22 - Larati

167 21 7
                                    

Tak pernah terpikirkan oleh Ghea untuk berurusan dengan orang yang disebut dukun, berbaur dengan kemenyan-kemenyan serta jampi-jampi yang membuat bulu kuduk langsung berdiri.
Belum lagi tempatnya yang memberi kesan mistis yang pekat. Meskipun dilihat dari pagi yang cerah seperti ini.

"Ayo Ghe." Leya mengulurkan tangannya, sementara Ghea masih duduk di dalam mobil. Ia belum selesai menelaah keadaan sekitar.

"Gue tau lo ragu, tapi apa salahnya kita coba dulu."

Ghea menghela napas perlahan, sebelum mengikuti perkataan Leya.
Ini solusi yang Leya katakan semalam, meminta bantuan pada orang pintar atau dukun. Yang sekali lagi tak pernah Ghea pikirkan sebelumnya.

Hawa aneh langsung menyeruak begitu Ghea bersentuhan dengan atmosfer tempat itu. Sulit dijelaskan, tapi yang jelas suasananya membuat jantung berdegup kencang, seperti ada yang mengawasi. Yang mungkin hanya perasaan saja.

"Permisi." Leya mengambil langkah lebih dulu, tangannya mengetuk pintu kayu tua dengan ukiran-ukiran yang rumit.

"Mungkin orangnya lagi nggak ada di tempat." Andra bersuara setelah sekian kali Leya mengetuk namun tak kunjung mendapat jawaban.

"Masuk!"

Suara dari arah belakang itu membuat mereka sedikit tersentak.
Leya yang lebih dulu membalikan badan bersuara gugup, mendapati pria paruh baya dengan setelah hitam.
Wajahnya datar, tatapannya lurus ke depan, tak menjurus pada satu pun dari mereka.

"Eu... Anu, kami..ii-"

"Buka pintunya dan masuk," tegasnya kembali. Membuat Leya reflek memejamkan mata dan sedikit menunduk. Meski gugup, tangannya mendorong pintu itu seperti yang orang itu perintahkan. Derit pintu yang sudah biasa Leya dengan entah mengapa terasa sedikit menakutkan di sini.

Tak ingin membuat orang itu mengulang perintah, Andra berinisiatif lebih dulu masuk. Yang tentu itu membuat keberanian Ghea dan Leya tumbuh untuk segera ikut masuk juga.

Di luar dugaan, Ghea pikir ia akan langsung disuguhi meja dengan kemenyan mengepul, bunga-bunga, dan benda-benda lainnya seperti rumah dukun yang biasa ia lihat dalam film. Namun, di sini sangat jauh berbeda. Meskipun tetap dominan gelap, sekelilingi ruangan banyak dikelilingi benda antik yang cantik. Desain yang artistik dengan kursi dari anyaman rotan yang menghiasa tengah-tengah ruangan. Ini lebih mirip rumah orang yang punya kecintaan tinggi terhadap seni.

"Silahkan."

Ghea ingin sekali memperhatikan seluruh sudut ruangan ini, jika sang pemilik tidak terus-terusan menatap dingin seolah mengintimasi.

"Maaf kalau sikap saya membuat kalian takut," ucap dukun itu yang membuat mereka dihinggapi bingung, mengapa dia minta maaf? Ghea malah betpikir seorang dukun memang harus bersikap menakutkan seperti itu.

"Saya tak sekaku itu, hanya saja aura negatif yang dia bawa begitu besar," jelasnya dengan tatapan yang kini berpusat tajam pada Ghea.

"Apa yang kamu lakukan di masa lalu?!" dakwanya langsung yang kontan membuat Ghea nyaris terlonjak atas pertanyaan yang begitu mengejutkan itu.

"Ma.. Maksudnya apa?"

oOo

"Lo nggak papa, Ghe?" Leya khawatir pada Ghea yang seperti tubuh tanpa nyawa. Meskipun tubuhnya berjalan, tapi tatapannya tetap saja kosong. Sepanjang perjalanan hanya melamun, semua ucapan dirinya dan Andra pun diabaikan.
Leya benar-benar tak mengerti. Setelah melayangkan pertanyaan aneh itu sang dukun sama sekali tidak menjelaskan, ia justru menyuruh mereka pulang. Setengah mengusir dan tak menerima imbalan yang hendak Leya kasih.

Lullaby [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang