24 - Sedikit Tentang Larati

139 20 3
                                    

Risky berdeham kaku. Dari ekspresi yang ditunjukkan ia terlihat tidak nyaman duduk di sini. Sembari menunggu kedatangan Andra, Leya membeli cemilan di depan rumah yang menyisakkan Ghea dan Risky yang duduk di ruang tengah.

"Gue--" keduanya langsung terdiam setelah berucap berbarengan. Mungkin karena tak nyaman dengan suasana kaku, masing-masing memberanikan diri membuaka pembicaraan.

"Lo dulu deh," ucap Risky. Menahan kata maaf yang sudah diujung lidah, yang menjadi alasan kenapa barusan ia berbicara. Risky menyesal akan kejadian itu. Saat itu Risky tengah kacau, ia harap Ghea mau memaklumi itu.

"Gue mau nanya, apa benar cuma ada satu Larati?" ucap Ghea yang sedikit tersendat-sendat

"Iya, cuma Larati yang di angkatan kita." Risky menelan kembali maafnya. Katakanlah dia punya gengsi yang tinggi. Mungkin nanti.

"Lo tau alamatnya di mana?"

"Iya."

"Bisa kita ke sana."

"Bisa kok."

oOo

Suasana berubah cair begitu Leya dan Andra ikut bergabung. Meski tetap Ghea dan Risky tak saling bicara, setidaknya ada yang menghidupkan perkumpulan mereka ini.

Mobil yang Andra bawa sekarang berhenti di depan sebuah rumah. Kepalanya menyembul ke luar yang kemudian beralih ponsel untuk memastikan bahwa alamat yang dituju benar-benar ini.

"Kayaknya benar." Andra melepas sabuk pengamannya. "Turun yuk."

Mereka berempat keluar dari mobil. Menghampiri sebuah rumah yang terlihat sangat asri dan begitu mencolok dari yang lain. Banyak tumbuhan hias di sana, dan pagar di depan pun merupakan pagar dari kayu. Tak lupa batu-batu yang tertata apik sebagai jalannya. Kalau tujuannya kemari bukan tentang Larati, Ghea pasti sempat mengagumi hal-hal itu.

"Permisi...."

Meskipun dikategorikan indah, tapi rumah ini terasa sepi.
Bahkan di lantai teras terdapat debu yang mungkin sudah 2 atau 3 hari tidak disapu. Dan kalau diperhatikan baik-baik adan beberapa tanaman yang sedikit layu.

"Permi--" ucapan kedua Leya menggantung karena pintu bercatkan cokelat itu dibuka dan menampakkan seorang wanita paruh baya berkacamana.

Loh, Bu Rita?

"Hari ini saya tidak ada jadwal mengajar, kenapa kalian datang kemari?" tanyanya bingung. Wajahnya terlihat kelelahan, terlihat dari area mata yang sedikit menghitam.

"Ah, enggak Bu. Sebenarnya kami tengah mencari rumah teman lama kami. Tapi seperti kami salah ya?" Andra menjelaskan. Sedikit tak enak karena secara tak langsung mereka sudah mengganggu beliau.

"Teman lama?" Bu Rita membeo dengan kening berkerut.

"Iya, teman waktu SMA."

Bu Rita terdiam, iya terlihat berpikir. Ekspresinya sulit dibaca.

"Dulu kami nggak pernah datang ke rumahnya sih, dan kami dapat alamat ini dari data angkatan. Maaf Bu kami nggak tau. Mungkin saja teman kami itu sudah lama pindah." Risky menjelaskan meski dikatakan berbohong. Bu Rita pasti curiga. Seorang teman lumrahnya tahu di mana tempat temannya tinggal.
Sementara di lain sisi mereka tidak mungkin mengatakan bahwa datang ke sini untuk mencari tahu tentang Larati yang meneror itu.

"Apa yang kalian cari itu Larati?"

Mereka berempat saling berpandangan. "Iya bu benar," jawab Leya sedikit antusias.

"Kalau begitu mari masuk," ucap Bu Rita seraya membuka pintu lebih lebar. Senyuman tercipta di wajahnya yang berwibawa. Membuat mereka tak bisa melakukan hal lain selain mengangguk dan mengikuti langkah wanita itu ke dalam rumah. Jadi maksdunya ini benar rumah Larati?  Tapi apa hubungannya dengan Bu Rita?

Lullaby [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang