"Hati-hati ya, Dra." Ghea melambai kecil di balik pagar rumahnya. Senyumnya tercetak mengiringi laju motor Andra hingga tak terlihat ditelan tikungan.
Ghea menghela napas, mencari sedikit ketenangan diri. Sebelum akhirnya membalikkan badan untuk masuk ke dalam rumah.
Melihat suasana rumahnya yang gelap membuat langkahnya terasa berat. Sebelumnya Ghea tak mempermasalahkan Ibunya yang seorang single parent itu sering dinas ke luar kota, namun sekarang ia benar-benar ingin ibunya ada di sini, menemaninya. Sayangnya kepulangan Sang Ibu justru jatuh pada hari minggu, besok.
Indri bilang nggak apa-apa kok.
Ghea jadikan kalimat itu sebagai pupuk semangat untuk kakinya terus melangkah maju. Mereka baik.
BRUK!!!
Ghea nyaris menjerit dan meloncat ketika sebuah benda tiba-tiba jatuh di hadapannya. Tidak ada angin, tidak ada kucing, dan yang lebih jelas di sana tidak ada pohon yang memungkinkan sesuatu untuk jatuh dari atas.
Ghea melirik ke bawah ... dan benar. Entah ini anugerah atau apa, dari suara jatuhnya saja Ghea sudah memperkirakan benda apa yang jatuh itu. Karena suaranya sama seperti malam kemarin.
Ghea menggigit bibirnya, apa sekarang dia berlari saja dan mengejar motor Andra?
Entah mengapa dalam situasi takut paru-parunya benar-benar terasa sesak.Ini nggak apa-apa Ghe, lo cukup lewat dan masuk ke rumah.
Namun sayangnya tubuh Ghea bergerak tak sesuai dengan apa yang barusan hatinya utarakan, ia justru berjongkok dan meraih buku itu. Meskipun tangannya bergetar. Dan entah diremote-ti oleh siapa, Ghea membuka buku itu.
Di halaman pertama masih sama, ada 6 nama temannya. Namun bukan itu, ada tulisan baru di atasnya.
'Mari kita mulai.'
Spontan Ghea langsung melempar buku itu. Wajahnya berubah pucat dengan pikiran negatif yang sudah tak karuan. Cepat-cepat ia membuka kunci dan bergegas masuk. Mungkin ini semua hanya halusinasinya. Ghea perlu istirahat yang cukup agar otaknya bisa berpikir logis kembali.
oOo
Tok... Tok... Tok....
Ghea yang baru saja hendak memejamkan mata membelalak kembali.
Ia diam sejenak dan menajamkan pendengarannya. Memastikan bahwa barusan ia tak salah dengar.Tok... Tok... Tok....
Ketukan itu kembali terdengar, dan Ghea rasa itu berasal dari arah jendela kamarnya.
'Positive thinking Ghe, positive thinking.' Ghea menghembuskan napas kecil. Karena buku itu Ghea sekarang menjadi paranoid. Mungkin saja kan itu orang yang hendak bertamu hampir tengah malam seperti ini namun tidak tahu di mana letak pintu, atau kucing liar yang tidak sengaja mengetuk jendela kaca karena terlalu kelaparan, ATAU orang yang tahu di rumah ini hanya ada Ghea sendiri jadi ia mengetuk jendela kamar Ghea karena mengetuk pintu di depan tidak akan terdengar oleh penghuni rumah, atau...
Tuhan.... Kenapa begitu sulit menenagnkan diri seperti ini.
Tangan Ghea yang berada di balik selimut saling bertautan, sementara tubuhnya hanya diam tak berani melakukan pergerakan apa pun ketika ketukan itu untuk yang ketiga kalinya terdengar.
"Ghea ini Indri."
Untuk yang ke empat, ketukan itu diikuti oleh suara yang Ghea hapal.
Indri? Untuk apa malam-malam dia kemari?"Ghea buka."
Itu memang Indri. Ghea sangat kenal. Tapi sekali lagi untuk apa? Bukannya Indri bisa menghubunginya dulu kemudian nanti Ghea akan bukankan pintu? Daripada mengetuk di jendela seperti itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Lullaby [Tamat]
Horror'Tutup matamu...' Akhir-akhir ini Ghea mendapat mimpi buruk. Didatangi makhluk-makhluk seram yang membuatnya terbangun dengan jantung berdetak kencang. Ketidak beruntungan itu berlanjut ketika ia menemukan buku yang tidak sengaja jatuh. Nama-nama t...