Chapter 31 (Keadilan)

27 3 0
                                    

Matahari hampir berwarna kemerahan di arah barat.

Aku duduk sendirian ditepi danau sejak aku pergi beberapa... entah sudah berapa lama. Aku sama sekali tidak memikirkannya.

"Kau sepertinya sedang dalam masalah," ucap perempuan yang tiba-tiba muncul entah darimana.

"..."

Ia kemudian duduk memeluk lututnya disebelah kiriku dan melihat kearah danau persis seperti yang ku lakukan.

"Kira-kira sampai kapan kau akan duduk diam seperti itu? Kau sudah seperti ini selama dua jam," ucapnya.

"..."

"Aku mengerti, kau sedang berusaha untuk menghilangkan kesedihanmu. Tapi... diam seperti itu adalah hal yang harus kau lakukan? Apakah kau tidak ingin meluapkan perasaanmu? Apakah... kau tidak ingin membalas perbuatan mereka?"

"Memangnya apa yang kau tahu!?" tanyaku balik yang mulai kesal dengan berdiri, " aku memang ingin melakukannya, tapi... "

"Hal itu bukanlah tindakan yang benar," lanjutnya, "tapi apa kau yakin? Yang kau cari ada didalam Camelot itu sendiri. Gerbang yang akan membawamu pergi dari sini, apa kau sudah menyerah untuk mencapainya?"

"Aku..."

"Jika kau ingin menghargai perempuan itu, maka jangan berhenti sampai disini. Dia ingin agar kau berhasil bukan?

"..."

"Aku akan membantumu, dengan satu syarat... kau juga harus membantuku," ucapnya lagi.

"Memangnya apa yang kau mau?"

"Kau sudah tahu kebenaran tentang Camelot yang sekarang, aku ingin kau meruntuhkannya. Apa kau setuju? Ini adalah sebuah perjanjian."

Aku mengangguk, tanda setuju.

"Kalau begitu..." ucapnya dengan mengenggam tangan kiriku.

Dari dadanya muncul garis-garis berwarna emas bercahaya. Garis-garis itu menjalar sampai keseluruh bagian tubuhnya. Setelahnya garis-garis itu bergerak dan berpindah berkumpul ditangan kiriku. Dan secara bersamaan dengan itu garis-garis ditubuh perempuan didepanku menghilang.

"Apa ini?"

"Bantuan terbesar yang bisa kuberikan," ucapnya dengan berjalan dipermukaan air ketengah danau, "Ingatlah satu hal, kau harus serius ingin mengalahkan kejahatan. Dengan begitu kau akan bisa menggunakan kekuatannya dan dia akan membantumu. Kalau begitu selamat tinggal, semoga berhasil. Ricane."

Setelah mengucapkannya dia hanya tersenyum. Setelah aku mengedipkan mata, dia sudah menghilang. Dengan begitu bisa dipastikan bahwa dia bukanlah manusia.

Aku berjalan pulang sendirian di senja yang berwarna kemerahan. Sesampainya di kota lentera yang tergantung disetiap bangunan sudah hampir semuanya dinyalakan.

"Ri-kun!" panggil Ryuuka ketika melihatku kembali, "kau pergi kemana saja? Jangan membuatku cemas."

"Maaf."

"Ricane, kemarilah!" ajak Varen.

Varen mengajakku kembali keruangan dimana Jeanne berada. Jeanne masih terbaring disini. Hanya saja sekarang, Jeanne memakai pakaian yang semuanya berwarna putih.

"Saat kau pergi, kami sudah selesai merawatnya. Pemakamannya, dikuburkan atau dikremasi adalah keputusanmu," ujar Varen.

Tentu saja aku memilih untuk menguburkan Jeanne. Aku ingin memberikan penghormatan yang layak untuknya.

~~~

Setelah menyelesaikan upacara pemakaman, aku hanya duduk didepan ruangan yang awalnya disiapkan untukku, Varen, Ryuuka, dan Jeanne, tapi sekarang sudah berbeda. Kini hanya untuk kami bertiga.

BLWK: Rise [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang