Veronna's Point of View
Aku tersenyum mengingat tingkah aneh Julian beberapa hari lalu, di malam saat Ia memutuskan untuk tinggal di rumahku. Ia sempat bertanya, "Ve, apa aku harus tidur seranjang denganmu? Atau.. Bagaimana?"
Ia selalu bertingkah polos seolah Ia akan membangunkan singa yang tidur jika memperlakukanku layaknya seorang tunangannya. Sungguh pria yang aneh.
Kini aku menolehkan kepalaku menatap Julian yang sedang berbaring membelakangiku, tapi aku tahu Ia tidak sedang tidur.
Malam ini udaranya sangat sejuk, dan entah mengapa rasanya aku ingin sekali memeluk Julian. Tapi lihatlah, pria itu bertingkah egois, sudah 15 menit Ia berbaring membelakangiku.
Aku mendesah pelan disusul dengan sebuah helaan nafas kasar, dan detik berikutnya Julian menoleh padaku sebelum akhirnya membalikkan tubuhnya kini menghadapku. Kodeku berhasil mendarat sempurna di otaknya. Kerja bagus.
"Rasanya canggung, ya. Aku sekarang tidur ditemani olehmu, tapi kita tak berbincang."
Aku yakin Julian pasti ingin meremas rambutnya frustrasi karena kini aku kembali mengungkit permasalahan tentang dirinya yang tak mampu mencari topik perbincangan bersamaku. Pria ini sungguh cuek dan aku sangat benci itu. Andai saja Julian adalah sosok yang humoris, pasti saat ini kamar kami tengah dibalut suasana menyenangkan dan penuh kehangatan.
"Apa kau tak bisa tidur?" Tanyanya pelan membuatku menoleh menatap kedua matanya yang indah.
Aku menggeleng, "Bukan, aku hanya ingin meluangkan sedikit waktuku untuk berbincang denganmu sebelum tidur."
Pria itu tersenyum mendengar kalimat yang keluar dari mulutku barusan yang kulontarkan dengan wajah masam.
"Kau sangat manis, Ronna."
Bukannya merasa senang dengan pujian itu, kini aku memutar bola mataku. Pria ini benar-benar garing. Entah sudah berapa kali aku kesal akibat sikap pendiam dan kakunya itu.
Jika terus menunggu Ia yang memulai, bisa-bisa waktuku terbuang. Kini aku pun memiringkan tubuhku kearahnya membuat kami kini berbaring berhadapan.
Aku memutuskan untuk mengambil satu tangan Julian dan menempatkannya diatas permukaan perutku dengan kasar.
"Sesekali apa kau tak bisa menyapa bayimu, hm? Ayolah, apa kau tak punya perhatian untuknya?" Ujarku sebal membuat Julian kembali tersenyum manis sambil menepuk-nepuk perutku dengan lembut.
"Aku yakin bayiku selalu sehat dan sudah bahagia, karena ibunya adalah kau, Ronna."
"Tapi tidak berarti Ia tak butuh kasih sayangmu, bukan?"
Tangan Julian kini merambat dari perutku dan berakhir mengelus pipiku dengan lembut. "Kau tahu? Kau satu-satunya hartaku yang paling berharga."
Julian sempat menghela nafas sebelum akhirnya kembali melanjutkan kalimatnya, "Mm maksudku, kalian hartaku yang paling berharga."
Aku kini memutuskan untuk mengukir senyum kecil di bibirku mendengar ucapan Julian. Aku yakin pria itu sedang mencoba memecah suasana dingin yang semula menyelimuti kami, dan aku menghargai usahanya itu.
Kini aku merapatkan tubuhku mendekat ke tubuh pria itu sebelum akhirnya menempelkan pipiku di dadanya.
"Hmm.. Sebenarnya hubunganmu dan Telana sejauh apa, Ju?" Aku memejamkan mataku seraya melontarkan pertanyaan yang telah membuatku terus gelisah itu.
Pria itu bergumam pelan, "Hmm."
"Aku dan Telana tak pernah lebih dari sekedar teman. Tapi jika ada kemungkinan pun, lebih dari itu mungkin kami hanya akan menjadi teman dekat."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Mysterious Customer
Romance9 April 2018 - on going Halo, namaku Veronna Seanee Carl. Aku berusia 21 tahun dan bekerja di sebuah cafe di pinggir kota Dallas. Judul kisahku adalah My Mysterious Customer, tapi jangan kalian pikir bahwa aku memiliki sebuah cafe. Aku hanyalah seor...