12 - Mata Lain

203 23 5
                                    

Ghea harus mengerjap beberapa kali untuk membuat dirinya fokus pada penjelasan dosen di depan. Tak jarang ia menepuk-nepuk pipinya. Wajahnya terlihat lelah dengan bayangan gelap di bawah kelopak mata. Tapi bukan itu, Ghea tidak bisa fokus karena merasakan hal aneh pada tubuhnya. Seperti ada angin kecil yang terus membuat tubuhnya merasa dingin, dan tentu saja tidak ada angin di sini hingga kepalanya harus terbentur rasa bingung. Apa ini tanda-tanda daya tahan tubuhnya menurun?

Dosen di depan menutup penjelasannya dan meninggalkan kelas. Membuat Ghea menghela napas lega dan membereskan alat tulis seperti yang lainnya. Ghea juga sepertinya harus meminta bantuan pada Fera—teman sekelasnya—perihal mata kuliah barusan. Jujur, tak satu pun materi yang dijelaskan dosen itu masuk ke otaknya. Tapi itu akan dilakukannya nanti, karena sekarang Ghea harus pergi ke kamar kecil.

Koridor cukup ramai, Ghea harus bergerak cantik agar tidak terlihat oleh Andra yang kebetulan tengah berbincang dengan seseorang. Anggun juga sempat memanggilnya, namun Ghea hanya pura-pura tak mendengar dan terus berjalan. Meskipun dalam hati Ghea sangat senang, Anggunnya masih ada.

Tuhan ... Apa yang barusan hinggap di kepala Ghea, secara tidak langsung Ghea menunggu petaka itu terjadi. Tidak, tidak. Ghea harus yakin kalau Anggunnya tidak akan apa-apa.

Ghea melangkah pada deretan bilik toilet. Ia mengetuk pintu bilik pertama yang tak lama terdengar ketukan lagi dari dalam sebagai jawaban ada orang. Ia mencoba bilik kedua dan hasilnya sama. Begitu pun seterusnya hingga sekarang ia berdiri di depan bilik terakhir, Ghea berharap semoga itu kosong. Tidak ada jawaban ketika diketuk, dan ketika knop diputar pun tidak terkunci.

"Eh! Maaf ya." Dengan cepat Ghea menutup pintunya kembali, merasa tak enak ketika ternyata bilik itu tidak kosong. Ada seorang gadis yang sempat Ghea lihat bagian punggungnya.

Ghea mundur beberapa langkah, menyandarkan punggungnya pada tembok. Dalam hati ia menggerutu, kenapa orang-orang mendapat panggilan alam secara serentak begini? Hingga tak satu pun bilik yang tersisa.

Yang bisa Ghea lakukan sekarang hanya menunggu, kaki kanannya yang berbalut sneakers abu mengetuk-ngetuk, menciptakan suara lain selain air dari keran di toilet perempuan ini.
Kedatangan seorang gadis berambut ikal yang seperti tergesa membuat Ghea menoleh ke arahnya. Ia mengetuk pada bilik pertama dan berlanjut pada bilik berikutnya seperti yang tadi Ghea lakukan. Yang Ghea lihat Gadis itu memang sangat buru-buru. Ghea hendak memberitahu bahwa tidak ada bilik yang kosong, namun suara panggilan dari ponselnya membuat fokus gadis itu terambil.

"Hallo, Kak. Ada apa?" ucap Ghea dengan ponsel yang sudah menempel di telinga.

'Nanti sore ada kumpulan, tolong kasih tahu anak yang lain, kamu bisa kan?'

"Oh iya Kak--" Kalimat Ghea menggantung ketika ia melihat gadis berambut ikal itu sampai di bilik terakhir dan buru-buru masuk kemudian terdengar bunyi dikunci dari dalam.

Aduh, Ghea telat memperingatkan kalau bilik itu juga ada orangnya. Orang yang sedikit ceroboh karena tidak mengunci pintunya. Namun setelah Ghea terdiam beberapa saat, ia tak mendengar suara "Maaf saya tidak tahu kalau ini ada orangnya," atau paling tidak terdengar kunci dibuka dan gadis berambut ikal itu kembali keluar.

'Ghe?'
Suara dari ponsel itu membuat Ghea kembali fokus pada obrolannya.

"Iya Kak, nanti saya kasih tahu yang lainnya."

'Oke, saya tunggu.'

"Iya, Kak."

Sambungan telepon pun terputus. Sementara itu mata Ghea tak sedikit pun terlepas dari pintu bilik di depannya. Meskipun beberapa bilik lain sudah mulai terbuka dan ditinggalkan, Ghea tetap mematung di sana, apa mungkin bilik itu digunakan oleh dua orang?

CEKLEK!

Mata Ghea bertemu dengan gadis berambut ikal itu. Dia tersenyum ramah dan membuka lebar pintu bilik sebagai bentuk mempersilahkan Ghea untuk masuk ke dalam bilik kosong yang selesai ia gunakan.

Eh! Kosong?

oOo

Ghea tidak bisa menghindari sahabat-sahabatnya ketika perkumpulan pecinta alam itu terjadi, maksudnya kecuali Leya karena hari ini tak sekali pun Ghea melihatnya. Memang mereka mengikuti sebuah komunitas pecinta alam di kampus. Yang sekarang tengah dilakukan pemantapan perihal kunjungan ke pantai Pangandaran yang sudah direncanakan dari beberapa minggu lalu. Dan besok adalah waktu mereka berangkat. Agenda yang dilakukan yaitu membersihkan bibir pantai dari sampah. Sangat miris, ketika pantai indah yang menarik wisatawan itu justru dipenuhi sampah plastik.

"Kak Bary." Ghea membuat pria jangkung yang hendak keluar dari ruangan seperti yang lainnya itu berhenti dan membalikkan tubuh untuk menatap sumber suara.

"Kenapa Ghe?"

Ghea setengah berlari menghampiri pria itu. "Soal yang ke Pangandaran itu, saya izin nggak ikut ya, Kak?"

Alis Bary bertaut, "Loh kenapa? Bukannya minggu lalu kamu yang paling semangat? Bahkan bisa dibilang ini ide kamu."

Ghea menunduk, menatap ujung sepatunya yang ia gerakan gelisah. "Itu Kak...."

"Udahlah Kamu ikut aja, sekalian refreshing. Inget ucapan kamu tentang air itu sumber kehidupan."

Deg!

"Kalau airnya dibiarkan tercemar, kehidupan di laut perlahan musnah."

Pikiran Ghea sudah terlontar jauh. 'Sumber kehidupan' itu kadang disebut sebagai kata lain dari air. Tulisan di buku itu, apa mungkin maksudnya ini?

"Pokoknya kamu harus ikut." Bary menepuk pundak Ghea, membuat gadis itu sadar dan menatap pria itu yang sudah menampilkan senyum ramah. Entah apa maksudnya, Ghea memilih mengangguk kecil.

"Ya udah, kalau gitu saya duluan ya."

Sekali lagi Ghea mengangguk. Meskipun matanya menatap punggung Bary yang mulai menjauh, Ghea belum mendapati pikirannya kembali pada tempatnya kini. Karena Ghea meninggalkan tasnya begitu saja di atas meja, sebelum melewati bingkai pintu Ghea harus kembali dulu untuk mengambil tas itu. Keadaan ruangan yang sepi karena hanya tersisa dirinya sendiri itu membuat ketukan sepatunya terdengar.

Ah tidak, Ghea tak sendiri. Masih ada seorang gadis yang duduk sedikit menunduk hingga poninya menghalangi sebagian wajahnya. Anggota komunitas ini tidak mencapai ratusan, jadi Ghea mengenal semua anggotannya. Tapi gadis itu sepertinya

"Kamu anggota baru ya?" Ghea memutuskan bertanya ketika ia siap memakai tasnya. Posisi duduknya hanya terpaut 2 bangku dari bangku yang Ghea duduki tadi.

"Tutup matamu...."

Ghea mengernyit mendengar ucapan gadis itu. Ia menatap gadis itu untuk meminta penjelasan, sayangnya gadis itu masih setia menunduk. Ghea pun memutuskan untuk mengabaikan, ada hal lain yang harus Ghea pikirkan dan tentunya itu bukan di sini.

Ghea membalikkan tubuhnya ke arah pintu, namun di langkah ke dua ia berhenti dengan mata yang langsung membelalak. Gadis itu ... Sekarang dia tengah berdiri di ambang pintu. Segera wajah Ghea ia tolehkan ke arah bangku dan, kosong?

Dengan tubuh yang mendadak terasa panas, Ghea kembali menghadapkan wajahnya ke arah pintu. Dan ia melihat gadis itu berwajah pucat dengan mata yang seluruhnya berwarna hitam.    

08052018

Lullaby [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang