Flashing Back (2)

7.8K 512 3
                                    

flashback starts

"Veronna, sudahlah. Jangan buat ibu khawatir karena kau terus menangis seperti ini."

Aku masih terisak dengan posisi kepala yang berada di pangkuan ibuku. Wanita yang paling kusayang ini tengah mengelus kepalaku yang tak bisa menghentikan tangisanku karena kejadian siang tadi yang membuat Katherine kembali memaki-makiku.

"Bu, kau tahu kan bukan aku yang selalu mengganggu Julian?" Tanyaku sebelum akhirnya merasakan tangan ibuku yang kini menepuk-nepuk bahuku.

"Ibu tahu, sayang. Ibu tahu kau tak pernah melakukan hal yang selama ini Nona Katherine tuduh kepadamu. Lagipula, kau sudah memiliki Raymond, mana mungkin kau mengganggu Julian, bukan? Sebenarnya aku yakin Nona Katherine juga tahu bahwa anaknya lah yang terus mengganggumu, tapi ketahuilah, Ia sangat menyayangi anak sematawayangnya itu makanya Ia tak pernah memarahi Julian, dan malah menyalahkan orang lain."

Dadaku terasa sesak karena amarah mendengar ucapan ibuku. Majikan ibuku itu memang sangat egois, dan aku tak mengerti mengapa ibuku bisa tahan menjadi asistennya. Aku yakin Ia selalu bertingkah seenaknya pada ibuku. Tapi ibuku pasti mencoba bertahan karena gaji besar yang diberikan oleh Katherine.

"Ronna.. Kau seharusnya terbiasa dengan tingkahnya yang sudah tak aneh itu. Biarkan saja Ia bertingkah semaunya, selama kau tidak merasa pernah melakukan apa yang Ia tuduhkan itu, kau tidak seharusnya merasa sedih. Berhentilah merasa malu karena ucapannya. Yang kau butuh lakukan hanyalah mengatakan pada Julian untuk berhenti menemuimu, mengerti?"

Aku menganggukkan kepalaku sebelum mencoba mendudukkan diriku dan memeluk ibuku yang amat sangat baik hati ini. Kuharap aku bisa menjadi perempuan yang rendah hati seperti dirinya.

Author's Point of View

(while on the other side...)

"Julian, bagaimana keadaanmu? Apakah sudah membaik? Mama sangat khawatir saat melihat kau terluka begini."

Julian menatap ibunya yang kini tengah membuka pintu kamarnya dan melangkah masuk ke dalam untuk mendudukkan dirinya disamping anak lelakinya itu.

"Julian tak apa-apa, ma. Kenapa tadi kau masih memarahi Veronna? Julian sudah bilang kan bahwa ini bukan kesalahannya?"

Julian menatap ibunya datar sambil menghela nafas kesal. "Aku tahu. Tapi aku yakin kau begini karena ada hubungannya dengan Veronna, bukan?" Katherine berdecak sebelum akhirnya melanjutkan kalimatnya.

"Julian, mama sudah ratusan kali melarangmu untuk mendekati anak itu, bukan? Aku akan terus membuat perempuan itu sakit hati selama kau masih terus mendekatinya. Ju, mama melakukan ini untuk kebaikanmu. Banyak perempuan yang lebih pantas mendampingimu daripada anak asistenku itu. Apa kau ingin aku merasa malu karena anakku menjalin hubungan dengan anak asistenku sendiri, hm?"

"Kenapa kau harus merasa malu ma? Veronna tak pernah melakukan apapun yang memalukan, Ia adalah perempuan yang baik, dan aku sangat mengaguminya, ma. Aku tidak pernah merasa se-jatuh cinta ini pada perempuan mana pun selain dia."

Katherine menghela nafas panjang sebelum menatap anak lelakinya yang keras kepala itu sambil menahan kesabarannya.

"Julian, berhentilah. Sudah kukatakan bahwa sampai kapanpun aku takkan menerima perempuan sepertinya. Jika kau terus memaksa, aku bisa melakukan hal yang nekat sampai kau berhenti menemui wanita itu."

Ingin rasanya Julian menutup kedua telinganya yang selalu terasa sakit ketika ibunya membicarakan tentang Veronna.

Katherine kini menepuk bahu Julian dengan lembut. "Ju, mama sangat menyayangimu, aku membesarkanmu sendirian sejak kau masih kecil, dan aku selalu ingin menjagamu. Kumohon sesekali turuti perkataanku."

My Mysterious CustomerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang