Veronna's Point of View
Aku terbangun dan merenggangkan otot-otot tubuhku sebelum akhirnya menurunkan kedua kakiku dari tempat tidur. Ah, ini adalah hari off ku! Semoga hari ini menyenangkan dan aku benar-benar bisa menggunakan waktuku untuk beristirahat.
Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling kamar tapi tak mendapati Julian dimana pun. Ini baru pukul 8 pagi, masa iya Ia sudah berangkat kerja?
Aku segera melangkah keluar untuk mencarinya ke teras rumah, namun ternyata pintu rumahku tertutup rapat. Aku segera berlari ke arah pintu ketika melihat ada secarik kertas tertempel disana.
'Sayang, aku berangkat kerja. Beristirahatlah hari ini, dan malam tidurlah tanpa menungguku pulang. Aku tak tahu jam berapa aku akan kembali. Love u!'
Aku mengernyit setelah selesai membaca pesan singkat itu. Julian berangkat pagi-pagi dan tak tahu jam berapa Ia akan kembali pulang? Sebenarnya apa pekerjaan yang Ia dapat hingga menyibukkannya seperti ini?
Akhir pesan itu membuatku sedikit merasa aneh. Love u? Ia menulis itu untukku? Mengucapkannya secara langsung padaku saja Ia bahkan tak pernah.
Kini aku melangkah berat menuju sofa ruang tamu dan mendudukkan diriku disana. Maafkan aku jika aku jahat, tapi bolehkah aku menyesal karena menjadi wanita Julian?
Selama ini aku berandai-andai untuk mendapatkan pria baik, setia, dan romantis untuk mendampingiku. Tapi kini? Apa yang kudapat? Pria itu bahkan memilikiku karena perbuatan nekatnya. Kemudian, bukannya memperlakukanku seperti putri raja, Ia malah bertingkah cuek dan sama sekali tak pernah menunjukkan sisi romantisnya padaku.
Tidak, aku bukannya meragukan rasa cintanya padaku. Hanya saja... Ia sama sekali tidak memiliki sifat perhatian dan romantis yang aku dambakan. Apa kalian ingat? Di malam saat aku merasa sakit perut karena bayiku menendang-nendang? Aku ingin memeluknya, tapi Ia malah melepas dekapanku dan menyuruhku berbaring.
Bodoh. Kurasa, Julian sebenarnya hanya tak siap menjadi sosok suami sekaligus ayah. Aku adalah wanita pertama untuknya, dan aku harus pasrah karena Ia tak memiliki pengalaman soal percintaan sebelumnya.
Aku segera membuang segala pikiran negatifku. Mungkin aku mulai overthinking karena terbawa emosi kehamilanku pagi ini.
**
Waktu telah menunjukkan pukul 11 malam. Dimana pria itu? Kenapa Julian tak kunjung pulang? Sebenarnya apa yang Ia kerjakan?
Aku kembali memejamkan mataku mencoba tidur, namun rasanya tidak nyaman karena aku tak bisa terlelap begitu saja dengan pikiran yang terus berkeliaran membayangkan keberadaan Julian. Aku sangat khawatir terhadap pria itu.
Kini mataku terbuka lebar-lebar ketika mendengar suara gerbang rumahku berbunyi. Aku segera berlari kecil keluar dari kamar dan membuka pintu rumahku. Kini dapat kulihat Julian melangkah masuk ke dalam pekarangan rumahku dengan wajah lelah.
"Julian" Panggilku membuat pria itu segera menoleh kearahku yang berdiri di ambang pintu.
"Ronna, kenapa kau belum tidur?" Tanyanya khawatir membuatku segera menghampirinya untuk memeluk tubuhnya.
Aku yakin Ia pasti sangat lelah. Ia berada di luar rumah selama lebih dari 12 jam. Apa bossnya keterlaluan?
"Kenapa kau baru pulang? Aku mengkhawatirkanmu."
Julian membalas pelukku dan kini tertawa kecil sambil menepuk rambutku lembut. "Ah, kau memang manis. Ayo kita masuk."
Aku hanya dapat mengernyitkan dahiku menatap Julian yang kini menarikku masuk ke dalam rumah tanpa menggubris pertanyaan pentingku.
Selanjutnya aku menunggu Julian mandi dan bersiap tidur dengan piyamanya. Kini, aku melirik kearah pria yang baru saja membanting tubuhnya diatas tempat tidur dan menghela nafasnya keras.
"Ju, kau pasti sangat lelah.." Bisikku mendudukkan diriku dan mengelus rambutnya dengan lembut. Kuharap aku bisa memberikan kenyamanan pada Julian setelah semua aktivitas melelahkannya. Aku ingin menjad satu-satunya hal yang membuat Julian kembali bersemangat setelah semua kepenatannya.
Julian kini memberikan tatapan hangatnya padaku dan menggenggam tanganku yang semula mengelus rambutnya.
"Aku lelah, tapi aku bahagia bisa berguna untukmu." Ujarnya tersenyum.
"Semenjak kau berada disampingku, kau hidup sulit dan penuh perjuangan.."
"Apa arti hidupku jika aku tak memperjuangkan sesuatu? Kini aku sudah menemukan apa yang harus ku perjuangkan di dalam hidupku, dan aku sangat senang."
"Ju.. Sebenarnya apa pekerjaan yang kau dapat?"
Julian berdeham dan kini mendudukkan dirinya. "Hmm.. Entah, pekerjaanku begitu banyak. Aku menjadi seorang bodyguard yang merangkap sebagai asisten pribadi, dan bahkan supir untuk seorang wanita yang sibuk luar biasa. Itu sebabnya aku bekerja dari pagi hingga malam. Aku seperti menjadi tangan kanannya."
"Dia wanita karir? Apa dia masih muda?"
Julian mengangguk. "Kurasa Ia sepantaran kita. Tapi Ia sangat sukses, kurasa Ia adalah seorang model. Aku harus terus berada disampingnya untuk memenuhi segala permintaannya dan mengantarkannya kemana pun Ia ingin pergi. Dan kau tahu? Gajiku sangat lumayan. Ya, setimpal dengan tenaga yang kuberikan untuknya."
"J-jadi kau menghabiskan waktumu setiap hari berada disampingnya? Berdua?"
Julian kini mengangguk ragu, dan detik itu juga aku merasakan sesuatu terasa melubangi hatiku.
"Sebenarnya tidak selalu berdua. Wanita itu selalu kemana-mana bersama managernya. Aku seolah seperti pengawal untuk mereka."
Aku menundukkan kepalaku dan kini memainkan kuku-kuku jariku karena mulai merasa tak senang dengan perbincangan kami. Tapi apa boleh buat? Julian bahagia dengan pekerjaan pertamanya, dan aku tak patut mengaturnya. Cemburu? Oh ayolah, Veronna. Jangan bertingkah bodoh dan posesif.
"A-apa dia cantik, Ju?" Tanyaku sekali lagi, dan aku berjanji itu adalah pertanyaan terakhir yang akan kulontarkan mengenai pekerjaan Julian demi melunasi rasa penasaranku.
Julian kini tampak berpikir.
"Yaah... Bagaimana menurutmu wajah seorang model? Umumnya cantik, bukan?"
Aku kini tertawa getir mendengar jawaban cerdas Julian. Benar, aku melontarkan pertanyaan bodoh yang tak perlu jawaban. Tapi setidaknya Julian menjawab dengan jujur. Kuharap Ia takkan jatuh cinta pada bossnya sendiri dan berbuat macam-macam..
Aku menghembuskan nafasku berat, tapi kurasa Julian menyadari ketidaksenanganku. Kini pria itu mengulurkan tangannya dan menarik daguku untuk mensejajarkan pandangan kami.
"Kenapa? Kau cemburu?" Tanyanya pelan membuatku segera menepis tangannya sambil terkekeh paksa.
"T-tidak.."
Entah setan apa yang merasukki tubuhku, kini aku mendekat kearah Julian dan menjatuhkan tubuhku di pelukannya. Kenapa, Ju? Kenapa harus aku yang lebih dulu mendekat padamu? Apa kau tak sadar aku membutuhkan kenyamanan darimu?
"Kau tahu, kan? Aku mencintaimu, Julian." Bisikku serak.
Julian terdiam di dalam dekapanku, tapi aku dapat merasakan detak jantungnya yang berpacu cepat karena aku meletakkan kepalaku di dadanya.
"Kumohon, jangan buat aku terus cemas dan memikirkanmu.."
Aku tahu, Julian pasti tak mengerti maksud ucapanku. Tapi apa perlu aku melontarkan secara terang-terangan padanya bahwa aku ingin Ia lebih menunjukkan rasa cinta dan kasih sayangnya padaku?
"Veronna.. Kau tak perlu cemas."
See? Ia tak mengucapkan 'Aku juga mencintaimu.' seperti yang kuharapkan.. Apa Ia masih juga terlalu malu?
***
22 Juni 2018.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Mysterious Customer
Romance9 April 2018 - on going Halo, namaku Veronna Seanee Carl. Aku berusia 21 tahun dan bekerja di sebuah cafe di pinggir kota Dallas. Judul kisahku adalah My Mysterious Customer, tapi jangan kalian pikir bahwa aku memiliki sebuah cafe. Aku hanyalah seor...