Setelah meninggalkan kantor MANNERS Group, Byun Hee kembali ke apartemennya. Tempat satu-satunya yang terpikirkan olehnya sekarang. Disana ia mengunci diri di dalam kamar. Menyendiri di sudut bawah ranjang bersama air mata yang terus mengalir keluar.
"Sakit..hiks. Mengapa ini begitu sakit? Apakah aku pantas menerimanya?"lirihnya sembari meremas bagian dada kiri atas.
Ini bukanlah sesuatu yang ia harapkan. Mengapa Daniel harus mengetahui kebenarannya dengan cara seperti ini. Jika saja ia sedikit lebih cepat memberitahu Daniel, mungkin pertengkaran itu tidak akan terjadi. Namun semua sudah terlambat dan inilah konsekuensi yang harus ia terima karena terlalu lama menyimpan kebenaran tersebut.
Siapakah yang patut disalahkan dalam hal ini? Apakah kebungkaman Byun Hee yang tidak mau mengatakan kebenaran itu? Atau keegoisan Daniel yang menolak mengakui kesalahan yang tak sengaja diperbuatnya? Tak satu pun dari mereka yang patut disalahkan. Mereka hanyalah korban dari kelicikan seseorang juga permainan sang takdir. Dan sekarang mereka harus bisa mengatasi kesalahpahaman itu sehingga dapat meluruskan semuanya.
"Keraguanku selalu benar. Kau memang tidak pernah menginginkannya (Hyun Woo).."gumamnya sesegukkan.
"Untuk apa memberi harapan indah, jika pada akhirnya kau membuangkami seperti ini. Hiks.."
"KAULAH PEMBOHONG YANG SEBENARNYA, CHOI DANIEL.."teriaknya frustasi.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tangisannya berubah kencang bersama gemuruh di dadanya yang semakin menjadi-jadi. Ia menepuk-nepuk dadanya cukup kuat untuk menghilangkan gemuruh itu. Penolakan Daniel membuat hatinya sangat terluka. Mengapa dirinya harus mendapatkan kekecewaan itu lagi? Apakah sedikit saja ia tidak boleh mencicipi kebahagiaannya sendiri? Mengapa Tuhan begitu tidak adil padanya? Mungkinkah ia dilahirkan hanya untuk mendapatkan sebuah penderitaan?
"Kau pembohong! Kau tidak menepati janjimu. Kau berubah setelah mengetahuinya.."ia terus menepuk dadanya.
"Aku membencimu, Daniel. Aku sungguh membencimu. Kau pria Br*ngsek!"gumamannya hampir tak terdengar. Ia menenggelamkan wajahnya ke dalam tekukan lutut. Menangis sekencang-kencangnya dan membiarkan rasa sakitnya keluar.
Di dalam kamar termaram itu, Byun Hee menumpahkan semua bebannya juga rasa sakit yang bersemayam di hati. Tidak ada seorang pun yang tahu keadaannya sekarang. Wanita malang yang lebih memilih memendam rasa sakitnya sendiri tanpa melibatkan orang lain.
Beberapa saat kemudian..
Setelah merasa cukup puas menangis dalam keheningan, Byun Hee akhirnya bangkit dari lantai. Ia menghapus air matanya sembari melangkah mendekati lemari. Dengan tergesa-gesa ia mengeluarkan beberapa potong pakaian lalu memasukkannya ke dalam sebuah koper berukuran sedang.
