I Don't Understand

4.6K 318 10
                                    

Veronna's Point of View

Aku membuka kedua mataku ketika merasakan terobosan cahaya yang menembus gordyn kamarku. Kepalaku terasa berat pagi ini. Ya benar, kurasa semalam aku pingsan setelah merasakan pusing yang luar biasa karena kehujanan.

Aku mencoba menyingkap selimut yang kupakai dan mendudukkan diriku, namun aku terperanjat ketika melihat Julian yang masih tertidur dengan tangan yang berada diatas perutku.

Ya Tuhan. Saat ini Julian tertidur dengan posisi duduk di lantai dengan kepala dan lengannya yang bersandar di ranjang tidurku. Kurasa Ia menjagaku semalaman. Dan bodohnya, ranjang tidurku ini cukup untuk 2 orang, kenapa Julian malah memilih untuk tidur di lantai dan membiarkan bagian disampingku kosong?

Aku mencoba menurunkan diriku dari tempat tidur tanpa membangunkan Julian. Ingin rasanya memindahkannya keatas kasur, tapi bagaimana caranya? Akhirnya aku hanya mampu menutupi punggung Julian dengan sebuah selimut bulu yang lembut.

Dahiku mengernyit mengingat kejadian semalam. Katherine menamparku, untuk pertama kalinya Ia menyakitiku secara fisik. Kurasa kebenciannya semakin menggunung padaku hingga saat ini Ia berani melampiaskan kemarahannya bukan hanya melalui ucapan lagi.

Tentu saja hatiku sesak memikirkannya. Aku mengusap lembut perutku sambil bersandar di ambang pintu kamar. Aku yakin bayiku pasti sedih, Ia menjadi saksi dimana neneknya sendiri memukul ibu kandungnya. Mengenaskan..

Aku menggelengkan kepalaku dan berusaha melupakan itu. Melangkah pelan kearah dapur, aku menyiapkan susu kehamilanku.

"Minggu ini adalah minggu ke-15 untukmu, anak manis. Kau harus kuat, mengerti?" Ucapku pada diriku sendiri sambil mengelus permukaan perutku yang sudah menonjol.

Setelah menyeduh susu kehamilanku, aku membawa gelas itu untuk meminumnya di teras rumah sambil merasakan udara pagi hari yang sejuk. Ini baru pukul 7 pagi, dan biasanya aku bersiap-siap bekerja sekitar jam setengah 9 atau lebih sedikit.

Saat emosiku sedang tak stabil, aku seringkali memikirkan nasib hidupku. Mengapa takdirku seperti ini, ya? Aku masih tak mengerti apakah Julian benar-benar jodohku? Barangkali bisa ada 2 kemungkinan, yang pertama Julian adalah benar jodohku dan pada akhirnya kami akan hidup bahagia tanpa diusik oleh Katherine lagi. Dan kemungkinan kedua adalah Julian yang ternyata bukanlah jodoh sejatiku, dan aku takkan bersatu dengan Julian semasa hidupku.

Tapi entah mengapa, memikirkan halangan yang begitu besar menghadang hubunganku dan Julian, aku cenderung berpikir kemungkinan ke-2 adalah jalan hidupku.

Bukan berarti perasaanku yang kini sedang tumbuh untuk Julian itu mulai layu kembali. Tapi aku hanya merasa terlalu lelah untuk memikirkan penderitaan yang akan kudapat lagi, sampai aku rasanya bisa saja pasrah dan rela melepaskan Julian jika memang Ia bukanlah untukku.

Jantungku rasanya meloncat dari tempatnya ketika kini merasakan seseorang menyandarkan dagunya di bahu kananku dari belakang, dan tidak lain tidak bukan, itu pasti Julian.

"Good morning." Bisiknya dengan suara serak.

Aku kini membalikkan tubuhku dan hanya tersenyum dengan kerut di dahiku menatapnya. "Kau mengejutkanku, tahu?"

Aku kembali memutar tubuhku membelakanginya. Entahlah, pagi ini melihat wajahnya terasa menyakitkan untukku. Karena setelah sekian lama aku tak mendengar hinaan dari mulut ibu Julian, dan kemarin aku kembali mendengarnya, kini aku merasa telah menyerah dengan hidupku. Dan aku tak bisa memikirkan apakah aku akan memperjuangkan Julian..

"Apa kau baik-baik saja? Kepalamu tidak pusing, kan?" Tanya Julian memutar tubuhku dan kini menatap wajahku meneliti.

Aku menggeleng dan kini melepaskan tangannya yang memegangi lenganku.

"Aku tak apa, Ju. Lihatlah, wajahku tak pucat kan?" Tanyaku tersenyum kecil kearahnya.

Julian menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Veronna, maafkan aku atas kejadian kemarin. Aku paham kau pasti sangat tersakiti karena ulah ibuku.." Ujarnya pelan membuatku kembali mengukir senyum.

"Tak apa, Ju. Jangan kau pikirkan itu, oke?"

Aku melangkah masuk ke dalam rumah meninggalkan Julian di teras rumahku dengan wajah merasa bersalahnya.

Tidak tahu apa yang terjadi, tapi aku merasa ingin sekali menitihkan air mataku. Apa ini mood swing yang dihadapi ibu hamil?

Rasanya seperti.. Aku ingin bermanja pada Julian, tapi aku harus berusaha menahannya.. Karena aku sendiri tak yakin apakah aku seharusnya melakukan itu padanya. Aku belum yakin apakah Julian adalah pendamping hidupku yang tepat atau sebentar lagi hubungan kami akan retak karena kemunculan Katherine.

"Ronna.." Panggil Julian menyusulku yang baru saja meletakkan gelasku di tempat cuci piring.

Aku hanya bisa menatap Julian dan keheranan karena tingkahnya yang terasa aneh hari ini.

"Aku ingin memelukmu." Bisiknya sebelum menjatuhkan tubuhnya padaku dan melingkarkan kedua lengan kekar itu di tubuhku.

Jantungku hanya dapat berdetak kencang menerima perlakuan asingnya. Biasanya, aku yang selalu ingin diperhatikan olehnya sementara Ia terus bertingkah masa bodoh. Tapi sekarang? Semuanya terbalik, disaat aku bertingkah masa bodoh padanya, Ia mencoba mendapatkan kembali perhatianku.

"Julian, kau ini kenapa?"

"Kau kenapa, Ronna?"

Aku berdeham ketika mendengar Julian yang malah membalikkan pertanyaannya padaku.

"Kau tak biasanya seperti ini." Ujarnya singkat.

Aku hanya dapat mengernyit mendengar ucapannya yang tumben sekali Ia ungkapkan dari dalam hati. "Apa maksudmu? Seperti ini itu seperti apa?"

Aku memaksa untuk terkekeh kecil atas pertanyaan aneh yang ku ungkapkan barusan. Tapi aku menatap Julian yang kini melepas pelukku dan menatapku parau.

"Kau aneh pagi ini." Ringisnya membuatku memutar bola mataku.

"Ya Tuhan, percayalah. Aku tak apa. Kau sedang sensitif, huh?"

Aku tersenyum menatapnya sebelum kembali meninggalkan Julian untuk pergi ke ruangan lain di rumahku. Tapi pria itu terus mengekori langkahku dan kini berujar dari belakang tubuhku.

"Entah mengapa aku merasa akan kehilanganmu.. Dan aku takut, Veronna."

Aku menghentikkan langkahku sebelum memutar tubuhku untuk kembali menghampirinya. Rasanya pedih mendengar ucapan yang keluar dari mulutnya barusan.

Pria itu terus memberikkan ekspresi gelisahnya membuatku kini meletakkan tanganku di pipinya yang lembut.

"Julian, jika aku memang milikmu, kau takkan kehilangan aku." Ujarku pelan sebelum menggenggam tangannya dan mendaratkan sebuah ciuman di punggung tangannya.

Author's Point of View

Julian ingin bersumpah bahwa kini jantungnya berdetak begitu cepat hingga dadanya merasa sesak. Pria itu merasa seperti terbang ketika Veronna dengan langka memberikan kecupan manis di punggung tangannya.

Namun menghadapi sikap Veronna yang tampak berbeda dari biasanya, pria itu merasa heran. Mungkin saja Veronna pagi ini berbeda karena kemarin Ia telah disakiti oleh Ibunya. Tapi Julian sendiri terus memutar otak, apa yang harus Ia lakukan agar Veronna melupakan kejadian itu.

Tak ada yang paham, perasaan takut seperti apa yang kini tengah menaungi Julian. Pria itu merasa janggal karena Veronna tampak terus menghindarinya.

Ia hanya bisa meremas rambutnya frustrasi dengan perasaan tidak enak yang terus menggerayanginya dan meyakinkan dirinya bahwa sebentar lagi Ia akan kehilangan Veronna, meskipun padahal mungkin saja itu hanya perasaannya semata. Tapi Ia terus berdoa bahwa apa yang Ia pikirkan itu takkan benar-benar terjadi. Jika itu benar akan terjadi, Ia takkan pernah memaafkan ibunya.

Setelah bertahun-tahun memperjuangkan Veronna dan kini telah memilikinya, mana mungkin Julian rela kehilangan Veronna karena ulah ibunya lagi? Apalagi saat ini Veronna tengah mengandung darah dagingnya.

***

26 April 2018.

My Mysterious CustomerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang