Part 8

1.9K 116 1
                                        

Miya POV :

Aku gelagapan melihat sosok tinggi di hadapanku ini. Tubuh tegap dan berototnya cukup menandakan bahwa dirinya adalah sosok yang tangguh dan perkasa.
Dan juga dalam misi.
Apa yang harus kulakukan?
Berlari? Tidak, itu pilihan terburuk. Dia bisa saja menangkapku dengan cepat dan membawaku ke tempat sepi dan memaksaku 'bernyanyi' sesegera mungkin.
Apa yang harus kulakukan?

"Kuulang pertanyaanku, nona Miya. Apa kau mengingat sesuatu?" Ia memberiku semburat tatapan dingin.

"Ng.. tidak? Hm?" Kataku tergagap.

"Hm.. sayangnya kau harus mengingat lebih cepat, nona. Atau harus kubantu? Putri Moonlight Archer Miya?" Bisiknya dingin.

Deg!

Darimana dia tahu itu nama gelarku? Aku saja baru tahu kemarin malam!

"Kalau kau ingin aku menjawab.. darimana kau berasal? Mengapa kau ingin aku mengingat masa laluku? Dan darimana kau tahu semua gelarku dengan lengkap?" Balasku dingin.

"Jadi, pada kesimpulannya." Ujarnya, "kau telah mengingat sesuatu semalam."

Ah! Aku keceplosan! Bodohnya aku! Aku memukuli jidatku berkali-kali sambil memaki-maki diri.
Kini aku tidak bisa lari, dia akan mencecarku dengan banyak pertanyaan!
Tiba-tiba tangannya memegang pergelangan tanganku dan menghetikan aku memukuli jidatku, dan menatapku dingin.

"B.. baiklah, aku ingat sesuatu. Apa kau bisa menjawab pertanyaanku?" Aku mencoba mengulur waktu.

"Aku dari International Academy for Heroes di Land of Dawn. Aku dan seluruh akademi membutuhkanmu dalam suatu kejadian buruk, dan apa kau mengingat buku biografimu yang ditulis oleh penulis resmi Kastil Bulan? 'Princess Miya of Moon Castle'?" Ia menjawab semuanya dengan padat, singkat, dan cukup jelas.

"Em.. tidak?" Kataku sambil menampilkan senyuman canggung. "Apa.. kau bisa melepaskan pergelangan tanganku?"

"Maaf." Ujarnya.

Krriiiinggg!! Kriiiiiinggg!!
Syukurlah! Bel masuk menyelamatkanku! Aku segera berlari menuju kelasku, sambil bersyukur hari ini adalah ujian dan mengomel aku kehilangan jam belajarku gara-gara omongan yang nggak guna.
Dan.. mengapa aku bersyukur hari ini ujian? Aku tidak akan bersebelahan dengannya dan tidak satu kelas karena nomor absen yang sangat jauh.

~~

"Mi.. palaku pecah, Mi.. palaku nggak sehat.." Odette mengeluh setelah dia ujian.

"Oh, di lem lah." Ujar Miya sambil menyedot minumannya.

"Beda anak pinter mah, soal marksman tadi bener-bener minta di robek." Gerutu Layla.

"Ih, kalian nggak belajar ya semalem?" Ujar Miya menatap sahabat-sahabatnya.

"Kemarin aku ngedate sama Lancelot sih.. belajar tadi pagi aja." Odette nyengir.

"Kemarin aku lanjutin adu mulut sama Clint di chat.." Layla mendengus. "Buang-buang waktu aja, untung dia juga nggak bisa."

"Eeh, La. Mau nerusin adu mulut lagi nggak?" Clint muncul dan menggebrak meja.

"Eh, si koboi tukang mimpi. Ngajak?" Balas Layla. "Oke, tapi jangan ganggu Miya lagi oke?"

"Tenang aja, aku udah nggak suka lagi sama Miya. Udah nyadar, kamu nggak peka. Polos lagi." Clint menyahut.

"Makasih, udah males aku dikejer-kejer cowok kayak pas tahun lalu." Cengir Miya lembut.

"Mi, aku mau beli hotdog. Temenin yuk?" Odette mencoba ngode ke Miya.

"Kayak anak kecil aja minta ditemenin." Miya menjawab.

"Iih, ayo sih." Odette merajuk, sambil berusaha ngode lagi.

"Minta sama Lancelot aja!" Miya tetep pewe di tempatnya.

"Oh, aku ngerti. Odette mau ngajak kamu beli hotdog, dia gak mau telinganya pekak dengerin aku berantem sama Layla." Clint mengartikan.

"Ooh..." Miya mengangguk-angguk, "yaudah, yuk."

"Telat! Jadinya mereka tahu!" Odette mendengus, "peka dikit dong!"

"Yaudah, kalau mau telinganya pekak." Miya beranjak dari kursinya. "Aku mau ke perpustakaan."

"Eeh!! Ikuut!" Odette langsung menghampiri Miya yang sudah berjalan meninggalkan Clint dan Layla yang sudah siap berperang.

Sementara itu, di atap angin berdesir menerpa rambut pria gagah itu. Ia mengusap wajahnya yang gusar dan penuh penasaran dan capek.

~telepon disambungkan~

"Dia mengingat sesuatu?" Suara dari teleponnya berkata.

"Ya, tapi sepertinya 'sesuatu' itu yang bersifat rahasia." Ujarnya, "apa yang harus kulakukan?"

"Menunggu. Sampai dia mengingat momennya." Ujar suara itu, "mungkin yang itu sesuatu yang membangkitkan jiwa elfnya."

"Justru 'sesuatu' itu yang penting bukan? Membangkitkan jiwa elfnya dan memenuhi ramalan, membawa kesejahteraan. Aku mau misi ini segera selesai, membosankan." Sahutnya.

"Baiklah, usahakan kau menjadi orang yang dipercaya olehnya. Dalam urusan ini saja, sebuah kesenangan mendengar dia mengingat sesuatu." Ujar suara itu akhirnya.

~telepon diputus~

Ia menutup teleponnya, menatap cakrawala. Kepalanya terasa sakit.

"Ingatlah sesuatu Putri Miya.. kumohon, aku sudah membenci monster yang membunuh orang tuaku.. seperti ia membunuh orang tuamu.."

SRAK...!!!

Darah yang bergelimpangan, dua mayat orang tuanya berjajar di sampingnya. Luka di dahinya tidak seberapa dengan kematian keduanya.
Api berkobar-kobar dimana-mana.

"Ada anak kecil dan dua mayat disini!"

Sosok gagah berambut cokelat panjang menggendongnya dan menenangkannya. Lalu dua orang petugas lainnya mengangkat mayat orangtuanya.

"Papa... mama..." ujarnya lalu ia kehilangan kesadarannya.

"Alucard..? Alu?"

Alucard membuka matanya, tampak wajah cantik Miya diatasnya. Poni putih kebiruannya tergantung-gantung di atas wajahnya.

"Oh, apa aku tertidur?" Alucard segera bangun dari bangku panjangnya.

"Ya.. bisa dibilang begitu. Tenang saja, jadwal ujianmu sudah selesai semua 'kan?" Senyum Miya.

"Ya.. aku selesai lebih cepat." Alucard meraup wajahnya.

Tangan lembut Miya membelai rambut Alucard dan memegang dahinya, lalu pipinya. Ia lalu tersenyum dan meletakan tangannya diatas roknya, Alucard yang duduk di sebelahnya sedikit terkejut akan perbuatan Miya.

"Kamu panas, Alu. Wajahmu juga merah." Ujarnya, "apa kau sakit?"

"Tidak, aku tidak apa-apa." Sahut Alucard, untung wajahnya sedang merah sehingga dapat menutupi wajahnya yang memerah juga. "Tumben kau menghampiriku duluan."

"Aku hanya bingung, Alu." Miya mengeluh, "aku ingat saat aku dithabiskan menjadi elf, lalu aku ingat gelarku itu, aku juga ingat sebuah tempat rahasia di Kastil Bulan yang bisa membangkitkan jiwa elfku. Namun, aku tidak tahu dimana letak Kastil Bulan itu."

"Aku tahu." Ujar Alucard.

"Benarkah? Dimana?" Miya bertanya dengan semangat.

"Kastil itu hanya bisa ditembus dengan portal bulan, Putri Miya. Apa kau tidak tahu?" Alucard menjawab.

"Tentu saja tidak." Miya membalas, "lalu kenapa aku bisa disini?"

"Tentu saja karena penolong-penolongmu dan sahabat pirang kuncir duamu itu." Balas Alucard.

Miya membelalakan matanya, pirang kuncir dua? Sahabat?
Layla..??

---

The Moon Elf [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang