It's Okay I'm Okay

3.5K 238 9
                                    

Author's Point of View

Julian terus menatap jarum jam yang melingkar di tangan kanannya. Sejak 1 jam lalu Ia sudah kembali ke rumah setelah Bridgette memberikan libur untuknya, namun Ia pulang dalam keadaan rumah yang kosong. Entah Veronna pergi kemana, tapi sampai kini wanita itu belum kembali.

Julian merasa khawatir, tapi mungkin saja Veronna hanya belanja sesuatu yang Ia butuhkan, lagipula sekarang ini masih pukul 2 siang. Julian pikir seharusnya Ia hanya khawatir jika Veronna keluar saat langit sudah gelap, jadi kini Ia mencoba menenangkan dirinya.

Pria itu menghabiskan waktu menunggu wanitanya pulang dengan menonton televisi, hingga akhirnya 20 menit kemudian Ia mendengar suara pintu pagar yang terbuka.

Julian sontak segera bangun dari duduknya dan membuka pintu rumah mereka, membuat Veronna terkesiap menatap Julian dari kejauhan. Wanita itu tak mengira Julian sudah pulang ke rumah.

Tanpa sepengetahuan Julian, Veronna mencoba mengeringkan beberapa butir air di pelupuk matanya dan mencoba mengatur nafasnya karena Ia yakin sepanjang perjalanan tadi wajahnya pasti memerah karena Ia menahan tangisnya.

Wanita itu benar-benar terus memikirkan prianya yang tadi siang sempat Ia lihat tengah berduaan bersama Telana. Bahkan sampai selesai kegiatan check up dan berjalan pulang ke rumah, Ronna masih terus memikirkan itu. Entahlah, entah karena Ia sangatlah cemburu hingga ingin menangis atau karena mood swing yang di alaminya membuat dirinya menjadi emosional luar biasa.

"Veronna, darimana kau?"

Julian mengulurkan tangannya ketika Veronna sampai di ambang pintu rumah, membuat wanita itu segera menggenggam tangan Julian hingga pria itu menuntunnya masuk ke dalam rumah.

Mereka kini duduk di sofa ruang tamu dan Julian kini mengusap rambut Veronna yang tampak terdiam.

"Sayang, kau darimana? Hm?"

"Aku baru saja check up kandungan. Bulan lalu aku sudah absen check up makanya hari ini aku pergi." Jawab Veronna seadanya.

Julian kini mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Mmm.. Sudah berapa bulan bayi kita?" Tanya pria itu polos sambil menggaruk tengkuknya.

Veronna menundukkan kepalanya tanpa mau menatap wajah Julian. "5 bulan 2 minggu." Bisiknya sambil mencoba mengalihkan pandangannya pada objek lain selain Julian yang kini tengah menatapnya.

"Ah iya, perutmu sudah sangat besar sekarang. Tidak terasa ya, sebentar lagi Ia akan datang." Ujar Julian tersenyum membuat Veronna hanya mengulas senyum kecil di wajahnya.

Veronna kini memegangi perutnya sebelum akhirnya hendak bangkit berdiri, namun Julian mengerutkan keningnya dan segera menggenggam pergelangan tangan wanita itu.

"Kau mau kemana?"

"A-aku mau ke kamar."

"Duduklah dulu. Kenapa kau menghindariku? Apa kau tak ingat tadi pagi kau merengek padaku untuk tak pergi bekerja, hm? Sekarang setelah aku ada di sampingmu, kau mengabaikanku?"

Veronna kembali mendudukkan dirinya setelah mendengar celoteh panjang lebar yang tak biasa Julian lontarkan padanya. Ia kini hanya menatap lurus kedua bola mata pria yang berada di hadapannya itu.

"Kenapa? Kau daritadi diam saja. Apa kau tak penasaran kenapa aku bisa ada di rumah di saat seperti ini?"

Veronna mencoba menarik bibirnya untuk tersenyum. Wanita itu berusaha keras untuk bersikap biasa saja meski sebenarnya Ia merasa terluka karena hal yang tak pasti.

Ia kini mengulurkan tangannya dan mengelus rambut Julian lembut. "Apa bossmu memecatmu?"

Julian terkekeh sebelum akhirnya mengacak rambut Veronna kesal. "Tentu saja tidak! Ia memberikanku libur sampai 5 hari kedepan. Jadi aku akan menemanimu."

"Oh.. begitukah?"

Julian mengerutkan kening ketika mendengar reaksi yang teramat biasa saja dari mulut wanita kesayangannya tersebut.

"Oh? Hanya oh? Apa kau tak merasa senang?"

Veronna menggeleng, "Tentu saja aku senang. Kau ini bicara apa?" Ujarnya terkekeh kecil.

Julian hanya bisa menghela nafas dan tersenyum. Pria itu menarik Veronna ke dalam pelukannya. Namun semakin Julian memperlakukannya dengan manis, semakin Ia merasakan hatinya yang begitu sakit.

Kenapa saat Ia ingin dimanja oleh Julian, pria itu tak pernah peka dan malah bertingkah cuek. Tapi saat Veronna sedang emosi dan tak ingin berhadapan dengannya, pria itu malah bertingkah manis padanya.

Veronna hanya bisa membalas peluk Julian ketika Ia merasakan pria itu terus mengelus punggungnya dengan lembut. Namun detik berikutnya, suara isak tangis terdengar menghiasi suasana mereka membuat Julian menautkan alisnya bingung.

"Ve?"

Julian berbisik namun Veronna tak membalas panggilannya dengan sebuah kalimat, melainkan dengan sebuah isak tangis yang semakin terdengar sendu.

Julian segera melepas pelukannya untuk menatap wajah Veronna, namun ternyata wanita itu kini tengah menangis, menitihkan seluruh air matanya mengalir membasahi kedua pipinya.

"Sayang? Ada apa? Apa aku menyakitimu?"

Julian mengangkat dagu Ronna dan mencoba membuat Ronna menatap matanya, namun wanita itu menggeleng.

"Sshhh.. Kumohon beritahu aku, ada apa? Kenapa kau menangis?"

Wanita itu kembali menggelengkan kepalanya. Dengan susah payah Ia mencoba menghentikan tangisnya, namun Ia tak sanggup. Semua pertahanannya runtuh begitu saja setelah mendapat perlakuan manis dari Julian.

Sebenarnya Veronna ingin sekali marah pada Julian dan mempermasalahkan pria itu yang tadi siang sempat bertemu dengan Telana. Ia juga sebenarnya memiliki hak untuk bertanya pada Julian mengapa Ia bisa bertemu Telana. Namun Ia memilih tak melakukannya. Ia merasa bukan saat yang tepat untuk berdebat dengan Julian saat ini.

Veronna sadar saat ini adalah saat dimana Ia paling membutuhkan Julian. Ia tengah mengandung, dan Ia butuh Julian berada di sampingnya. Dan jika Ia menyulut pertengkaran dengan pria itu, bisa saja pria itu meninggalkannya. Dan Ia tak mau itu terjadi.

Lebih baik Ronna merelakan Julian untuk melakukan apa saja yang Ia mau selama Ia tak meninggalkan dirinya.

"Apa kau menangis karena aku menanyakan usia kandunganmu? Maafkan aku, maaf aku tak ingat.. Maaf jika kau merasa aku kurang memperhatikanmu.."

Sebenarnya memang ada sedikit kekecewaan yang terbesit di hati Veronna karena Julian sama sekali tak memperhatikan bayinya, namun itu bukan faktor utama yang membuat dirinya menangis saat ini.

Veronna kini mengangkat wajahnya untuk menatap Julian. Wanita itu sungguh mencintai Julian. Dan ingin rasanya Ia memukul kepalanya karena bisa-bisanya Ia jatuh terlalu dalam untuk pria itu, padahal awalnya Julian yang tampak akan jatuh sangat dalam untuknya.

Kini Ia menyapu air mata di wajahnya dengan jemari mungilnya. "Kau memang tak pernah memperhatikanku dan bayiku."

Dan setelah itu Julian hanya bisa menatap Veronna dengan perasaan bersalah sambil terus meminta maaf.

***

Halo semuanya! Maaf sudah menunggu lama! :(
30 Juli 2018.

My Mysterious CustomerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang