"Ghe, bangun Ghe." Leya sedikit menggoyangkan lengan Ghea yang masih tertidur. Leya sedikit cemas melihat raut Ghea yang seperti tidak nyaman. Keningnya berkerut-kerut samar dengan napas yang terdengar gusar.
"Ghe...." ulangnya. Ia melirik jam dinding yang sekarang menunjukkan pukul 6 pagi. Meskipun pemakaman akan dilaksanakan pada pukul 9, namun mereka harus segera bersiap-siap.
"Theo!!!"
Leya terkaget ketika Ghea tiba-tiba bangun dan memekik kencang. Juga tangannya yang mencengkeram tangan Leya kuat.
"Theo?" Dahi Leya mengernyit, "lo mimpi buruk ya, Ghe?" sambungnya mencoba menerka.
"Theo, Ya! Theo!" ucapan Ghea terdengar tidak santai. Ia bahkan mengoyang-goyangkan tangan Leya.
"Iya Theo, kenapa? Dia udah ada di ruang tamu tuh, nggak tau pagi-pagi udah ke sini aja."
"Bener ada Theo?" tanya Ghea, terkejut dengan mata yang memancarkan rasa senang, meski tidak terlalu kentara.
"Iya."
"Bener-bener Theo?" tanyanya lagi untuk meyakinkan. Yang justru membuat Leya semakin merasa bingung.
"Iya bener, lo liat aja kalo nggak percaya. Emangnya kenapa sih?"
Ghea menghela napas, tubuhnya bersandar lemas. "Gue mimpi, Theo nabrak truk."
"Serius lo?!"
Ghea mengangguk lemah. "Dan dia pake mobilnya."
Ghea tak berniat menceritakan kronologi kejadiannya, terlalu mengerikan. Jadi ia hanya mengambil garis besarnya. Satu yang Ghea takutkan ketika membuka mata tadi. Ia mendapat kabar kalau Theo sudah meninggal karena kecelakaan. Seperti kejadian Indri sebelumnya.
"Yaudah mending lo mandi gih, udah jam 6." ucap Leya memecah diam yang sempat terjadi beberapa saat. Dan setelah mendapat anggukan kecil dari Ghea, ia langsung melangkah pergi setengah terburu-buru. Menggigit bibir bawahnya dan berkutat pada sesuatu yang menggerogoti pemikirannya kini.
oOo
Leya, Ghea, Theo, juga Risky yang datang beberapa saat lalu kini tengah berkumpul di ruang keluarga. Mereka sudah memakai setelan hitam-hitam. Meskipun hanya hening dan sesekali obrolan kecil, setidaknya mereka tak semuram kemarin. Perlahan mereka mulai bisa mengikhlaskan kepergian Indri. Meskipun itu benar-benar berat.
"Yo, gue pinjem mobil lo ya?" Leya yang tiba-tiba bicara langsung menarik perhatian dari ketiga sahabatnya itu. Mereka menatap Leya dengan pandangan yang berbeda.
"Buat apa Ya? Kalo mau nebeng, ayo. Gue ke sini juga buat jemput kalian," balas pria berkacamata itu. Sementara di balik bantal sofa yang sedari tadi dipegangnya, jemari Leya mengetuk-ngetuk gugup.
"Bukan gitu...." Leya menjeda.
"Biar gue yang bawa mobil lo, sama Ghea dan Anggun. Nggak enak kalo lo cowoknya sendiri, jadi lo ikut sama mobil Risky aja ya?"
"Boleh kan, Ky?" Kini Leya bergulir menatap Risky meminta persetujuan.
"Udah Yo, lo ikut gue aja. Biar gue ada temen ngobrol. Sekalian nanti jemput Andra. Lagian mungkin mereka butuh ruang khusus cewek," papar Risky dengan sedikit candanya. Theo pun tersenyum sekilas kemudian menyerahkan kunci mobil ke atas meja. Leya bernapas lega.
"Yaudah yuk, mending kita berangkat sekarang."
"Oh... Ok, gue panggil Anggun dulu." Leya meraih kunci mobil itu.
"Makasih ya, Yo," ucapnya pada Theo yang mulai beranjak. Pria itu hanya tersenyum seraya mengacungkan jempol.
Yang Leya lihat, Theo benar-benar kehilangan Indri. Sejak pertama bertemu di rumah sakit kemarin sampai saat ini, Leya belum melihat sosok Theo yang terkenal pecicilan dan tak bisa diam itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lullaby [Tamat]
Horror'Tutup matamu...' Akhir-akhir ini Ghea mendapat mimpi buruk. Didatangi makhluk-makhluk seram yang membuatnya terbangun dengan jantung berdetak kencang. Ketidak beruntungan itu berlanjut ketika ia menemukan buku yang tidak sengaja jatuh. Nama-nama t...