21/04/18
Saya menghancurkan anak 9 tahun woey 😂😂Perpustakaan terasa begitu sepi ketika Seulgi dan ransel merah mudanya datang. Pintu kayunya bahkan sedikit tertutup, dengan kunci yang tergantung pada lubangnya.
Agak seram juga sebenarnya ketika ia melangkahkan kaki memasuki ruangan penuh buku itu. Was-was dan perasaan tidak mengenakkan. Terlalu sepi, terlalu hening. Bahkan detak jam yang tergantung di atas meja resepsionis terdengar sangat nyaring.
Situasinya terasa seperti manusia yang masuk ke dalam sarang hantu, sewaktu-waktu diserang dan berakhir mengenaskan. Oke, itu terdengar menyeramkan.
Lagipula ini sebenarnya juga salah Seulgi yang langsung mengacir begitu bel pelajaran selesai tanpa menunggu Jimin ataupun Jungkook. Mereka sekelas. Setidaknya bisa pergi bersama, bukan?
Setelah meletakkan tasnya di meja bundar tempat berkumpul, gadis berkaus kaki biru muda itu melangkahkan kaki-kakinya menuju rak terdekat. Entah insting apa yang membuatnya melakukan itu hingga ia tanpa sadar sudah menyusuri rak-rak buku yang lain.
Ada novel-novel klasik bersampul keras yang ilustrasinya begitu indah, dongeng-dongeng terkenal seperti putri tidur, atau ensiklopedia pengetahuan yang gambar-gambarnya full berwarna. Semua itu menarik perhatian Seulgi, mengenyampingkan kenyataan bahwa ia sebenarnya tidak menyukai buku.
BRAKK!!
Suara pintu yang dibanting itu membuat gadis yang sedang membuka-buka dongeng cinderella terlonjak kaget. Syok. Bersamaan dengan itu sesosok anak laki-laki dengan dua tas di tangan muncul dari ujung lorong rak tempatnya berada.
"Ada ap..."
Tangan-tangan mungil Park Jimin dengan cepat membekap mulut Seulgi. Tidak kencang, hanya mampu membuat apa yang akan gadis itu tanyakan tertahan.
Jangan berisik
Seulgi mengangguk mengerti.
Setelah Jimin melepas tangannya, kedua anak itu takut-takut mengintip keadaan perpustakaan melalui celah-celah buku yang ada. Berusaha untuk tidak menimbulkan suara dan gerakan spontan yang membuat persensi keduanya terkuak.
Hal pertama yang terlihat adalah daerah resepsionis yang kosong, sepi, tak tersentuh. Kemudian pintu perpustakaan yang sempat terbanting kini sudah tertutup rapat-rapat. Beralih sedikit... ya Tuhan.
Baik Seulgi dan Jimin segera berbalik dan berjongkok di lantai. Tak ada aba-aba. Hanya gerakan spontan bersama.
Di samping pintu, keduanya menangkap sosok laki-laki berjas hitam yang Seulgi yakini adalah guru baru. Iya. Itu Pak Seokjin, bukan?
Lalu ada Kak Mira sang penjaga perpustakaan yang terkurung di antara tembok dan lengan Pak Seokjin. Keduanya tampak membicarakan sesuatu dengan jarak yang terlalu dekat dan sangat ganjil bagi anak kelas 4 SD yang melihatnya.
"Bagaimana, ini?" Bisik Seulgi dengan raut bingung yang sangat kentara.
"Aku tidak tahu."
Gadis itu mendecak pelan. Kebiasaannya menggigiti kuku saat panik terjadi selagi detik-detik menegangkan berlangsung.
"Sebaiknya kita tunggu saja."
Tak ada opsi lain. Keduanya duduk diam, tanpa sadar saling bersandar satu-sama lain sementara jari-jari sibuk menghitung waktu. Sekali-dua kali mengintip kembali untuk memastikan apakah dua sosok dewasa itu sudah pergi atau belum. Meski hanya mengintip sesaat karena takut ketahuan.
Mungkin ada sepuluh menit hingga suara hangat Pak Seokjin terdengar.
"Aku pergi dulu," katanya.
Seulgi dan Jimin spontan kembali mengintip, tanpa bisa di cegah melihat guru tampan itu mengecup bibir Kak Mira singkat sebelum membenarkan rambutnya dan berlalu pergi.
"Jangan beri tahu siapapun tentang hal ini."[]
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] 52 hz ●
FanfictionMereka bilang Park Jimin tidak bersuara. Tapi mengapa Seulgi mendengarnya berbicara? Insfire by Whalien 52 ㅡ방탄소년단