Setelah melalui perdebatan yang cukup panjang, mungkin, Jeanne akhirnya bisa menerima kenyataan bahwa teman-teman seperjalanannya adalah bukan manusia seperti yang dia kira.
Sebelumnya dia bahkan menuduhku membohonginya. Padahal aku tidak pernah berkata kalau aku dan Ryuuka adalah manusia. Ditambah kemunculan gadis kecil yang selama ini tidak diketahuinya.
Ya sudahlah. Lagipula sudah berlalu sepuluh hari sejak hari itu.
Kini aku, Ryuuka, dan Jeanne berteduh dari hujan sekaligus beristirahat di sebuah penginapan yang berada di sebuah kota yang berada di pinggir sebuah danau. Aku tiduran dengan pangkuan Varen sebagai bantalnya sedangkan Ryuuka dan Jeanne memandangi hujan deras dari jendela seperti sedang galau atau semacamnya.
Pada akhirnya aku kehilangan banyak waktu lagi. Aku dan Ryuuka tidak ada masalah dengan hujan, tapi lain halnya dengan Jeanne. Tapi setidaknya kami berada di tempat yang lebih baik dari sebelumnya. Tentu karena ketika kami datang penduduk di sini terlihat lebih bermoral.
"Sepertinya akan seharian penuh seperti ini," ucap Jeanne sambil mengulurkan tangannya keluar jendela hingga basah oleh tetesan air hujan.
"Jika dilihat dari intensitasnya, mungkin akan seperti yang kaukatakan," ucapku.
"Emmhhh..."
Pipi Jeanne menggembung, sebagai tanda bahwa dia sedang kesal saat ini karena harus berdiam diri seharian.
"Ri-kun boleh aku memesan makanan?" tanya Ryuuka.
"Ada-ada saja kau ini..."
Ryuuka menunjukkan raut wajah kecewa.
"... hal seperti itu tidak perlu bertanya padaku bukan? Jika kau lapar, kau boleh memesan apapun."
"Benarkah!?"
"Tentu."
"Terimakasih Ri-kun!"
Ryuuka kemudian segera turun ke lantai bawah untuk memesan makanan.
Aku kemudian bangun dari pangkuan Varen lalu duduk ditepi tempat tidur. Dari sini aku memperhatikan Jeanne. Sekilas wajahnya mengingatkanku pada Nixia. Mungkin jika mereka berjejer akan terlihat seperti saudara kembar. Postur tubuh mereka juga mirip. Cuma Nixia kalah telak pada satu titik, atau dua, mungkin?
"Jeanne, bisa kau menghadap ke Utara sebentar?"
"Seperti ini?" tanya Jeanne.
Ternyata dugaanku benar. Menurutku, Jeanne adalah perpaduan antara Nixia dan kakaknya yaitu Veira. Terbukti dari dadanya yang besar.
"Sudah cukup, terimakasih."
"Ricane..."
"?"
"Boleh aku bertanya? Kenapa kau bisa ada didunia ini?" tanya Jeanne agak ragu.
"Aku... tewas dalam sebuah pertempuran. Bahkan kurasa aku masih mengingat kejadian itu."
"Apa karena kau belum puas akan sesuatu?" tanya Jeanne lagi.
"Mungkin lebih tepatnya penyesalan yang kualami," jawabku.
"Penyesalan?"
"Benar, aku menyesal atas banyak hal. Aku- maksudku kami, berhasil meraih kemenangan, tapi aku malah tidak merasa senang. Banyak orang terluka dan terbunuh, banyak orang yang kehilangan orang yang mereka sayangi dan mungkin menderita setelahnya. Termasuk diriku sendiri," ujarku.
"Tapi, Ricane tidak terlihat seperti orang yang menyesal, kenapa bisa begitu?" tanya Jeanne lebih jauh.
"Itu karena aku melupakannya," jawabku sambil tersenyum, "tidak ada gunanya juga mengingat hal seperti itu. Meskipun kau mengingat kenangan buruk di masa lalu, bagaimana caramu untuk merubahnya? Bukankah tidak ada? Selain itu aku juga memiliki teman-teman yang bersamaku. Ada Varen, Ryuuka, juga dirimu," jelasku.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLWK: Rise [End]
Fantasy#Cerita kedua dari Blue Luminescent White Knight. Kematian, banyak yang yang berkata kematian bukanlah akhir kehidupan, melainkan sebuah awal untuk memulai kehidupan yang baru. Didunia yang baru dengan takdir yang baru. Dan ya, aku sepertinya harus...