ingin konsen ke kelas 3 SMA. Aku sabar menanti karna sebentar lagi aku akan lulus dan bekerja sepuasnya. Hubunganku dengan Erina berjalan baik, mungkin karna aku sudah cukuo dewasa jadi aku sudah bisa menghandle ketika Erina marah atau bahkan ketika aku sudah bosan dengan dia.
Pagi ini aku membaca buku dikelas, sudah kubilang kan aku sudah mulai rajin saat ini. Harus! Supaya bisa masuk di kampus favorite nantinya.

"Rajin amat" Aku menoleh kearah pintu terlihat Prilly menempelkan pipi gembulnya ke pintu sambil mengintipku. Ini memang waktu istirahat entah kenapa aku enggan untuk kekantin.
Prilly berjalan kearahku lalu duduk disampingku sambil menggeledah buku yang aku baca.

"Apaan sih loe" Kusingkirkan tangan nya dari bukuku membuat dia tertawa nyengir

"Kantin yuk, laper" Katanya manja sambil menatapku. Aku menghel nafas panjang lalu melihat kearahnya.

"Sibuk gue"

"Bacanya bisa dikantin"

"Yang ada gue makan nanti" Dia melotot lalu merebut buku yang aku baca secara paksa dan menutupnya kasar

"Eh, robek dong nanti. Gue pinje di perpus tuh" Sungutku sambil menepuk nepuk buku yang dibanting Prilly dengan pelan, seakan dia merasakan sakit.

"Belajar boleh, tapi harus diimbangi dengan makan. Loe tadi sarapan roti selembar kan. Ayo, daripada loe sakit" Prilly menarik tanganku dan aku hanya bisa menurut. Dia memang selalu memaksa ketika aku tidak lagi ingin makan.
Dan dia juga pemaksa.

20 menit berlalu, bel masuk kelas sudah berdering. Aku dan Prilly berjalan beriringan sambil bermain saling senggol. Memang seperti anak kecil namun ini bisa mengundang tawa aku dan dia.
Sebenarnya juga aku bukan tipikal anak yang kekanak kanakan tapi entah kenapa jika bersama Prilly aku bahkan bisa gaya bicara balita. Inilah makna cinta, tidak malu ketika kamu menjadi gila dihadapannya sekalipun.

"Ali, loe mau double date gak?" Kata Prilly tiba tiba membuat aku berhenti dibelakang, karna Prilly teta berjalan sambil berlagak malu. Ketika dia menyadari dia menoleh kearahku.

"ye, malah ketinggalan tukang cilok. Sini" Teriaknya mengejek lalu aku berjalan kearahnya, masih menatap aneh.

"Apaan sih loe"

"Elo yang apaan" Sungutku membuat dia pura pura terkejut

"Eh biasa aja dong"

"Sejak kapan pacaran loe?"

"ye, sembarangan. Loe pikir gue nggak laku apa" Dia memainkan jari jarinya seperti perawan desa yang bertemu lelaki tampan dari kota.

"Iya terus?"

"Gue kan pernah cerita gue deket sama siapa"

Aku mengingatnya, Prilly loe gila, dia kan banyak banget cerita cowok ke gue. Bener bener

"Hmm si, siapa sih tuhh.. Bryan? Siapa? Ayan?"

"Sembarangan kalo ngomong" Dia tertawa sambil meraup tanganku karna menyebutkan nama dengan ala candaanku. Aku suka tertawamu Pi.

"Ryan namanya" Aku menganguk lalu kami kembali berjalan. Seakan tidak perduli jika sekolah sudah mulai kosong karna semua siswa masuk ke kelas masing masing.
Prilly terus bercerita tentang ayan nya yang tiada habisnya, aku tidak fokus pada ceritanya. Hanya fokus terhadap tawanya, Apa Prilly jika bercerita tentangku akan memburu dan tertawa seperti ini? Aku ingin tau.

Teman Tapi MenikahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang