Leya terlihat fokus pada layar laptopnya. Keninganya berkerut-kerut samar dengan sesekali menyesap teh untuk mendapat ketenangan.
"Seharian ini lo ke mana Ya? Nggak masuk kuliah, gue hubungin juga nggak bisa."
Leya mendongak. "Eh Dra, udah dateng," sapanya lembut dengan senyuman.
Andra menarik kursi di hadapan Leya kemudian duduk tanpa mengalihkan pandangan dari gadis yang kini kembali mengotak-atik laptopnya. 15 menit yang lalu gadis yang membuatnya cemas karena tak ada kabar seharian itu mengajak bertemu di cafe yang tak terlalu jauh dari tempatnya tinggal. Andra pikir akan ada hal yang sangat penting, tapi sepertinya Leya malah sibuk dengan laptopnya itu.
"Jadi tujuan lo ngajak ketemuan hampir magrib gini itu apa?" Andra memberikan beberapa penekanan untuk menyelipkan sindiran.
"Eh, sorry." Leya tersenyum meminta maaf mendengar nada kesal Andra yang tanpa sengaja barusan ia abaikan. Tak membuang waktu Leya segera membalik laptopnya menjadi menghadap Andra. Secepatnya ia harus menunjukkan hasil penelusurannya seharian ini. Sebuah foto Indri pada kejadian tak megenakan hari itu.
"Maksudnya apa?" Andra menatap Leya meminta penjelasan. Karena mau tak mau foto itu membuat rasa sedihnya kembali naik ke permukaan.
"Tadi pagi gue putusin buat nyelidiki kasus Indri sama Theo. Gue tau lo, Risky, sama Anggun nggak percaya sama yang kemarin gue ceritain. Gue juga belum percaya seratus persen sih makanya gue ngelakuin ini." Leya menyimpan tangannya di atas meja dengan jemari bertautan. Ia menghirup napas dalam kemudian menghembuskannya perlahan sebelum melanjutkan rentetan kalimat yang sudah tak nyaman bersarang di otaknya.
"Pertama, kasus Indri. Polisi bilang Indri gantung diri dengan pijakan awal ember yang di balik. Masuk akal sih karna cuma ada benda itu di TKP yang punya kemungkin bantu Indri. Tapi coba lo liat deh, kalo Indri beneran gunain ember itu, posisi embernya nggak mungkin masih telungkup gitu."
Sebelah alis Andra terangkat. Seperti komando sekarang Andra mengamati ember yang ada di dalam foto itu.
"Satu kaki Indri digunain buat nendang, otomatis kaki yang satu lagi jadi tumpuan semua bobot badan. Ketika kehilangan keseimbangan karena terdorong, tekanan dari kaki yang bertumpu bertambah besar dan udah pasti itu bakal bikin posisi embernya terbalik. Eh bukan terbalik, posisi tumpah gitu, ah lo ngerti kan maksud gue? Dan pastinya ember itu bakal ngegelinding, diamnya nggak bakal deket kayak di foto itu."
Andra menghela napas dengan jari yang sudah bergerak-gerak di dagu tanpa sadar, sebagai tanda kalau ia tengah berpikir. Cara Leya menjelaskan memang terlalu amatir, tidak tertata baik, tapi setelah diperhatikan posisi ember itu memang ganjil.
"Lo geser gambarnya. Tadi gue juga minta rekaman CCTV di sekitar kecelakaan Theo. Yang kemarin kita denger mobil Theo ditabrak truk yang melaju kencang ketika akan berbelok di persimpangan. Theo emang mau berbelok, tapi coba perhatiin baik-baik, itu Theo berbelok tapi ke jalan yang melawan arah Dra."
Andra menatap Leya. Yang diucapkannya kali ini juga tidak salah, tapi itu tetap bisa masuk ke dalam kecelakaan akibat kelalaian pengemudi. Waktu itu Theo juga sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja karena kepergian Indri, jadi mungkin saja Theo melamun sampai akhirnya kecelakaan. Polisi juga menjelaskan demikian.
"Ok, mungkin cuma gue doang yang nganggap itu nggak beres, meskipun samar, tapi gue liat gerakan tangan Theo pada stir berbanding terbalik sama gerak ban mobilnya."
Andra cepat menggerakkan jarinya untuk memperbesar. Seperti kata Leya, samar. Andra tak bisa menentukan apa itu bayangan dari gerak tangan Theo seperti pendapat Leya atau bayangan hal lain yang kebetulan terpantul kaca mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lullaby [Tamat]
Horror'Tutup matamu...' Akhir-akhir ini Ghea mendapat mimpi buruk. Didatangi makhluk-makhluk seram yang membuatnya terbangun dengan jantung berdetak kencang. Ketidak beruntungan itu berlanjut ketika ia menemukan buku yang tidak sengaja jatuh. Nama-nama t...