"No more Tears" - Bae Jinyoung

428 23 27
                                    

By illegirlxj


Laki-laki berwajah mungil di depanku memandang kedua manik mataku lekat. Tatapan yang seolah ingin membunuhku.
Bias cahaya rembulan yang menyinari sorot mata kecilnya yang tajam seperti hendak mengulitiku hidup-hidup. Rahangnya yang mengeras, menggertak membuatku memundurkan langkahku.

“Pergi sendiri aja kenapa sih?” Ucapnya setelah beberapa saat menampakkan raut wajah kesalnya.

“Tap...tapi... Tapi kan kata mama kita harus pergi bareng.” Ucapku takut-takut berani.

“Manja banget tau gak! Gak liat aku lagi sibuk?” Jinyoung menunjuk ke arah tumpukan kertas yang berserakan di atas meja belajarnya dengan laptop yang masih menyala.

“Iya, aku tau kamu lagi sibuk. Tapi kan aku udah bilang dari seminggu yang lalu.” Ucapku sedikit memberanikan diri.

“Bisa nggak ngertiin aku? Ini tuh harus selesai sekarang Na!” Jinyoung meninggikan suaranya. Aku kembali menarik langkahku menjauh darinya.

“Jinyoung, tolong dengerin aku sekali ini aja.” Pintaku.

“Apa lagi sih Na? Apa?” Ucapnya dengan nada bicara yang sedikit melembut dari sebelumnya.

“Mama bilang, kamu harus dateng kali ini. Berhubung sama nasib kamu selanjutnya.”  Aku menunduk setelahnya, tak berani menatap wajahnya yang kembali kesal.

“Itu lagi itu lagi! Berapa kali sih aku harus bilang kalau aku nggak mau jadi penerus papa! Aku nggak suka!” Bentak Jinyoung.

Kakiku gemetar. Kali ini emosi Jinyoung makin meluap. Oh Tuhan, aku benci dan takut akan sikap Jinyoung yang seperti ini.

“Tapi setidaknya kamu datang, kalau kamu masih bersikukuh dengan pendirian kamu Jini.” Ucapku lagi, kini ku beranikan menatap matanya meski keberanianku mengkerut

“Apa lagi huh? Aku udah capek Kina! Bilang aja sama nenek sihir itu kalo aku rela dicoret dari kartu keluarga karena nggak nurutin niat busuknya itu!” Jinyoung membentakku.

Kali ini dia benar-benar membentakku. Tanpa ku sadari, air mata sudah memenuhi pelupuk mataku. Sedetik lagi mungkin akan menetes dengan derasnya.

“Jinyoung! Setidaknya kamu datang kali ini. Kamu sudah lupa? Ini adalah pertemuan ke enam puluh delapan yang kamu tolak. Semua itu karena apa? Karena ego kamu yang mengalahkan hati kamu!” Suaraku lantang, entah kenapa terlontar begitu saja dari mulut penuh dosa ini.

“Kau bahkan menghitungnya, heh.” Jinyoung mendesis, tangannya ia lipat di depan dadanya.

“Dan satu lagi, yang kau sebut nenek sihir itu, dia ibumu Young. Dia ibu yang mengandungmu selama sembilan bulan dan dialah yang melahirkan mu!” Air mata mengucur deras seiring setiap kata yang ku ucap.

“Ibu? Ibu mana yang tega meninggalkan anak dan keluarganya disaat keterpurukan melanda? Lalu datang lagi setelah badai itu berlalu? Ibu dan istri macam apa itu?” Jinyoung benar-benar emosi. Darahnya sudah naik ke ubun-ubun.

Aku mendongakkan kepalaku. Kuberanikan menatap wajahnya lagi.
“Mungkin aku sudah nggak sanggup mengingatkan kamu Young, aku udah nggak ngerti jalan pikiran kamu saat ini.” Ucapku sendu. Entah dari mana datangnya kekalutan yang kini menyelimuti hatiku.

“Kina, kenapa kamu masih nurut sama wanita iblis itu? Sementara kamu tau kalau dialah penyebab mama kamu meninggal tujuh tahun yang lalu. Kenapa kamu terlalu baik Na, kenapa?” Jinyoung menatap kedua mataku penuh arti.

“Aku nggak tau Young, aku hanya bersikap seperti biasanya. Mama ku ngajarin kalau aku harus bersikap baik kepada siapapun, tanpa melihat latar belakangnya dan status sosialnya, dan terlepas dari kesalahan yang pernah dia perbuat di masa yang lalu.”

Oneshoot WannaOne Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang