"Ronna, lepas celemekmu."
Ucapan yang keluar dari mulut Jeremy sontak membuatku mengalihkan pandanganku kearahnya. "Apa? Kenapa? Kau tidak memecatku kan, Jer?"
Aku sempat menelan ludahku sejenak sebelum akhirnya Jeremy terkekeh lalu menggelengkan kepalanya. "Bodoh, tidak. Ayo ikut aku mengambil biji kopi. Hari ini aku dapat banyak kiriman dari luar negeri."
Aku menghela nafasku lega mendengar jawaban Jeremy, setelah itu aku segera melepas celemekku dan menyimpannya di rak penyimpanan.
"Roxy, aku pergi dulu ya." Ujarku menepuk bahu Roxy yang tengah menuangkan sebuah kue keatas piring kecil. Perempuan itu mengangguk lalu tersenyum.
Setiap bulan Jeremy selalu mengambil biji kopi yang dikirimkan dari luar negeri menggunakan sebuah mobil box di tempat penyimpanan miliknya, dan biasanya, Ia akan meminta 1 orang pegawainya secara bergilir untuk membantunya. Dan kali ini adalah giliranku untuk membantu Jeremy mengambil biji kopi itu.
Hari ini adalah hari Minggu, dan setiap akhir pekan jadwal pulangku adalah pukul 5 sore karena pada hari itu cafe kami buka dengan durasi lebih panjang dari hari-hari biasa.
Aku menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiriku, dan kini aku bisa melihat jarum jam menunjukkan bahwa sekarang adalah pukul setengah 5 sore. Ah, hari ini aku pasti pulang malam, karna perjalanan ke tempat penyimpanan biji kopi milik Jeremy cukup jauh, bisa menghabiskan waktu satu jam sekali jalan.
Sepanjang perjalanan, aku dan Jeremy membicarakan tentang banyak hal, entah pekerjaan, pendidikan kami dahulu, keluarga, dan apapun, bahkan terkadang kami tak sungkan membagi sedikit cerita tentang kehidupan pribadi kami. Aku berani membagi cerita pribadiku pada Jeremy dan Roxy, karena mereka tak pernah mencampuri urusan hidupku, yang mereka lakukan hanya sebatas menjadi pendengar baik untukku.
Jeremy bahkan menceritakan padaku tentang mantan kekasihnya yang materialistis, sementara aku hanya bisa bercerita padanya mengenai Raymond yang berselingkuh di belakangku. Dan pada akhirnya, kami mengasihani satu sama lain.
Meski Jeremy membuka usaha kecil-kecilan, tapi sebenarnya Jeremy berasal dari keluarga yang mapan. Jeremy hidup sebagai pria yang mandiri dan aku sangat kagum terhadap pria yang sudah kuanggap seperti kakakku ini.
Kurang lebih 1 jam kemudian kami sudah sampai di tempat penyimpanan biji kopi milik Jeremy dan saudara sepupunya. Jadi Jeremy bekerja sama dengan saudara sepupunya yang memegang peran untuk mengirim pasokan biji kopi itu ke tempat ini. Dan tempat ini sendiri selalu dijaga oleh 2 orang teman mereka.
"Halo! Apakah kopinya sudah siap?" Teriak Jeremy riang menyapa kedua teman yang selalu berada di tempat penyimpanan biji kopinya ini.
"Oi, sebentar lagi selesai, Jer. Tunggu sebentar ya!"
Jeremy mengacungkan ibu jarinya kemudian mengedarkan pandangan ke sekelilingnya sambil merenggangkan otot-otot tubuhnya.
Ketika tengah mengedarkan pandangannya, tiba-tiba aku melihat kedua mata Jeremy seolah menangkap sesuatu membuatku menoleh kearah sesuatu yang sedang ditatap olehnya.
"Eh, sepertinya mobil sedan itu yang sepanjang perjalanan berada di belakang mobil kita tadi."
Aku mengernyit mengikuti arah objek yang ditunjuk oleh Jeremy. Detik berikutnya aku mengumpat di dalam hati.
Sialan.
Apakah itu Julian? Jangan bilang Ia juga mengikutiku sampai kemari.
Ah tapi tidak mungkin. Bisa saja itu hanya perasaanku, mungkin saja orang itu memiliki kepentingan lain dan secara kebetulan Ia memarkirkan mobilnya di dekat tempat penyimpanan kopi ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Mysterious Customer
Romance9 April 2018 - on going Halo, namaku Veronna Seanee Carl. Aku berusia 21 tahun dan bekerja di sebuah cafe di pinggir kota Dallas. Judul kisahku adalah My Mysterious Customer, tapi jangan kalian pikir bahwa aku memiliki sebuah cafe. Aku hanyalah seor...