file ○ 13

919 240 18
                                    

10/05/18

Kencan.

Seulgi sering mendengar Bibi Yoon berceloteh pada Mama ketika berkunjung ke rumah, dan topik yang dibahas tak jauh dari kencan.

"...dia benar-benar tampan. 1000% tampan dan aku sangat ingin mengencaninya."

Atau

"...aku kencan dengannya bukan berarti dia bisa memprrmainkanku, kan?"

Well, sedikit-banyak gadis cilik itu bisa memaknai sendiri kencan itu apa. Tapi digosipkan bersama Park Jimin?

Semua orang salah paham. Dan kesalah pahaman ini bisa saja berakibat fatal. Siapa kira-kira biang gosip yang menyebarluaskan kebohongan ini?

Satu-satunya nama yang terlintas adalah si nakal Jeon Jungkook. Bukankah kemarin ia memergoki Seulgi sedang bermain ayunan dengan Jimin? Setan kecil satu itu bahkan meledeki keduanya.

Tapi Jungkook absen hari ini.

Jadi, siapa?

Seharian ini tampaknya tak ada satupun orang yang berani dekat-dekat dengannya. Sungjae dan Seungwanㅡyang notabenenya merupakan teman dekat Seulgiㅡ sekalipun, kecuali saat Seulgi gemas untuk bertanya apa yang sebenarnya sedang terjadi. Setelah itu keduanya menjauh, bersama teman-teman sekelas lainnya.

Anak-anak di koridor atau lapangan sekolah pun sama. Rasanya seperti ia adalah makhluk asing dari planet lain yang terlalu menyeramkan untuk di dekati.

Beginikah rasanya dikucilkan?

Sambil membereskan buku-bukunya Seulgi perlahan bangkit dari duduk. Laboratorium biologi sudah kosong sejak lima menit yang lalu. Semua orang telah kembali ke kelas meninggalkan Seulgi, keheningan dan lamunan yang perlahan menenggelamkan.

Gadis itu berjalan sambil sesekali memainkan kaki dan menunduk hingga surai hitam itu hampir menutupi wajahnya.

Membuka pintu, betapa kagetnya ia menemukan sosok Park Jimin sedang berdiri di hadapannya dengan tangan terjulur seperti hendak meraih gagang pintu.

Berdetik-detik keduanya masih terdiam kaget hingga Jimin menarik tangannya kembali dan menunduk takut-takut.

"Ma... maaf," bisiknya. "Se... seharusnya kau jangan dekat-dekat denganku. Aku ini... terkutuk..."

Sekonyong-konyong ia berlari menjauh, tanpa perlu menunggu respon dari lawan bicaranya yang masih terdiam kaget dan bingung. Menggantungkan kalimat yang agaknya belum terselesaikan dengan baik. Ikut meninggalkan Seulgi seperti yang semua orang lakukan padanya hari ini.

Juga gelenyar aneh yang menyerang Seulgi tanpa ampun, tepat saat netranya menatap punggung anak laki-laki yang terus berlari itu. []

[1] 52 hz ●Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang