Part 28

1.6K 137 1
                                    

Prilly Pov
Aku sudah hampir tidak bisa bernafas dengan perkataan Ali barusan, aku menjalankan mobilku kencang entah menuju kemana. Air mataku tak hentinya mengeuar dari pelupuk mataku.
Jakarta sudah mulai sepi dijam seperti ini cocok untukku membawa mobil ini sedikit ngebut. Sesekali aku mengusap kasar air mataku dan mengerang keras.

Bisa kalian bayangkan, aku mempercayainya bahkan semenjak aku tidak terlalu mengenal laki laki. Aku sudah percaya jika dia menyayangiku dan selalu ingin aku bahagia apapun alasan nya. Lalu dengan tiba tiba dia menyatakan perasaan nya, tidak ada yang salah tentang itu. Hanya saja kenapa baru sekarang? Kenapa ketika aku sudah ingin menaruh diriku sepenuhnya kepada orang lain. Tidak bisa dipercaya.
Aku memberhentikan mobilku disebuah sungai kecil, ya benar. Tempat aku bermain dengan Ali ketika masih SMP, hanya menjadi kebiasaan saja jika sedih aku menuju kemari. Suara aliran sungai yang tenang juga bisa membuat pikiran dan hatiku jadi sikron.
Sekeliling nya memang sepi, namun entah jika menuju kemari aku bahkan tidak memikirkan kejadian bahaya yang mungkin terjadi. Aku hanya butuh menenangkan pikiran.

Aku menyandarkan kepalaku disetir mobil , perkataan Ali tadi langsung terngiang dikepalaku. Bagaimana kalau dia mengatakannya pada Dimas? Bukan kah Dimas akan curiga aku mempunyai hubungan diam diam dengan Ali? Ah bisa gila aku membayangkan.
Hampir 20 menit aku diam didalam mobilku yang kuparkir dipinggir sungai, aku hanya diam menjernihkan pikiran. Ingin rasanya keluar namun melihat jam tangan menunjukkan pukul 10 malam aku sedikit ngeri.
Bagaimana jika tiba tiba ada setan merasuki aku untuk aku terjun kesana? Yang benar saja.

Aku menoleh cepat ketika melihat ponsel didalam tasku berdering. Aku menggapai tas selempangku yang berada disamping kemudi. Kulihat nama Dimas tertera disana, syukurlah aku mengira Ali tadi yang menelpon.

'Iya halo, sayang' Aku berusaha menutupi suara serakku habis menangis, berdoa agar dia tidak menyadari.

'Kamu dimana?' Tepat! Dia tidak menyadari suaraku. Menjadi artis memang tidak seburuk yang aku kira

'Ada, kenapa?' Aku hanya tidak mau dia tahu aku ada dimana. Aku tidak mau diganggu malam ini, termasuk dengan calon suamiku sendiri.

'Besok mama aku mau ngomong sama kamu, kamu dateng kerumah apa mau aku jemput?'
Dia berbicara sedikit berbisik nampaknya dia sedang diluar, terlalu kentara jika sekitarnya sangat berisik.
Kata kata itu membuat aku berfikir, apakah aku siap menemui calon mertuaku sendiri ketika aku merasa mengkhianati anaknya?
Aku menggigiti jari kuku ku karena berfikir. Baiklah, kali ini saja biarkan Dimas marah padamu.

'Hmm, Dimas. Sepertinya aku butuh waktu beberapa minggu untuk nggak diganggu. Boleh nggak?' Aku menutup mataku bersiap Dimas akan marah dan mengatakan hal yang mengekspresikan dia kecewa. Sangat dosa sekali aku ini.

'Kamu nggak kenapa napa kan?'
Perkataan nya masih perduli denganku, membuat aku ingin menjerit merasa telah mengkhianati nya. Bahkan dia pernah berkata merasa iri denga Ali yang selalu aku pedulikan. Bodoh sekali aku!

'Enggak, ya aku mau menikmati waktu aku aja sebelum jadi istri kamu. Setelah lamaran kemarin aku jadi penge me time deh'
Keputusanku bulat, aku akan melakukan nya sediri. Dan meyakinkan diri jika Dimas adalah calon suamiku.

'Beneran kamu nggak papa?'

'Iya, hanya 1 minggu. Setelahnya aku akan datang kerumah kamu buat ketemu mami? Gimana?'

'Oke baiklah, kalau ada apa apa kamu wajib hubungi aku. Jangan bikin aku khawatir'

'Iya sayang!'

'Have fun, see you on next week'

Aku menutup telfon nya lalu meninggalkan tempat ini, ini masih belum terlambat. Aku bisa berfikir dan membicarakan nya baik baik dengan diriku. Semua akan kembali pada asalnya bukan?
••
Tak terasa aku sudah menghabiskan waktu dua hari tanpa Dimas, dan juga tanpa Ali. Aku selalu menghindari ketika Dimas menelpon.
Untuk Ali bisa dibilang aku tidak menghindar karena dia juga tidak mengabariku setelah aku dan dia bertengkar kemarin. Persahabatan yang menyedihkan, berakhir sampai disini saja. Padahal aku sangat ingin menemani Ali berbelanja kebutuhan bayi nya bersama dengan istrinya.
Bukan kah akan menggemaskan?

Teman Tapi MenikahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang