23 - Larati (2)

176 23 2
                                    

"Jawab dong, Ghe. Larati itu beneran orang yang lo kenal bukan?"

Ghea menggigit bibir dan menunduk bingung. Ghea sendiri tak mengerti sementara Leya terus saja mendesaknya.
"Gue nggak tau, Ya."

Larati, Ghea ingat nama itu. Tapi siapa? Ghea tak punya bayangan tentang wajahnya sama sekali. Ghea yakin Larati itu bukanlah orang yang asing, tapi kenapa otaknya seperti menolak menampilkan ingatan tentang orang itu.

"Serius nggak tau?" Leya memastikan.
"Gue nggak ngerti, Ya." Bagaimana cara Ghea menjelaskannya pada Leya?

"Gue yang nggak ngerti sama lo, Ghe." Leya menyalakan mobilnya dan langsung meninggakan kawasan itu. Tanpa peduli akan Ghea yang memintanya untuk berhenti.  Mungkin sejenis marah. Ketika kesabarannya habis untuk Ghea yang tak bisa diajak bicara, mungkin lebih baik pulang saja. Ketika kalian berada di posisi Leya kalian juga akan paham seberapa pusingnya menghadapi Ghea yang sekarang.
oOo

"Apa datengi dukun itu lagi ya? Dia kan bilang ini ada sangkutannya sama masa lalu Ghea, jadi bukan nggak mungkin dia juga tahu tentang Larati ini kan?" Leya berujar sendiri. Dengan tangan yang bertopang dagu juga kaki yang bersila bebas di atas lantai.
Tepatnya di ruang tengah rumah Ghea Leya berada. Dengan hari yang sudah menjelang gelap, Leya memilih untuk menginap di sini. Sementara beberapa saat lalu Ghea pamit ke kamar mandi, Leya  pun hanya menggangguk dan sadar ketika hanya sendirian suasana rumah ini tidak bisa dikatakan baik. Beberapa kali bahkan Leya merinding. Namun, ia mencoba mengabaikan. Selama makhluk apa pun itu tak mengganggu dan menampakkan wujud, Leya berjanji tidak akan teriak.

"Larati...." Leya memutar otak, mungkin dia pernah mengenal atau sekedar tahu gadis itu.

"Larati... Larati...."

PRASH!!

"Tuhan!" kaget Leya. Ia memegang dadanya yang berdegup kencang. Baru saja Leya bisa berdamai dengan rasa takutnya, vas bunga di samping TV malah terjatuh. Yang tentu itu tak bisa menyalahkan angin atau kucing.

Leya menelan ludah, apa Ghea masih lama atau sebaiknya Leya pergi pada Ghea saja, bukan hal baik sepertinya terus di sini.

"Sorry kalo gue udah lancang, atau ngelakuin hal yang nggak enak buat lo. Gue nggak maksud apa-apa. Tolong jangan ganggu gue."

Leya meremas ujung bajunya. Takut menyelubungi sepenuhnya. Teringat ketika rambutnya yang tiba-tiba ditarik waktu itu, Leya yang hanya manusia biasa hanya gemetaran menghadapinya.

PRANG!!!

"GHEAA...." Leya menutup kedua telinganya dan berteriak kencang. Napasnya bergemuruh, ia benar-benar ketakuan. Hawa dingin dan panas berseliweran di sekitar tubuhnya. Membuat napas kian tercekat seolah oksigen terusir oleh hawa aneh itu.

"Ya sadar!"

Mendengar lengkingan yang sangat ia hapal,  Leya pun menghentikan tangisnya dan perlahan memberanikan diri membuka telinga serta matanya yang entah sudah berapa lama ia tutup.
Di sampingnya ada Ghea yang memandang penuh tanya. Sementara ketika matanya menjenjelajah sekeliling, vas bunga itu masih berdiri rapi di samping televisi.

"Bukannya vas itu jatuh?"

Ghea mengikuti arah pandang Leya. Ghea tak tahu seperti apa yang sebenarnya terjadi, ia hanya mendapati Leya yang sudah histeris dan susah disadarkan.

"Lo denger suara benda-benda jatuh terus suara-suara aneh?" terka Ghea.

"Iya, lo pernah ngalami juga?"

Ghea menghela napas, tak berkeinginan meng'iya'kan. Baru saja kemarin malam ia mengalami itu. Ghea tak mengerti akhir-akhir ini makhluk itu senang mengganggu.

Lullaby [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang