Part 17

1.6K 119 1
                                    

Lesley POV :

Hm?
Dihadapanku, dua orang yang sangat kukenali terbujur kaku. Mereka juga pucat! Aku menganga melihatnya.

"Perintah selesai, tuan Argus. Tenang saja, akan aku salurkan selalu uang pada gadis elf itu. Mereka tidak akan menyadari apa yang terjadi." Moskov berbicara pada tangannya.

"Haha, bagus panglimaku. Baiklah, kembalilah!" Suara dingin yang serak memerintah dari tangannya, Moskov mengangguk dan menghilang dalam sekali bayangan.

"Papa? Mama?" Gumamku.

Aku terjatuh dengan terduduk, guyuran salju menutupi jalanan. Tak kupedulikan setiap air mataku yang berubah menjadi kristal es karena dinginnya udara, namun selama ini firasatku benar..
Sesuatu telah terjadi pada papa dan mama.. semua tersamar begitu baik.

"Papa!!! Ma!!" Seruku.

"Lesley?" Samar-samar sebuah suara lembut memanggilku.

Aku menoleh, tidak ada siapa-siapa.

"Tolong jangan sakiti aku! Aku masih punya adik dan sepupu! Tolong siapapun! Tolong!!" Seruku panik.

"Hei-hei!! Lesley! Ini aku! Miya!" Suara itu berseru.

Aku hanya bermimpi.
Tetapi semua terasa nyata.. seperti sebuah pengelihatan yang mengerikan. Semua ketidak-enakanku terjawab sudah, air mataku turun saat aku terduduk.

"Miya!" Seruku sambil memeluk gadis cantik yang ada dihadapanku dan terisak.

"Ow.. ow.. Lesley.. ada apa? Mimpi buruk?" Miya menepuk-nepuk punggungku.

"Bukan sekedar mimpi.. semua seperti nyata, sebuah pengelihatan! Apa seiring tumbuhnya umurku.. aku bisa melihat masa lalu?!" Seruku urakan.

"Woles-woles, Les. Ceritain pelan-pelan.. mungkin sambil minum air?" Cengir Miya berusaha mencairkan suasana.

Miya menarikku ke pantry, ia mengambil gelas dan mengisikannya dengan air. Ia meminumkannya padaku sambil duduk.

"Naah sekarang ceritakan.." senyum Miya hangat.

Aku menghela nafas, lalu menceritakan 'pengelihatanku' itu dan menyelesaikannya dengan setitik air mata. Sebenarnya aku bukan anak yang gampang menangis, tetapi ini orang tuaku. Wajar aku menangis. Salju berhembus kencang membuatku merapatkan jaketku.

"Aku.. turut sedih, Les." Miya menatapku pedih, "mereka juga orang tua tiriku."

"Aku tahu." Kujawab, "tetapi kupikir belum saatnya Harley mengetahui.. itu akan berdampak pada dirinya sendiri. Sekarang aku mengerti bagaimana perasaanmu saat tahu orang tuamu meninggal, Miya."

"Terima kasih." Miya tersenyum berusaha menenangkan, "omong-omong, aku sudah tahu nama monster itu." Setelah ia menceritakan memorinya yang kembali. (Tetapi buatku itu nggak penting untuk menghadapi monster sialan yang sudah membunuh orang tuanya).

"Siapa?" Tanyaku.

"Argus." Sebuah suara muncul dari kegelapan.

Aku mengambil posisi waspada, begitu pula Miya. Ia mendongakan kepalanya tinggi-tinggi, mengaktifkan pengelihatan malamnya. Lalu ia terkekeh.

"Hanya Gusion." Kekehnya.

Benarkah?! Wah! Tunggu, kenapa aku sangat tertarik? Ayolah!!

"Kau senang, Les. Wajahmu dapat kutebak." Gusion menampakan dirinya, "kau suka padaku?"

"Jelas tidak." Sahutku dingin pada manusia satu itu.

"Hoaeem.. aku kembali ke kamar ya? Gusion, jaga dia oke?" Miya tersenyum sambil lari ke kamar.

"He.. Hei! Miya!" Seruku.

~~

Lesley cemberut setelah kepergian sepupunya. Memutuskan menambah air minumnya, sementara Gusion menatapnya terus.

"Sampai kapan cemberutnya, nona-pemecah-rekorku? Apa tidak lelah?" Godanya.

"Tidak sama sekali." Lesley menatapnya dingin, "kenapa kau bangun wahai tuan kalah-sama-cewek?"

"Ck, aku tidak bisa tidur." Gusion terkekeh, "aku mendengar suara dari pantry aku mendengar obrolan kalian, berikut pula ingatan Miya. Aku turut berduka."

"Trims." Jawab Lesley datar, "kau tahu Argus darimana?"

"Dia terkenal lah.. akan teror kejahatannya." Jawab Gusion enteng, "tampaknya kau punya dendam yang sama dengan Miya dan Alucard nona."

"Kelihatannya." Jawab Lesley, nampak sangat lelah dan lemah.

"Lihatlah, betapa lesunya kamu sekarang." Senyum Gusion sambil meletakan tangannya di dahi Lesley, "masuk angin?"

"Tidak perlu dibicarakan Gusion." Lesley bangkit, "kau juga hanya mentorku disini. Tidak perlu mengkhawatirkanku."

"Karena aku mentormu aku mengkhawatirkanmu." Gusion menatap Lesley penuh arti, "apa kau tahu betapa pedulinya aku padamu?"

Sejenak Lesley memutar kepalanya, menyembunyikan rautnya yang memerah. Sebenarnya itu sia-sia sih, toh Gusion membalikan badannya.
Ia tersenyum sedikit saat melihat semburat merah di pipi Lesley.

"Kenapa? Kau bertambah sakit?" Ejek Gusion.

"Aah, ayolah Gusion. Jangan mengejekku sekarang. Katamu aku 'kan sakit!" Sahut Lesley.

"Iya.. iya, mau kuantar ke kamar?" Tawarnya lembut.

Lesley mengangguk patah-patah, Gusion tersenyum dan menggandeng tangan Lesley. Ia menatapnya linglung, tetapi cowok itu tersenyum. Mereka berjalan beriringan.
Sampailah mereka di pintu kamar Lesley yang bercat cokelat, Gusion tersenyum untuk terakhir kalinya pada Lesley.

"Masuklah." Gusion menyuruhnya.

"Masuk kamar pun dingin, lebih hangat di luar." Lesley mendecak.

"Nggak masuk akal deh." Gusion menautkan alisnya.

"Di kamar tidak ada penghangat ruangan." Jelas Lesley.

"Pakailah." Gusion memakaikan jaket hitamnya pada Lesley.

"Nanti kau dingin. Lagipula aku punya jaket ini." Lesley berusaha melepas jaket Gusion.

"Ssh..." Gusion meletakan telunjuknya di bibir manis Lesley, "biar tambah hangat. Tadi kau mengeluh dingin bukan? Daah." Ia berlari pergi di kegelapan.

"He! Hei!" Lesley hendak berseru tapi takut mengganggu yang terlelap, ia tersenyum dan bersemu merah. Ia melangkah ke kamarnya.

Sementara itu Gusion tersenyum saat sampai di depan kamarnya. Lega bahwa perasaan tidak enaknya yaitu.. Lesley kedinginan sudah hilang. Senyuman lebar terukir disana.

"Good night Lesley.." batinnya sambil mengadah ke langit bersalju.

Ia membuka pintu cokelat didepannya hati-hati. Kamar yang gelap seakan menelannya, namun ada sosok bertubuh gagah yang sekamar dengannya juga masih terbangun.

"Hey, Alu." Senyumnya.

"Hn." Pria dihadapannya meliriknya sedikit.

"Tadi aku bertemu Miya dan Lesley di pantry." Gusion mulai bercerita, "tampaknya Lesley mulai mendendam pada Argus juga."

"Oh ya?" Alucard menjawab sedikit, "lalu Miya?"

"Ck, yang kau tanyakan hanya putri itu. Kau jatuh hati dengannya?" Goda Gusion.

"Kenapa hari ini semua orang bertanya tentangnya terus?" Alucard membalikan badannya.

"Ayolah, begitu saja marah. Aku hanya bertanya.. tetapi benarkah?" Gusion bertanya.

"Hn.. begitulah. Sepertinya." Alucard menjawab.

Gusion membelalakan matanya, sedikit terkejut namun tersenyum akhirnya.

"Yah.. sudah kuduga sih." Decaknya, "tetapi aku tidak pernah melarangmu."

"Terserah." Jawab Alucard.

---

The Moon Elf [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang