I Can't Deny Anymore

6.5K 460 9
                                    

Peringatan: Banyak kata-kata kasar!

Author's Point of View

Julian menyalakan rokoknya sebelum akhirnya menghisap rokok itu sambil menatap Veronna yang baru saja berjalan pulang dari cafe.

Wanita itu hari ini memakai terusan se-lutut berwarna putih dan mantel berwarna merah maroon.

Memang sangat hebat skill bersembunyi yang dimiliki Julian. Buktinya, sudah selama 2 bulan Julian memantau Veronna dari jauh, dan perempuan itu sampai saat ini tidak menyadarinya.

Julian hampir saja melempar rokok di tangannya dan bersiap keluar dari mobil sedan miliknya ketika menatap Veronna yang tiba-tiba jatuh tersungkur. Tapi pria itu menahan diri dan kembali menutup pintu mobilnya ketika Veronna bangkit berdiri dengan sendirinya.

Perempuan itu menepuk-nepuk kedua lututnya yang baru saja mencium aspal dan melangkahkan kakinya melanjutkan perjalanan pulang ke rumahnya.

**

Veronna's Point of View

Aku melangkah keluar dari kamar mandi dan mendudukkan diriku di sofa ruang tamu rumahku ketika baru saja selesai mandi sore.

"Sialan memang, kenapa kakiku bisa-bisanya tersandung batu segala tadi." Ujarku meringis sambil memegangi kedua lututku yang memar dan lecet karena tadi sore aku sempat terjatuh ketika sedang pulang dari cafe.

Jika saja ada yang melihat, aku bisa malu setengah mati karena aku terjatuh sendiri, dan bangun pun sendiri. Bodoh, benar-benar memalukan.

Aku meneguk segelas susu kehamilan yang sudah kuseduh barusan.

"Tumbuhlah dengan baik, sayang." Bisikku mengelus perutku yang belum terlihat buncit saat ini.

Aku tersenyum dengan sendirinya mengingat saat aku check up kedua 2 hari yang lalu, dokter mengatakan bahwa janinku tumbuh dengan baik.

Ah, aku tiba-tiba teringat pada saputangan yang pernah Julian berikan padaku waktu itu. Aku segera melangkah ke dalam kamar dan mengambil sapu tangan itu dari dalam laci nakas dan mencium aromanya.

Setiap aku sedang kesepian, aku selalu menghirup aroma saputangan yang Julian berikan padaku itu, dan entah bagaimana caranya, suasana hatiku menjadi lebih tenang setiap mencium aroma itu.

Aku tak tahu apakah ini aroma parfum, aroma toko saputangan itu, atau aroma Julian. Yang pasti, aku sangat menyukainya, meski terkadang aroma itu membuat dadaku sesak dan rasanya aku ingin melihat wajah pria yang memberiku saputangan ini.

Aku pun tak mengerti perasaan apa yang telah hinggap di hatiku ini, kurasa anak yang di dalam kandunganku yang merindukan Julian.

"Veronna... Veronna!"

Aku terperanjat mendengar seseorang memanggil namaku, hatiku tercelos seolah rasanya sangat kebetulan, aku sedang memikirkan Julian, dan kini seseorang sedang memanggilku dari luar.

Apakah mungkin itu memang Julian?

Aku melangkah tergesa-gesa menuju pekarangan rumahku, dan kini dapat kulihat dari ambang pintu, seorang pria dengan topi dan jaket denim berdiri di depan gerbang rumahku dibawah remangnya malam.

Aku melangkah mendekat padanya dengan ragu, dan nafasku tercekat ketika melihat Raymond lah yang datang menemuiku.

"Halo, Veronna!" Sapa pria itu sambil membuka topinya.

Aku mengernyit menatap pria itu, "Mau apa kau kesini?" Tanyaku seadanya, dan Ia langsung mengerucutkan bibirnya mendengar pertanyaaku.

"Huh? Apa aku tak boleh datang berkunjung?" Tanyanya sambil mendengus kesal.

My Mysterious CustomerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang