Part 16

1.7K 110 1
                                    

"Kulihat kau sangat menyukai kupu-kupu hm?" Alucard menyilangkan tangannya didepan dada bidangnya.

Miya tersadar dari alam-bawah-sadarnya. Ia menatap Alucard, gemetar.
Matanya mengeluarkan setetes air mata, tidak diikuti teman-teman air mata lainnya. Mengingat disaat terakhir ia bersama sang papa.. bersama kupu-kupu.

"Aku ingat.. disaat papa menggendongku untuk terakhir kalinya.." Miya berbisik pada dirinya sendiri, cukup keras sehingga dapat didengar oleh pemuda di hadapannya.

Alucard tersenyum miring, ia menepuk poni Miya yang menutupi hampir sebelah matanya. Miya mendongak menatap wajah Alucard, tampak wajah penuh kerinduan tertampang di wajahnya.

"Kau ingat saat papamu memelukmu?" Alucard bertanya.

"Iya.. aku.. merindukannya.." Miya berbisik, "hangat.. sudah lama tidak kurasakan.."

Alucard memeluk Miya, menenggelamkan wajah manis Miya dipelukannya. Lalu Miya menangis, Alucard menepuk-nepuk punggung gadis itu.

"Menangislah.. keluarkan semuanya, sama sepertimu. Aku merindukan kedua orang tuaku." Alucard memeluk Miya erat.

Hangat

Rasanya seperti itu, apa yang dirasakan kedua insan itu setelah bertahun-tahun lamanya. Seakan-akan keduanya saling melengkapi apa yang hilang dari genggaman mereka.
Lama kemudian, Miya berhenti menangis. Ditatapnya wajah Alucard, yang sudah membuat hatinya berdebam-debam beberapa hari ini. Matanya membengkak terlalu banyak menangis, tetapi wajah dingin Alucard tetap menyembunyikan wajah betapa rindunya ia pada orang tuanya yang dibunuh tepat di depan matanya.

"Kau tidak makan siang?" Alucard menawari Miya.

"Tidak, aku tidak lapar. Kalau kau lapar, pergilah tinggalkan aku disini. Aku berlatih saja." Miya menolak.

"Baiklah, aku disini juga." Alucard tersenyum miring, "aku juga kenyang."

Miya membalas senyuman Alucard, pandangan mata mereka bertemu.. ungu bertemu safir.
Entah membuat mereka melupakan.. dan merasa dunia itu serasa milik mereka berdua saja.. begitu hangat dan menyenangkan.
Miya mulai memanah, Alucard memandanginya dari tempat duduk yang tidak jauh dari situ. Delapan panah Miya mengenai sasaran, semuanya. Namun Miya tetap memikirkan satu hal.
Ia harus mendapatkan artefak berharganya, tepat sebelum monster itu merebutnya dari dirinya.

Srrr.....

Miya menyudahi mandinya, ia mengganti seragamnya dengan sebuah baju rumahan berwarna putih berlengan pendek dan celana panjang biru muda bertali putih. Dengan handuk yang masih teralung di lehernya ia menyisir rambutnya dan menggelar tubuhnya di kasur.

"Wah.. wah.. wah, yang seharian bersama Alucard." Goda Lesley.

"Hai, Les." Balas Miya, "yah.. belum apa-apa cari masalah padahal mau dikasih tau aku mengingat sesuatu lagi.."

"Apa yang kau ingat?! Ha?" Lesley berderap menuju kasurku seperti cahaya.

"Ups, sepertinya aku tidak bisa menceritakan. Aku lelah.. sekali." Miya tersenyum jahil, "omong-omong bagaimana mentormu? Gusion?"

"Yah.. kuakui dia jago." Lesley mendengus, mencari-cari topik terhangat untuk mengalihkan pembicaraan. "Mau ke kamar Nana dan Layla?"

"Ikut!" Miya nyengir sambil menuju tempat Layla sesegera yang ia bisa.

Setibanya disana, Nana sedang ke kamar Harley dan Lesley memutuskan menyusul Nana sekalian mau menyapa adik kesayangannya itu.

"Yah.. apa kubilang, Mi. Dikit-dikit memorimu akan kembali." Layla tersenyum setelah mendengar cerita Miya, "tapi tidak kusangka Alucard memahami kamu banget."

"Yah.. tetapi aku merasa hatiku berdebam-debam sebelumnya.." Miya bergumam, "apalagi saat berada di dekat Alucard."

Layla cekikikan, langsung mengerti kalau sahabatnya tidak sadar kalau dirinya sendiri sedang jatuh cinta.
Alucard kalau kamu suka sama Miya juga.. mohon sabar doi nggak peka..

"Hemm.. aku masih nggak mau spoiler. Yaudah ah, aku kasih tau kamu sesuatu.. sini-sini kupingmu." Layla menarik kerah pakaian Miya.

"Apaan si?" Miya mendengus kesal.

"Clint nembak aku!" Bisik Layla setengah menjerit, "nggak nyangka bener aku."

"Oh.. aku sih b aja ya, cokelat bar tau lainnya.. aku nggak begitu suka." Miya menatap Layla polos.

"Kok kamu bisa nebak aku dikasih cokelat?" Layla mengernyit.

"Rata-rata orang nembak bawa cokelat ya 'kan?" Miya menautkan alisnya, disambut kekehan Layla. "Kamunya suka nggak sama dia?"

"Um.. bisa dibilang sih.." Layla tersenyum malu-malu, "tapi nggak lucu ah, aku terkenal suka berantem sama dia sekarang pacaran sama dia."

"Yaudah, b aja kali." Ujar Miya, "eh, karena itu ya kamu selalu ngehalangin dia buat nembak aku?"

"Ah kamu dasar nggak peka!" Layla menggebuki Miya dengan bantal, mereka tertawa-tawa dan berperang bantal.

~~

"Kalian berhasil membakar sekolah itu?" Suara dingin berkata dari tangannya.

"Kami berhasil membakar sekolahnya, namun putri itu berhasil kabur.." Moskov memberi laporan.

"Tidak apa-apa.. toh rencanaku hanya membakar sekolah itu, aku yakin.. dia akan pergi ke akademi di Land of Dawn. Tidak ada yang bisa kabur dari Argus, semua berjalan sesuai rencana." Suara dingin itu terkekeh.

"Tapi tuan Argus, apa mereka tidak menyusun rencana untuk menyusup ke Kastil Bulan?" Helcurt bertanya.

"Hmh.. Putri itu lupa ingatan, bisa saja Tigreal memberi tahukannya. Tetapi itu adalah tindakan bodoh, apalagi putri polos seperti Miya. Mereka tidak akan pergi ke kastil, kastil itu tetap di genggaman kita." Argus berujar.

"Apa tidak sebaiknya kita berhati-hati tuan?" Helcurt kembali bertanya.

"Tidak, mereka terlalu bodoh jika berharap pada putri itu. Sudahlah, kita bisa membasmi putri itu kapan-kapan. Tunggu saja tanggal mainnya." Argus menutup pembicaraan dan gambarnya menghilang dari tangan Moskov.

~~

"Tigreal, ia mengingat sesuatu lagi. Hanya tentang kerinduannya pada ayahnya, tidak penting." Alucard melapor.

"Tentu itu penting, itu membangkitkan emosinya sehingga dia mau segera menuju Kastil Bulan, apa ada pergerakan kegelapan yang dirasakan?" Tigreal memutar kursinya.

"Tidak. Semua berjalan cukup aman, tentang Miya yang sudah mengingat beberapa masih menjadi rahasia." Jawab Alucard.

"Bagus.. bagus.. semua berjalan dengan baik." Tigreal mengangguk-angguk. "Tetap berjaga-jaga, selalu siap dengan kondisi. Jangan lupa tugasmu melindungi Miya."

"Hmh, kau tidak perlu memberi tahu diriku aku juga akan melindunginya." Alucard mengedikan bahunya, dan berbalik menuju pintu keluar.

"Heh, kau menyukainya bukan?" Tigreal tersenyum miring.

"Bukan urusanmu, Tigreal. Rekan-Argus-yang-berkhianat." Alucard berkata dingin.

"Kau menyukainya bukan?" Tigreal mengulang pertanyaannya.

"Terserah apa katamu, Tigreal. Tetapi kuharap kau tidak bergosip ria, itu terdengar menyebalkan." Alucard keluar setelah berucap demikian.

"Kau menyukainya, Alucard. Sifat dinginmu mengendur pada saat kau bersamanya, kau sudah berubah semenjak bertemu dengannya.. Putri Miya, aku percaya padamu." Tigreal membatin dalam hatinya lalu menyenderkan kepalanya di kursi empuknya.

---

The Moon Elf [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang