Part 5

2.2K 144 0
                                    

Miya beringsut menaiki tangga dan mandi cepat-cepat setelah menyiapkan sarapan. Ia berpikir untuk tidak mengganggu Nana di kamarnya (Nananya sebenarnya di balkon masih molor setelah begadang), ia sudah menyiapkan seragamnya semalam dan menaruhnya di meja belajar Lesley.
Ia juga meminjam kamar mandinya (Setiap kamar mereka ada kamar mandinya coi maklum, holang kaya).
Setelah memakai seragamnya, ia melapiskan sebuah jas almamater marun yang tidak wajib dipakai (berhubung Miya itu alim nggak kayak Lesley, dia pakai terus) ia menuruni tangga menyusul sepupunya yang sudah sarapan duluan.

"Harley? Nana?" Tanya Miya pada Lesley.

"Biarkan saja, mereka sudah besar." Cengir Lesley.

"Tapi mereka tuh cewek sama cowok, Les." Kata Miya.

"Nggak papa, udah sini makan. Nanti aku bolos lagi gimana?" Sahut Lesley.

"Eh, kok gitu? Nggak boleh!" Seru Miya sambil beranjak duduk di sebelah Lesley, sepupunya itu memamerkan cengiran lebar. "Kamu berangkat sama aku, biar aku pastiin kamu nggak bolos."

"Iya-iya, emak Miya." Kata Lesley dongkol.

"UAPA?!" Lirik Miya dingin dengan mulut penuh. "Eh sori ya, aku masi muda! Kemudaan buat dipanggil emak-emak!"

"Ampuun!! SAKEET!!" Seru Lesley saat cubitan maut Miya mengenai lengannya. "Jahat banget kamu."

"Biar kamu nggak bandel, kayak anak kecil. Sadar umur! Kamu tuh udah umur belasan, mau puluhan malah." Sahut Miya sambil menarik ransel biru mudanya dan mengikat rambut panjangnya.

"Hemm.." gumam Lesley, sambil menarik tas selempang hitamnya. Lalu ia berderap mengikuti Miya ke sekolah.

Sementara itu.. Harley dan Nana..

Yup, baru bangun. Gausah di ceritain deh paniknya gimana hehehe.. panjang nanti.

~~

"Miya! Eehh!! Tumben sama Lesley?" Sebuah tepukan mengenai pundak Miya seperti tiap-tiap harinya.

"Hai." Lesley berkata dingin.

"Um.. hai..?" Layla mencicit pelan.

"Udahlah, Les. Gausah dingin-dingin sama Layla.. kasian tuh." Kata Miya.

"Eh, aku tuh dingin karena ciri khasku emang begini. Kalo di rumah ya udah." Bisik Lesley, "peka dong!"

"Ooh, baru tau aku." Gumam Miya.

Pletak!

"Sakit, La!" Gerutu Miya mengelus dahinya yang di jitak Layla. "Kenapa si?"

"Mau nabrak tiang listrik lagi kayak kemarin?" Layla mengingatkan sambil cemberut, sementara Lesley sudah mengangkat sudut sebelah bibirnya.

"Astogeh!" Miya berseru kaget, tepat di depan matanya tiang listrik yang kemarin ditabraknya berada.

Layla mulai tertawa terbahak-bahak, Lesley mengangkat kecil sudut bibirnya, dan Miya tersenyum manis sambil menahan malu sudah memarahi Layla yang baik hati mengingatkannya walaupun caranya memang bikin naik darah.
Banyak cowok yang lewat situ langsung meleleh melihat ketiga gadis populer nan cantik itu tersenyum. Apalagi waktu melihat Miya.
Miya yang tidak peka hanya memperhatikan Lesley yang sebenarnya tertawa terbahak-bahak dalam hati.

"Andai kau tidak berimage dingin, semua orang akan meleleh melihat jiwa periang nan hangatmu.. Les.." Miya membatin dalam hati.

"Sudahlah! Jangan membuatku malu!" Gerutu Miya kesal, ia berderap lebih dulu menuju gerbang yang langsung di susul oleh keduanya.

"Aku jangan di tinggaliiiin!!" Layla bersorak. "Miyaaa!!!"

Miya tersenyum tipis, lalu memasuki kelasnya bersama Layla yang tidak berhenti mengoceh setelah memastikan Lesley masuk kelas dan memberinya tatapan mengancam.
Kelas yang ribut menjadi sunyi saat sang guru datang membawa murid baru.

Seorang cowok tampan!

"Namaku Alucard, panggil saja Alu. Terima kasih." Kata anak baru itu pendek.

"Ada lagi yang ingin di katakan Alu?" Tanya sang guru.

"Tidak." Jawab Alucard.

"Baiklah, duduklah sebelah Miya." Kata guru itu dengan tegas, "Miya, angkat tangamu."

Miya mengangkat tangannya, mempersilahkan murid dingin itu duduk di sebelahnya. Berkenalan dengannya tanpa menyadari kalau banyak cowok yang mulai iri akan murid baru itu.

"Beruntung sekali, Alu."
"Apa dia jatuh cinta pandang pertama?"
"Nggak rela aku Miya untuknya."
"Ya ampun.."

Bisikan-bisikan mulai menggema namun Miya maupun Alucard tidak merespon. Entah mereka yang tidak peduli, ataupun tidak peka dengan sekitar, pokoknya mereka di diamkan terus-menerus.
Bel istirahat kembali menyelamatkan mereka dari gesekan biola sang guru (pelajaran, biola tuh perumpamaan kalau perkataannya bikin ngantuk).
Layla dan Odette dengan sigap mengevakusai Miya dari para fan-boynya yang mau menembakmya.
Andai kalau Miya sedikit peka dan tidak polos, mereka tidak akan seprotektif ini.

"Tunggu." Alucard berkata dingin, cukup untuk membuat Miya menoleh.

"Sebentar ya, La? Mungkin Alu membutuhkanku." Senyum Miya, yang dibalas anggukan dan sorot tajam pada Alucard.

"Biar kuberi tahukan kau sesuatu, mendekatlah." Kata Alucard, Miya menuruti setiap perkataan Alucard, "kau adalah seorang elf bulan yang tersisa di muka bumi dan aku membutuhkanmu. Akan kuberitahukan nanti, teman-teman protektifmu sudah curiga."

Miya menjauh, masih memproses apa yang dikatakan Alucard. Tetapi Alucard memberinya sebuah sorotan mata menandakan untuk merahasiakannya namun Miya yang tidak peka berpikir kalau Alucard sedang memainkan matanya.

"Adu pandang mata?" Tanya Miya polos.

"Rahasiakan bodoh." Bisik Alucard, "pergilah, jangan buat temanmu curiga. Kuhubungi kau nanti."

Miya mengangguk perlahan, lalu menyusul Layla yang sendirian karena Odette sudah di jemput pacar tersayangnya.
Sambil makan, ia tetap berpikir.
Elf bulan?
Satu-satunya?
Alucard membutuhkanku?
Aku sendiri tidak tahu kalau aku ini elf!
Telingaku tidak lancip kok!
Aku bermimpi kali ya?

Plak!

Miya menampar dirinya sendiri, Layla yang sedang rakus-rakusnya makan samlai terkejut melihat tingkah sahabatnya itu.

"Kwamwu bwaik-bwaik swajwa?" Tanya Layla dengan mulut penuh.

"Iya, aku sangat baik." Senyum Miya sambil mereguk colanya. "Kentang goreng?"

"Twentwu swajwa!" Cengir Layla girang sambil mencomot kentang goreng Miya.

Miya tertawa melihat tingkah sahabatnya itu, Layla dengan pipi kembungnya memang sangat imut.
Cowok-cowok yang sengaja duduk di sekitar mereka mulai mimisan melihat senyum dan wajah imut 2 gadis itu.
Namun dibalik cowok-cowok aneh yang mengharapkan keduanya, sepasang mata biru safir terletak di antaranya.

~telepon disambungkan~

"Kau menemukannya?" Sebuah suara tidak di kenal berbicara di telepon itu.

"Ya, aku sudah mengatakan prolognya. Kita harus membangkitkan kembali ingatan dan jiwa elfnya. Ia benar-benar lupa akan semua yang terjadi saat Argus menyerang Kastil Bulan 8 tahun yang lalu." Katanya setengah berbisik.

"Pantau terus dia, pastikan dia selalu baik-baik saja. Kita harus bisa benar-benar melenyapkan Argus selamanya, Alucard. Hanya darah petarung terbaik elf bulan sejati yang bisa membunuh Argus. Dan 'Miya' ini adalah satu-satunya elf bulan yang tersisa." Suara asing itu berbicara lagi.

"Baiklah, Tigreal. Segera di laksanakan." Ucap Alucard dingin.

---

The Moon Elf [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang