18 - Menjauh

155 20 9
                                    

Ghea masih mematung dengan arwah Anggun yang menatapnya kosong. Seluruh tubuhnya seolah mati rasa, hanya sesak di dada karena rasa bersalah. Raut sedih Anggun yang menjelaskan bahwa semua ini karena dirinya, membuat mata Ghea berkaca-kaca.

"Maaf...." Bibir Ghea bergetar. Tubuhnya nyaris ambruk kehilangan tenaga kalau saja Leya tak datang dan menahannya.

"Lo ngapain diem di sini sih Ghe? Bahaya tau nggak."
Leya segera membawa Ghea menjauh dari sana. Begitu saja melewati sosok Anggun yang kini tersenyum pahit.

"Gue udah mati Ghe...." lirihnya.

Sementara itu Ghea seperti raga tak bernyawa. Ia hanya diam ketika tubuhnya digiring oleh Leya. Wajahnya pun datar dengan tatapan kosong. Ia tak bisa menerima semua ini.

"Gue nggak ngerti sama diri lo, kenapa lo aneh kayak gini. Bukannya harusnya lo seneng lo berhasil selametin Anggun?"

Leya membuka tutup botol air mineral yang baru diserahkan oleh salah satu warga di sana dan menyerahkannya pada Ghea.

"Ghe...." Leya memanggil pelan karena Ghea yang tak kunjnung merespon. Bibirnya bergerak-gerak mengucapkan kata-kata yang tak jelas.

"Kenapa?" Ia menyentuh bahunya. Membuat gadis berambut pendek itu menatap pada akhirnya.

"Anggun...."

Leya menghela napas dan membuang muka. Bisa nggak sih Ghea berhenti memanggil Anggun?
Leya lelah mendengarnya. Benar kekhawatiran Ghea tentang Anggun tadi memang terjadi tapi sekarang apa apalagi? Anggun sudah dibawa Risky dan

"Anggun udah meninggal, Ya."

DEGH!

oOo

Risky membaringkan tubuh Anggun perlahan. Seketika orang-orang di sana mengerubungi, ingin mengetahui kondisi dari korban ledakan yang diikuti kebakaran itu.
Risky mengusap dahi Anggun guna menyingkirkan helaian rambut yang menempel. Tangannya terlihat gemetar karena cemas.

"Nggun...." panggilnya dengan tangan yang sedikit mengguncang.

"Sadar Nggun." Cobanya kembali.

"Coba pake ini mas."

Risky menoleh, mendapati salah satu warga yang menyodorkan minyak kayu putih.
Tak berlama-lama ia pun membukannya dan mendekatkan pada hidung Anggun.

Satu detik,

Dua detik,

Air muka Risky berubah. Minyak kayu putihnya pun ia singkirkan, digantikan dengan punggung telunjuk yang ia dekatkan pada hidung Anggun. Ia tertegun, beberapa detik sebelum bergerak memeriksa nadi di tangan gadis itu.

"Ky! Anggun masih hidup kan?" ucap Leya yang tiba-tiba datang dan membelah kerumunan. Raut wajahnya sulit dijelaskan. Sementara di belakangnya ada Ghea yangikut ditarik paksa oleh tangannya.

Risky mematung, tangan Anggun yang ada pada genggamannya perlahan jatuh tak bertenaga.

"Ky! Bilang sama gue kalo Anggun masih hidup!"

Orang-orang yang ada di sana mulai riuh. Melihat ekspresi Risky yang seperti itu dan Leya yang tiba-tiba datang dengan pertanyaan tak lazim, membuat mereka berspekulasi, Anggun tidak tertolong.
Tapi mereka juga bingung, bagaimana bisa? Tubuh Anggun tak terlihat terluka sedikit pun.

"Ky!" Leya setengah menjerit. Matanya berkaca-kaca dengan ketakutan yang jelas dipancarkan. Jadi benar yang dikatakan oleh Ghea?

Menyadari situasi yang membingungkan, Bary yang juga ada di sana segera meraih tangan Anggun seperti yang tadi Risky lakukan. Untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi.

"Ya Tuhan...." Bary berubah lemas. Mengerti apa maksudnya, orang-orang yang ada di sana menjadi diam dengan wajah sedih.

"Yang tabah ya Ky." Bary menyentuh bahu Risky, mencoba memberi semangat pada temannya yang kini terlihat terpuruk.

"BANGSAT! ANGGUN NGGAK MENINGGAL!!!" teriak Risky sebelum terdengar suara tonjokan pada pipi Bary.

oOo

Suara Ambulance membelah sunyi malam orang-orang yang ikut mengantar atau sekedar ingin melihat masih berkumpul. Termasuk Bary dan Risky yang mana di wajahnya terdapat luka lebam.
Risky seperti orang kesetanan, tangannya beruntun melayangkan pukulan pada Bary ketika pria itu mengatakan bahwa Anggun sudah tidak ada tadi. Beberapa orang mencoba menghentikan, namun Risky benar-benar tak terkontrol. Hingga akhirnya Bary pun geram dan membalas pukulan agar pria itu sadar. Ini semua takdir, soal kematian manusia tidak bisa mencegahnya.

Di lain sisi Ghea berdiri dengan tatapan kosong. Menggigiti kuku-kuku jarinya seraya berguman "Ini semua salah gue ... Ini semua salah gue...."

Hap!

Ghea mencekal tangan Risky ketika pria itu melewatinya. Bola mata Ghea bergulir ke berbagai arah. Membuat Risky yang sedang tidak baik-baik saja itu menghempaskan tangan Ghea. Kenyataan Anggun yang sudah tidak ada benar-benar membentur Risky. Dirinya benar-benar kacau. Dan mengadapi Ghea yang bahkan tak berani menatap matanya hanyalah hal yang tidak penting.

"Ini semua salah gue, Anggun meninggal karena gue, gue bunuh Anggun. Semua salah gue!" ucap Ghea yang jelas tak akan didengar oleh Risky karena posisi yang sudah menjauh. Namun orang-orang yang kebetulan ada di dekatnya dan juga mendengar apa yang barusan Ghea ucapkan kini melemparkan pandangan heran.

"Ini semua salah gue ... Ini semua salah gue...." Ghea menangis dengan jari yang tak berhenti bergerak.

"Iya. Ini semua karena lo, tapi lo nggak salah. Gue bener-bener bingung harus marah atau support lo. Tapi yang jelas lo ikut gue pergi dari sini, orang lain bakal salah paham sama omongan lo."
Leya menarik tangan Ghea dan pergi menjauh dari sana. Tepatnya pada bangku di dekat pohon mangga yang mana sudah ada Andra di sana.

Andra tak berucap, ia hanya bergeser memberi ruang untuk Leya dan Ghea duduk.
Hening, tidak ada yang membuka pembicaraan. Hanya helaan napas gusar yang sesekali terdengar. Bergulat dengan pikiran masing-masing.

"Jadi bener, semua ini karena teror gila yang datang karena lo?" ucap Andra pada akhirnya dengan nada dingin terkesan sinis.

"Karena buku ini?" lanjutnya seraya mengacungkan buku bersampul cokelat yang membuat Ghea dan Leya terbelalak.

"Gimana bisa itu ada sama lo, Dra?" heran Leya. Sementara Ghea sudah semakin pucat.

"Tadi ini jatuh di deket kaki lo, Ghe. Mungkin lo nggak nyadar."

Yang Ghea harus ingat kembali buku itu akan datang untuk memberitahukan kematian seseorang juga apa yang akan terjadi pada orang selanjutnya. Tapi percuma saja, Ghea tetap gagal untuk mencegahnya bukan? Tentang plat mobil pada kasus Theo, juga sumber kehidupan yang Ghea artikan sebagai air pada kasus Anggun saat ini. Ghea pikir bahaya Anggun ada di pantai, namun ternyata salah. Justru api yang merenggutnya, air yang Ghea takutkan justru benar menjadi sumber kehidupan bagi Anggun.

"Risky yang selanjutnya bakal mati, Ghe?"

Mendengar suara Andra yang semakin dingin itu Ghea benar-benar merasa terpojok. Sesak teramat di dadanya. Tak tahu apa yang harus ia lakukan. Yang jelas ini semua karenanya.

"Ini emang bukan karena lo, tapi ini semua berawal dari lo. Lo nggak pengen kita semua mati, tapi karena lo kita semua akhirnya meregang nyawa. Gua tau sekarang lo bener-bener bingung, ngerasa bersalah. Tapi gue juga benar-benar bingung harus tetep dukung lo, atau benci sama lo. Karena jujur, ada bagian dalam diri gue yang nggak bisa dipungkiri, itu nyalahin diri lo."

Andra berdiri dan meletakan buku itu di samping Ghea.

"Maaf kalo sikap gue bakal nggak adil sama lo," ucapnya sebelum beranjak pergi dari sana.

Andra berjalan dengan Angin yang keras menerpa tubuhnya. Ia menghela napas dan sejenak memejamkan matanya. Pening dengan kejadian yang sukar untuk dimengerti.

'Menjauh dari ujung duri.'

Itu tulisan dari buku itu yang Andra baca tadi.
Apa maksudnya?

14072018

Lullaby [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang