"Nixia?"
Setelah beberapa saat penglihatanku kembali normal. Aku melihat Ryuuka, Varen, dan Jeanne yang melihat kearahku. Agak terasa aneh memang, terutama Varen yang terlihat sangat lega melihatku kembali membuka mataku kembali.
"Syukurlah, Ricane!" ucap Varen lalu melompat memelukku.
"Tunggu! Ada apa ini!?"
"Kau sendiri justru tidak merasakannya?" tanya Jeanne balik.
"Apanya?"
"Varen bilang ada sesuatu yang menyerangmu. Jadi kami mencoba untuk membangunkanmu," jelas Ryuuka.
"Ricane, apa yang terjadi? Apapun yang kaulihat sebelumnya!" paksa Varen.
"Sebuah tempat aneh. Gurun dengan pasir hitam pekat yang dipenuhi oleh tulang-tulang, lalu... aku tidak ingat lagi," jawabku.
"Apa maksudnya itu?" tanya Jeanne bingung.
"Entahlah," jawabku sambil turun dari tempat tidur.
"Ri-kun selagi matahari belum terbit, bagaimana jika kita melanjutkan perjalanan?" saran Ryuuka tiba-tiba.
Meskipun begitu saran Ryuuka membuat kami sedikit melupakan apa yang baru saja terjadi.
Setelah mamakai semua perlengkapan, aku, Ryuuka, dan, Jeanne serta Varen keluar dari kamar dan berjalan menyusuri koridor yang ada diistana ini dengan Varen yang didepan. Tentu karena Varen-lah yang bisa mengetahui dimana jalan keluarnya.
"Kalian sudah akan pergi sepagi ini?" ucap seseorang.
Tentu saja hal itu mengejutkan dan membuat kami berhenti seketika. Juga, ternyata yang Makeda juga yang membuat kami berhenti.
"Benar. Anda sendiri?" tanyaku balik.
"Aku baru saja selesai berdoa. Memangnya kenapa kalian terburu-buru?"
"Itu karena kami lebih suka dengan udara sejuk seperti ini."
"Hmmm... aku mengerti, kalau begitu selamat jalan."
"Terimakasih banyak."
Ketika aku sudah berada diluar tembok benteng yang melindungi Sheba, aku berhenti sejenak dan melihat kearah langit malam. Yang terlihat adalah langit cerah yang dipenuhi oleh milyaran bintang sampai terlihat seperti butiran-butiran pasir.
"Ri-kun, ada apa?" tanya Ryuuka yang membangunkanku dari lamunanku.
"Tidak ada apa-apa. Aku hanya... sudahlah."
"Hei Ricane, menurutmu kemana kita harus pergi? Kita tidak mungkin ke Asyur, jadi tinggal Samarkand dan Uruk," tanya Jeanne sambil mengamati peta.
"Kita pikirkan hal itu nanti. Malam akan segera berakhir, kita harus cepat mencari tempat berlindung."
"Ri-kun itu!" ucap Ryuuka sambil menarik tanganku.
Ryuuka menunjuk ke suatu arah, tapi aku kesulitan untuk melihat apa yang Ryuuka maksud. Untunglah awan yang menutupi bulan segera pergi sehingga bulan bisa kembali bersinar.
"Oasis kah?" ucapku saat melihat sekumpulan pohon ditengah gurun, "baiklah, kita bisa beristirahat disana sampai sore hari."
Benar saja setelah dua jam berlalu matahari mulai kembali menunjukkan dirinya dari ufuk timur. Membuat hamparan pasir yang dingin menjadi membara kembali. Untungnya Ryuuka melihat tempat ini sehingga kami bisa berteduh dibawah pohon dengan telaga yang berisi air jernih di depannya.
Waktu terus berlanjut, matahari semakin meninggi dan membuat tempat ini semakin panas. Bahkan kupikir air ditelaga didepan kami juga ikut mendidih.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLWK: Rise [End]
Fantasia#Cerita kedua dari Blue Luminescent White Knight. Kematian, banyak yang yang berkata kematian bukanlah akhir kehidupan, melainkan sebuah awal untuk memulai kehidupan yang baru. Didunia yang baru dengan takdir yang baru. Dan ya, aku sepertinya harus...