Extra 3

139 18 2
                                    

"Gue nggak habis pikir sama mimpi itu, Dri."
Ghea mengambil bantal kemudian memeluknya. Sebelah tangannya ia gunakan untuk menyangga dagu, sementara matanya mengikuti pergerakkan Indri yang berjalan ke arahnya--setelah barusan ia men-charge ponsel. Gadis itu duduk di samping Ghea, sedikit tidak santai hingga Ghea merasakan kasurnya itu bergerak.

"Yang tentang Larati itu?"
Jika malam kemarin Indri menginap di kostan Anggun, malam ini dia tidur di rumah Ghea. Ghea yang memaksa. Ghea merasa Indri tahu banyak hal, terutama ketika pesan masuk darinya ketika di cafe itu.

"Lo juga kenapa chat gue kayak gitu tadi sore? Jangan bilang sekarang lo udah kayak paranormal?"

Indri langsung tergelak yang membuat Ghea mengerucutkan bibir.

"Gue serius Indri!" seru Ghea sedikit kesal.

"Lagian dari mana lo tau tadi ada yang ngasih dream catcher?" sambungnya dengan nada sedikit menggerutu.

"Hmmm...." Indri mengetuk-ngetuk telunjuknya pada dagu. "Itu berkat telepati lo sama gue kali, kita kan sehati."

Buk!

Ghea memukulkan bantal yang dipeluknya itu pada kaki Indri. "Gue serius Indri. Lo tau nggak yang gue temui tadi itu Larati. Nggak tau Larati yang beda apa sama kayak yang di mimpi gue."

Wajah Ghea berubah lebih serius, kedua tangannya ia gunakan untuk menangkup pipi. "Gue sama sekali nggak inget sama wajah Larati, tapi bukan berarti gue lupa." wajah Ghea berubah murung.

Indri bergerak mencari posisi nyaman, siap mendengarkan Ghea yang akan berbicara panjang itu.

"Gue nggak lupa kalau gue pernah perlakuin dia nggak baik, sumpah gue nggak lupa. Meskipun entah kenapa di mimpi itu seolah gue lupa. Tapi sumpah loh Dri, waktu itu nggak ada niatan sedikit pun buat bully dia. Ini semua karena situasi, dan entah kenapa dia selalu ngikutin gue." Ghea menghela napas, dadanya terasa sesak karena rasa bersalah yang kembali menguak.

"Lo nggak pernah cerita tentang masa lalu lo yang itu." Indri mengenalnya di masa SMA, dan saat itu Ghea sudah berubah, wajar ketika Ghea sekarang bercerita Indri--eh tunggu! Indri tak menampilkan keterkejutan sedikit pun seperti yang Ghea bayangkan, seolah dia memang sudah tahu semuanya.

"Emangnya kalo gue cerita gue pernah kecanduan rokok, suka tawuran, semua kenakalan remaja gue jajah, lo nggak bakal ninggalin gue?"

Indri menghela napas, "Emang wajah gue sekarang keliatan mau ninggalin lo gitu? Barusan lo udah ceritain semuanya loh."

Tanpa sadar Ghea menyunggingkan senyum, Indri benar. Ghea tak akan pernah meragukan Indri sebagai sahabatnya lagi.

"Jujur gue masih bingung, Dri. Yang tadi gue temui di cafe bukan manusia. Gue nggak bisa bedain apa ini masih dalam mimpi atau bukan. Tapi gue seneng liat kalian masih baik-baik saja." Ya.... Ghea bersyukur, amat bersyukur, ketika mengetahui teror itu hanya mimpi dan semua sahabatnya masih hidup.

"Mau gue cubit nggak buat buktiin kalau sekarang lo nggak lagi dalam mimpi?"

Ghea memukulkan bantalnya lagi. Apa karena tidak di posisinya Indri bisa sesantai itu?

"Lo kok gitu mulu sih Dri?"

"Ya, biar lo nggak tegang. Mau gue kasih kaca biar lo tau sekarang wajah lo udah pucet?"

Ghea menghela napas untuk ke sekian kalinya. Indri memang akan menjadi pendengar yang baik untuknya dengan mengabaikan apa yang keluar dari mulutnya.

"Larati kenapa masuk ke dalam mimpi gue segala sih? Gue tahu dulu gue salah, tapi kan gue udah minta maaf wak--YA AMPUN!" Ghea membekap mulutnya, matanya melebar.

"Gimana lo udah inget?" Indri malah berujar santai.

Indri aneh! Ghea mencatat itu dalam otaknya. Dari ekpresinya, juga yang barusan dia ucapkan, apa Indri bisa membaca pikiran Ghea?

"Gue lupa Dri, gue lupa kalau gue punya janji sama dia. Dan kalau dihitung dari waktu perpisahan, sekarang udah lebih 2 minggu," jelas Ghea cepat tanpa Indri minta. Indri pun menarik senyuman dengan masih wajah santainya.

"Kelar kan? Mungkin Larati datengin mimpi karena lo lupa sama janji itu."
Benar, ucapan Indri masuk akal. Mungkin itu cara Larati untuk megingatkannya.

"Tapi gimana cara gue nemuin dia? Lo sendiri kan yang bilang dia udah meninggal?" Ghea kaget waktu tadi pagi Indri menjelaskan bahwa Larati sudah meninggal 2 tahun lalu.

"Gimana kalau ke makamnya aja?" usulnya.

"Bener, besok gue harus tanya Bu Rita!"
Tepat 2 detik setelah itu Ghea menepuk dahinya. Sepertinya ia belum terlepas dari mimpi itu, sehingga refleks otaknya mencerna bahwa Larati adalah putri dari dosennya itu. Padahal aslinya Ghea tak tahu siapa orangtua Larati.

"Ya udah besok kita ke rumah Bu Rita."

"Eh enggak, barusan gue refleks nyeplos. Sebenernya gue nggak tau satu pun keluarga Larati."

"Apaan sih? Bu Rita emang ibunya."

Ghea mengernyit, "Dari mana lo tahu? bukannya lo nggak kenal Larati?"

PRASH!

Vas bunga yang ada di atas meja belajar Ghea tiba-tiba terjatuh. Tidak ada angin dan tidak ada kucing bagaima--

"Ya Ampun Larati! Gue kan udah bilang kalo mau ikut jangan bertindak yang aneh-aneh!"

Eh?! Apa maksud ucapan Indri?
Mendadak seperti ada yang mengganjal di leher Ghea, seluruh tubuhnya pun tiba-tiba berdesir panas. Jadi, dari tadi hantu Larati ada di sini?

08112018

Lullaby [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang