"Veronna."
Aku mencoba menahan isak tangis yang keluar dari mulutku ketika mendengar suara Roxy yang datang mendekat. Dan sejenak, aku dapat merasakan wanita itu memelukku yang tengah meringkuk dari belakang.
"Maafkan aku. Aku tak tahu bahwa kau se-terbeban ini." Bisiknya parau, aku yakin Ia dapat merasakan kedua bahuku yang bergetar.
"Maafkan aku yang sempat berpikir bahwa tadi kau keterlaluan, Ve. Kau pasti saat ini sangat terpukul karena sikap ketus Jeremy tadi.."
Aku mengangkat wajahku yang semula kutenggelamkan dalam kedua lenganku yang terlipat dan bertumpu diatas kedua lututku.
Kini aku menatap wajah Roxy yang tampak simpatik terhadapku. "Its okay, Xy. Aku tadi memang sudah keterlaluan, tapi aku tak sadar dengan apa yang kulakukan."
"Sebenarnya ada apa diantara dirimu dan pria itu? Selama ini kau selalu menendamnya sendiri.. Bukankah itu menyakitkan? Aku yakin Jeremy bersikap ketus padamu karena Ia tak tahu sebenarnya apa yang kau alami, dan aku yakin kau pun punya alasan mengapa kau berbuat seperti tadi."
Keheningan menyelimutiku dan Roxy ketika wanita itu menawarkan dirinya untuk menjadi pendengar bagiku. Tapi kurasa masalahku ini tak harus kubagikan pada orang lain, karena aku merasa ini terlalu pribadi.
"Aku tak apa, Xy. Sungguh. Aku hanya sedang kehilangan akal." Ujarku sambil memukul kepalaku pelan.
"Tak apa jika kau ingin menyimpan privacymu, Ve. Tapi jika kau butuh berbagi ceritamu, aku selalu disini untukmu. Kuharap suatu saat aku bisa membantu meringankan bebanmu. Kau boleh simpan itu sendiri, tapi kumohon, jangan sedih berlarut-larut, mengerti?"
Aku menganggukkan kepalaku menatap Roxy sebelum akhirnya aku memeluk tubuhnya yang mungil sebagai tanda terima kasihku atas ketulusannya.
Mungkin kalian tak habis pikir, kenapa aku bersikeras untuk menghindari Julian. Kenapa aku selalu menolak untuk berhadapan dengannya, dan kenapa aku seolah sangat membencinya. Tapi yang terjadi sebenarnya adalah, aku sudah lelah dengan semuanya.
Sudah bertahun-tahun aku mendapatkan masalah karena berhadapan dengan Julian, dan aku tak mau lagi mendapatkan lebih banyak masalah karenanya.
flashback starts
(17 years old Veronna, Julian, & Raymond)"Ayo Ve, pulanglah bersamaku. Naiklah ke motorku, cepat." Ujar Julian menarik pergelangan tanganku, namun aku menghempaskan tangannya.
"Tidak, Ju, terima kasih. Tapi aku akan pulang bersama Raymond." Ujarku menatap Julian yang kini tampak mengeraskan rahangnya setelah mendengar ucapanku.
"Kenapa kau harus pulang dengannya? Rumah kita kan bersebelahan, lebih baik kau pulang denganku."
Aku menggelengkan kepalaku menanggapi Julian yang begitu keras kepala. "Tentu saja aku pulang dengannya, Ju. Raymond adalah kekasihku. Lebih baik sekarang kau pulang duluan."
Julian masih bersikukuh memaksaku pulang bersamanya sebelum akhirnya Raymond datang dan membawaku meninggalkan Julian dengan motornya.
Pada akhirnya Raymond mengantarku pulang dengan motornya, tapi entah mengapa Julian sangat keras kepala, Ia terus mengekoriku dan Raymond yang mengendarai motor dengan kecepatan tinggi.
Padahal Raymond adalah kekasihku, sementara Julian bukan siapa-siapa untukku, tapi Julian bersikap seolah Ia adalah kekasihku dan Ray telah merebutku darinya. Pria itu terus mengikutiku dan Ray, dan entah bagaimana caranya, Raymond menjebak Julian hingga pria keras kepala itu jatuh dari motor dan lengannya terluka.
Aku sempat marah pada Raymond yang bertindak tanpa berpikir, tapi kurasa Julian juga bersalah. Raymond terus menahanku yang mencoba untuk membantu Julian.
Setelah Raymond mengantarku pulang, tak lama kemudian aku menatap Julian yang juga tiba di depan rumahnya dengan seragam di bagian lengan yang penuh darah.
Jantungku berdebar begitu kencang ketika mobil ibu Julian pun tiba-tiba muncul dan terparkir rapi di halaman rumah mereka. Wanita paruh baya itu segera turun dari mobilnya bersama dengan ibuku yang notabenenya adalah asisten pribadinya begitu melihat Julian--anak lelakinya pulang dengan tubuh yang penuh luka.
"Ada apa denganmu, Julian?!" Pekik wanita itu dengan wajah yang memerah padam.
"Aku tak apa, ma. Tadi aku hanya jatuh dari motor. Kecelakaan kecil." Ujar Julian mencoba terkesan santai, tapi ibunya kini melemparkan pandangan sinisnya terhadapku.
"Kau pasti tahu kan apa yang terjadi dengan Julian?" Teriak ibu Julian kearahku membuatku berdiri mematung di tempatku dengan debaran jantung yang tak karuan.
"Veronika, lagi-lagi anakmu itu membuat ulah pada anakku! Lihat! Julian celaka seperti ini, pasti semua karena dia!"
Veronika--ibuku hanya dapat terdiam menatapku dengan kerut di dahinya. Ia tak dapat membelaku karena Ia tak tahu apa yang terjadi dan di sisi lain pun Ia tak berani membantah atasannya sendiri.
"Ma, Veronna tak berbuat apapun padaku."
"Diamlah, Julian. Kau selalu berbohong padaku soal Veronna. Katakan padaku apa lagi yang kau lakukan terhadap Julian?" Ibu Julian--Katherine yang semula menatap Julian kini melemparkan kembali pandangannya kearahku.
"T-tadi Julian jatuh dari motor saat mencoba menyusulku." Ujarku gugup, dan detik berikutnya aku melihat tatapan Katherine semakin menajam kearahku.
"Berhentilah mencari perhatian pada Julian, Ve! Sudah berapa kali kukatakan padamu untuk menjaga jarak dengan anakku, hm? Kau ini hanya bisa membuatnya celaka!"
Katherine terus berteriak padaku, dan kini aku hanya dapat merasakan pipiku yang memanas karena menahan tangis.
Tak lama kemudian Katherine kembali menatap Julian, "Julian cepat masuk. Biarkan Veronika yang mengobati lukamu, dan ingat, jangan temui Veronna lagi, mengerti?"
Wanita paruh baya itu kemudian melangkahkan kakinya masuk kedalam rumah meninggalkan Julian dan ibuku yang masih berdiri dengan suasana canggung di pekarangan rumah.
Ibuku hanya dapat melemparkan raut wajah sedihnya menatapku yang terus menerus dituduh dengan hal yang tidak-tidak oleh majikannya sebelum akhirnya Ia menuntun Julian masuk kedalam rumah.
Tubuhku ambruk ketika sudah tak ada seorang pun yang menyaksikanku yang sudah tampak seperti wanita tolol. Ini bukan pertama kalinya ibu Julian memarahiku habis-habisan karena Ia menganggap aku terus mendekati anaknya.
Aku sudah lelah. Padahal Julian yang terus saja mencoba mendekatiku, tapi ibu Julian selalu menganggap sebaliknya bahwa aku yang terus saja mendekati anak semata wayangnya itu.
Aku tahu Katherine tidak pernah menyukaiku. Ia tak mungkin terima jika Julian jatuh cinta pada anak dari asistennya sendiri. Ia pasti menganggap bahwa aku hanya akan merugikan keluarga mereka karena keluargaku miskin.
Padahal sebenarnya, aku sama sekali tak pernah tertarik pada Julian dan tak pernah berpikir untuk menjalin hubungan dengannya sama sekali..
flashback ends
Kejadian itu hanya salah satu dari puluhan lainnya saat aku disakiti oleh ibu kandung Julian. Apakah sekarang kalian sudah mengerti mengapa aku selalu menghindari pria itu?
Berdekatan dengannya hanya akan membawa musibah bagiku dan keluargaku. Dulu ibuku yang tak bersalah apapun selalu dihina oleh Katherine setiap kali Ia merasa aku mengganggu Julian. Dan pada suatu ketika, secara tiba-tiba Katherine memecat ibuku tanpa alasan setelah ibuku mengabdi padanya selama 11 tahun. Dan aku yakin, Katherine melakukan itu karena ada hubungannya denganku dan Julian yang sebenarnya tidak pernah memiliki hubungan lebih dari sekedar 'saling kenal'.
***
Nah, akhirnya masalalu Veronna terkuak nih. Kasian juga kan? Hayo, kalian kasian sama Julian atau sama Veronna nih?
Kutunggu votes dan commentsnya ya, guys!!
Please stick out with this story! ❤️
12 April 2018.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Mysterious Customer
Romance9 April 2018 - on going Halo, namaku Veronna Seanee Carl. Aku berusia 21 tahun dan bekerja di sebuah cafe di pinggir kota Dallas. Judul kisahku adalah My Mysterious Customer, tapi jangan kalian pikir bahwa aku memiliki sebuah cafe. Aku hanyalah seor...