Veronna's Point of View
Hari ini aku off bekerja, dan itu artinya aku bisa refreshing sedikit demi melepas penat pekerjaan. Aku memutuskan untuk melakukan belanja bulanan di supermarket, dan... Julian menemaniku!
Pria itu saat ini tengah meletakkan sebatang rokok di mulutnya, tapi aku menautkan alisku ketika Ia baru saja ingin menyalakan korek di ujung puntung rokok itu.
Aku hanya mendesah berat menatap tingkahnya, tapi pria itu tiba-tiba menoleh menangkap pandangan mataku, dan detik berikutnya, kini pria itu segera mengambil kembali rokok itu dari mulutnya dan memasukkan kembali ke dalam sakunya.
"Ah, maafkan aku. Aku lupa sedang bersamamu." Ringisnya kemudian membuatku menarik sedikit senyumku.
Apakah saking kesepian dirinya sampai Ia lupa bahwa Ia saat ini tengah bersamaku? Aku masih tersenyum mengingat apa yang barusan Julian lakukan di hadapanku. Pria ini sangat konyol.
"Hm, aku bosan kalau setiap hari menghadapimu yang kaku begini."
Julian menoleh menatapku intens, tapi Ia masih tetap tak bisa menentukan jawaban seperti apa yang harus Ia lontarkan padaku.
"Ayolah, cari topik pembicaraan. Masa setiap bertemu denganku, kau selalu mendiamkanku? Kalau begitu aku juga bisa pergi belanja sendiri, toh rasanya sama saja."
Aku berdecak membuat Julian meremas rambutnya. Ia tampak bingung harus bagaimana, tapi aku tak tega menyudutkannya, jadi aku kembali membuka suara.
"Yah, aku masih tak menyangka kau setenang dan secuek ini. Bagaimana pria sepertimu bisa melakukan hal-hal ternakal pada wanita sepertiku, ya?"
Pria itu menghela nafas panjang.
"Maaf, Ve. Entah mengapa aku tak bisa mengendalikan rasa gugupku karena sekarang setiap aku bersamamu, kau selalu memperhatikanku. Tapi dulu, kau begitu masa bodoh makanya aku berani bertingkah di depanmu."
Akhirnya, kalimat terpanjang yang mungkin akan Ia lontarkan hari ini telah kudengar. Aku mengangguk maklum mendengar penjelasannya.
"Sebenarnya, apa yang kau pikirkan saat itu sampai kau berani melakukannya?" Tanyaku serius, membuat keheningan sejenak menghujam kami.
Julian berdeham sambil menggaruk tengkuknya.
"Sebelumnya aku benar-benar minta maaf, Ve. Tapi kurasa waktu itu aku sedang kehilangan akal, dan perdebatan batinku sudah mencapai puncak sampai aku memaksakan diriku untuk bisa mendapatkanmu malam itu juga. Aku rasanya ingin melupakan kebodohanku itu."
Hatiku tercelos mendengarnya. Bukan, bukan karena Ia memaksa untuk memilikiku yang tak menginginkannya. Tapi karena Ia mengatakan bahwa malam itu sepertinya Ia sedang kehilangan akalnya dan Ia ingin lupa tentang itu.
Berarti, saat ini pria itu sedang dalam pikiran yang jernih, dan bisa saja Ia menyesali apa yang telah Ia perbuat malam itu kan? Dan bisa saja Ia menyesal harus mendampingiku sekarang, karena aku telah mengandung anaknya.
Aku terdiam tanpa menjawab satu patah kata pun padanya. Dan kami berdua kini sama-sama membisu sepanjang perjalanan.
Aku memilih untuk masa bodoh dengan apapun yang Julian rasakan, baik itu menyesal ataupun tidak. Ia sudah melakukannya padaku, kenapa harus aku yang memikirkan apakah Ia menyesal atau tidak padahal akulah korbannya?
Entah mengapa aku seketika tidak mood mencari topik lagi. Veronna, please. Berhentilah mencoba menarik perhatiannya duluan.
Awalnya aku mencoba untuk selalu mencari topik duluan karena aku telah mengetahui bahwa ternyata selama ini Julian butuh teman. Tapi ternyata, sepertinya aku malah jadi terlihat seperti wanita pencari perhatian.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Mysterious Customer
Romance9 April 2018 - on going Halo, namaku Veronna Seanee Carl. Aku berusia 21 tahun dan bekerja di sebuah cafe di pinggir kota Dallas. Judul kisahku adalah My Mysterious Customer, tapi jangan kalian pikir bahwa aku memiliki sebuah cafe. Aku hanyalah seor...