21 - Titik Terang?

156 23 3
                                    

Risky menyimpan botol air mineral di samping Ghea yang kini tengah menunduk dengan jemari yang saling bertautan.
Mereka sekarang tengah terduduk di tepi jalan, tepatnya di bawah sebuah lampu yang mulai bersinar karena hari yang mulai gelap.

Setelah kejadian di rel tadi, juga pertanyaan Risky, Ghea sama sekali tidak mengeluarkan suara. Risky pun hanya ikut terdiam dengan pikiran berkecambuk.

"Kapan lo siap buat cerita?"
Risky berucap dengan mata yang nyalang ke depan. Tepatnya ke arah jalan raya yang lenggang.
Risky menghela napas, beberapa saat memejamkan mata untuk sedikit melepas beban di kepalanya.

"Leya pernah kan cerita sama lo," suara Ghea serak dan nyaris tak terdengar.

"Tentang teror dan buku itu?" Risky menatap Ghea dengan alis terangkat.

Ghea yang sedari tadi fokusnya pada sepatu mengangguk pelan.

"Lo mau gue percaya hal konyol itu?" Risky berdecih kemudian tersenyum meremehkan. Meskipun tak terlupakan matanya yang tetap memancarkan kesedihan.

"Bahkan setelah Anggun pergi? Lo masih nggak mau percaya?" Ghea sekarang memberanikan diri menatap Risky.

"Itu kecelakaan." suara Risky melemah.

"Indri, Theo, semua itu kecelakaan." sambungnya.

Ghea memejamkan mata, menahan sesak di dadanya yang merangsang untuk mengeluarkan air mata.

"Lo tau Ky, kenapa Leya dan Andra sekarang ngejauhin gue, bahkan benci gue. Mereka udah ngerti seperti apa situasi ini. Dan kalo lo mau tau jelasnya, ini semua karena gue." Ghea menggigit bibirnya.

"Lo minta gue buat percaya itu?"

"Terserah," jawab Ghea lemah. Ia tak berniat membuat Risky percaya, toh tak akan ada yang berubah kan?
Tapi setidaknya Risky harus mendengar semuanya dulu.

"Yang selanjutnya lo. Pesannya 'Menjauh dari ujung duri'." Dengan mengatakan langsung pada sang target, mungkin akan sedikit membantu. Risky akan lebih hati-hati. Lagipula mungkin Ghea tidak akan bisa berusaha membantu lagi, pada teka-teki sebelumnya saja ia gagal.

"Maksudnya yang selanjutnya mati itu gue? Pake teka-teki macam itu cara matinya?" Risky tertawa satu kali kemudian kembali tersenyum meremehkan.

"Lo mungkin anggap ini lelucon. Tapi Leya pernah ceritakan tentang teka-teki plat mobil pada kasus Theo? Gue cuma mau bilang, kata kunci buat Anggun kemarin itu air, terbukti kan Anggun mati di kebakaran itu?" Ghea menatap Risky dengan sedikit emosi, air matanya sudah tak bisa ditahan.

"Cukup Ghe, omongan lo udah ngelantur."

"Lo masih mau ngelak setelah orang yang lo sayang mat--"

PLAK!

Ghea tertoleh ke arah kanan. Bibirnya yang tengah berbicara kontan terdiam.

"GUE BILANG CUKUP!" teriak Risky murka. Matanya melotot dengan rahang yang mengeras. Jelas sekarang ia sangat marah.

"LO ITU CUMA ORANG YANG MENTALNYA RUSAK DAN BERFANTASI TENTANG KEMATIAN TEMEN-TEMEN LO!"

Ghea tertegun. Seluruh tubuhnya bergetar. Mendadak udara terasa begitu menyesakkan.Tak dapat dipungkiri ia menyimpan harap pada Risky ketika 2 temannya yang tersisa menjauh dan membencinya. Tapi ternyata salah, sakit dijauhi Leya dan Andra karena menyalahkannya, tak sebanding dengan sakit ketika Ghea sudah tak tahan dengan penderitaan dan beban-beban ini, Ghea malah dianggap orang gila.
Seperti itukah pandangan Risky? Tak bisakah ia menerima apa yang selama ini terjadi?

Ghea menepis air matanya kasar, segera ia berdiri dari duduknya. "Gue cuma bisa artiin, lo harus hati-hati sama benda yang tajam," ucap Ghea sebelum meninggalkan Risky yang melamun, mungkin ia juga sedikit terkejut dengan apa yang keluar dari mulutnya barusan

Lullaby [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang