8 - Yang Kedua, Setelahnya

212 31 11
                                    

Niat Leya membangunkan Ghea untuk menyuruhnya makan, namun ia justru mendapati Ghea yang sudah terbangun dengan wajah ketakutan serta menunjuk-nunjuk sebuah buku, menyuruh untuk segera membuangnya. Leya tentu tak pikun, itu adalah buku semalam. Meskipun ada rasa takut, Leya berusaha tenang, karena tahu itu justru memperburuk emosi Ghea.

Leya dikejutkan ketika memutuskan untuk membukannya. Halaman pertama yang semalam dilihatnya sekarang berubah. Ada tulisan 'Mari kita mulai' di bagian atas, serta nama Indri yang tercoret noda merah dengan tulisan 'senang?' di sampingnya.

Leya lantas menanyakan itu pada Ghea. Leya pikir itu akan sedikit sulit, namun ternyata Ghea menceritakan semuanya dengan detail. Di situ ia sadar, sahabatnya itu butuh tempat untuk mencurahkan dan menemaninya menghadapi ini. Dengan kata maaf yang tak terucap, Leya menyemangati Ghea dan berkata ia ada di pihaknya.

"Menurut gue, buku ini dateng kalo mau nunjukkin sesuatu. Tapi ini masih kayak tadi pas lo liat ya?" Leya mencoba menarik kesimpulan meskipun akhirnya mengernyit bingung.

"Eh ini ada Ghe!" pekik Leya ketika membuka lembaran selanjutnya dan menemukan tulisan di sana, yang sangat Leya ketahui itu sebelumnya kosong.

Yang kedua, setelahnya [B 1524 PT]

oOo

Setelah beradu argumen yang lumayan panjang, akhirnya Ghea dibiarkan pulang. Ya memang untuk apa lagi ia lama-lama di rumah sakit, toh dirinya tidak sakit. Merasa sedih? semuanya juga merasakan. Perawatan ini itu apalagi obat tidur untuk menenangkan, Ghea tak butuh itu semua.

Dan di sini Ghea sekarang, di depan rumah Leya. Anggun dan dirinya memutuskan menginap di sana. Di antar Theo yang mengatakan akan menginap di rumah Risky. Ia ingin menghadiri pemakaman Indri yang akan dilakukan besok sebelum kembali ke Jakarta.

"Mampir dulu, Yo?" tanya Leya yang juga ikut dalam mobil Theo.

"Nggak usah deh, Ya. Gue langsung ke rumah Risky aja, pengen istirahat," ucap pria itu seraya tersenyum ramah meskipun kesedihannya tak bisa disembunyikan sedikit pun.

Leya pun mengangguk dan meraih tangan Ghea untuk digandengnya. Sementara tangan yang sebelahnya lagi ia gunakan untuk melambai pada mobil yang mulai meninggalkan area rumahnya.

Tunggu! Tangan Leya mematung di udara, dahinya berkerut.

'B 1524 PT,'

'Plat mobil Theo itu....'

"Ghe!"

oOo

Sedari tadi kaki Leya tak berhenti berjalan. Lima, Enam, tujuh langkah, kemudian berbalik menyusuri langkah sebelumnya. Terus seperti itu, yang kalau diambil garis lurus mungkin sudah ratusan meter. Kadang ia juga bergerak gusar, entah mengigiti kuku jarinya, mengacak rambutnya, atau menggerutu tidak jelas.

Sementara Ghea yang duduk di atas kasur hanya diam mengamati sahabatnya yang terus mondar-mandir itu. Setelah menunjukkan plat mobil Theo yang sama seperti yang tertulis di buku, pikiran Ghea dan Leya sama-sama berkecambuk. Mereka mencoba mengontrol diri, namun setelah Anggun pamit karena ibunya menelpon, kepanikan Leya pun pecah seketika. Seperti sekarang ini.

"Yang tadi tertulis itu yang kedua, setelahnya B 1524 PT kan?" tanyannya tanpa berhenti berjalan.

Ghea setuju penuh pada ungkapan Leya tentang buku itu yang datang ketika hanya ingin menunjukkan sesuatu saja, karena tanpa Ghea buang seperti biasanya, buku itu menghilang sendiri tanpa disadari.

"Nama Indri dicoret pas udah meninggal, apa buku itu semacam Death note?" Leya bergelut dengan otaknya. Mengetuk-ngetuk jari telunjuk pada dagu mungilnya.

Lullaby [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang