file ○ 20

782 212 22
                                        

26/06/18
Sorry for typo

Besok sorenya, Seulgi hampir terjungkal dari kursi teras ketika sekonyong-konyong sosok Jeon Jungkook muncul dari balik pagar rumah. Melihat perangai anak laki-laki satu itu—menyelonong dengan santai—membuatnya gemas bukan main. Untuk apa Jungkook muncul di rumahnya dan... tunggu, darimana ia tahu rumah Seulgi?

"Apa yang kau lakukan di sini?!" melengking suara Seulgi sembari bangkit dari duduk. Matanya mengikuti gerakan Jungkook yang tanpa izin sudah mendekat.

"Main," jawab Jungkook cuek.

Seulgi melotot. "Serius, Jungkook!"

Laki-laki itu hanya mengangkat bahu tak acuh. Lagi-lagi tanpa izin duduk di kursi dari kayu yang tersedia di teras—berbeda dengan yang Seulgi duduki sebelumnya. Bersandar nyaman, ia akhirnya kembali membuka mulut, "Aku serius kok—Aku ke sini untuk main. Omong-omong, rumahmu bagus."

Seulgi bisa melihat Jungkook mengedarkan pandangan ke langit-langit, taman depan rumah, ke garasi, ke segala penjuru. Kendati rasa curiga menyerang, ia akhirnya tetap kembali duduk.

"Kau tahu rumahku dari mana?"

"Rahasia..."

Sungguh, Seulgi hampir meraih koran milik ayah di atas meja dan menimpuk Jungkook kalau saja mulut itu tidak kembali bersuara.

"...aku bertanya pada orang di jalanan."

"Lalu untuk apa kemari?"

"Kan tadi sudah kujawab... punya telinga tidak sih?"

Kali ini Seulgi benar-benar menimpuk Jungkook dengan koran. Sialnya laki-laki itu sempat berkelit, menghindar, dan Mama tiba-tiba muncul di ambang pintu rumah lengkap menggunakan celemek andalannya.

"Seulgi, mama minta tolong... loh, kita kedatangan tamu?"

Jungkook sigap berdiri dan membungkuk hormat. "Selamat sore Nyonya Kang. Saya Jeon Jungkook, teman Seulgi..."

Teman dari mana?!

Andai berteriak pada tamu itu diperbolehkan, maka Seulgi pasti sudah melakukannya. Eh, tapi Jungkook bisa dibilang bukan tamu, bukan? Presensinya di kediaman keluaga Kang bahkan sebenarnya tidak diharapkan.

"...oh, sedang bermain, ya? Kalua begitu mama tidak jadi minta tolong, deh. Jungkook mau bibi ambilkan minum?"

Yang di tanya menggeleng sopan. "Tidak usah bi," jawabnya.

Bagus, masih punya malu. Setidaknya begitu yang ada di pikiran Seulgi sampai mama kembali ke dalam dan Jungkook kembali seperti semula; menyebalkan.

"Ayo ikut denganku," ajaknya tiba-tiba.

"Kemana?"

"Ikut saja, jangan banyak tanya. Nanti juga tahu."

Meski berdecak sebal, Seulgi tetap mengikuti. Diangkatnya pantat dari tempat duduk lantas berteriak pamit pada Mama yang entah mendengar atau tidak. Sementara itu si pengajak sudah berdiri di dekat pagar rumah dengan tidak sabar.

Aneh sekali gerak-geriknya. Tiba-tiba muncul, tanpa izin singgah, lalu secepat itu menyuruh Seulgi untuk mengikutinya. Ada apa? jungkook ini bukan tipe yang memiliki teman dekat dan memang tidak ada yang mau berteman dekat dengannya. Jadi ketika sosoknya muncul di rumah Seulgi—gadis itu meyakini bahwa hanya teman dekat yang datang mengunjungi rumah—sesuatu pasti sudah terjadi.

Tanpa bersuara keduanya berjalan kaki—Jungkook memimpin dan Seulgi mengekori tanpa tahu kemana tempat yang di tuju. Melewati toko roti, toko bunga, perpustakaan mini keluarga Kim, rumah-rumah dengan cat warna-warni, berbelok kanan dan kiri, melewati beberapa blok, hingga langkah Jungkook terhenti di depan sebuah rumah sederhana ber cat merah marun dengan pagar kayu yang engselnya hampir terlepas.

"Kita sampai?" Tanya Seulgi dengan napas terengah. "Ini dimana? Kenapa mengajakku kemari?"

Bukannya menjawab, Jungkook malah menunjuk pada satu titik. "Lihat itu," katanya.

Di sana, di depan rumah di sebrang jalan dimana sebuah mobil box terparkir rapi, Seulgi melihat Pak Seokjin sedang bahu-bahu mengangkat kardus coklat dengan Kak Mira dan... Park Jimin.[]

[1] 52 hz ●Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang