"Ri-kun, yakin tanganmu sudah sembuh? Mungkin sebaiknya kita tinggal dikota lebih lama," ucap Ryuuka khawatir.
"Aku sudah bilang kalau tanganku sudah sembuhkan? Kau tidak perlu khawatir!"
Setelah keluar dari kota, aku, Ryuuka, Varen, serta Jeanne berjalan menelusuri sungai yang membelah hutan ini. Sepanjang perjalanan tidak ada masalah yang berarti, terkadang hanya terpeleset bebatuan yang ditumbuhi oleh lumut.
Tapi setelah berjalan seharian kami masih belum mencapai hulu sungai, hanya gunung yang ada didepan kami terlihat lebih jelas sekarang.
"Bagaimana kalau kita lanjutkan saja besok?" tawarku pada yang lain.
"Setuju. Aku juga sudah lelah," jawab Jeanne.
"Aku akan mengikuti apa yang Ri-kun putuskan," jawab Ryuuka.
"Aku ingin tidur," ucap Varen sebelum masuk kedalam tubuhku.
Langit perlahan menggelap, cahaya matahari meredup dan menghilang. Para makhluk malam mulai beraktifitas.
Setelah menyalakan api unggun, aku kemudian membaringkan tubuhku dialas yang berupa rerumputan sambil melihat langit dan bulan yang jauh lebih besar dari yang biasa kulihat di bumi dulu.
Aku terbangun ketika ada yang berdiri di batu yang ada didepanku. Seluruh tubuhnya berwarna bulu putih dari wajah sayap hingga ekornya dengan mata bulat yang menatapku dengan tenang.
"Apa yang kau lihat?" tanyaku padanya.
Dia tidak menjawabnya dan justru mengepakkan sayapnya dan terbang masuk kedalam hutan.
Esok paginya kami melanjutkan perjalanan hingga sampai di kaki gunung. Setelah mencari-cari rute untuk mendaki, yang kami temukan hanya satu rute dengan jalan sempit dan terjal dengan jurang yang cukup dalam dibawahnya.
"Apa kita tidak terbang saja?" tanya Jeanne.
"Kurasa tidak. Lihat itu!" ucapku sambil menunjuk beberapa makhluk aneh yang beterbangan, "jika yang dikatakan oleh Karna benar, maka gerbang selanjutnya adalah di gunung ini, jadi kita tidak bisa membuang-buang tenaga hanya untuk mengurus para pengganggu."
"Ri-kun! Kemarilah!" panggil Ryuuka.
Saat kami sampai ditempat Ryuuka, aku melihat pintu gua yang sebelumnya tertutup sulur dan akar pohon yang kini sudah dipotong-potong oleh Ryuuka.
"Kerja bagus Ryuuka," pujiku.
"Terimakasih Ri-kun."
"Ayo!" ajakku.
"Tunggu! Apa kita tidak memerlukan penerangan? Bukankah sangat gelap didalam?" tanya Jeanne, "Eh!?"
Aku menggandeng tangan Jeanne dan masuk kedalam gua. Dan Jeanne cukup heran karena kami belum menabrak atau tersandung sesuatu.
"Apa kau dan Ryuuka bisa melihat didalam gelap?" tanya Jeanne.
"Sebut saja begitu."
"Emmhh... aku ingin seperti kalian," ucap Jeanne, 'tapi saling berpegangan tangan ditempat gelap seperti ini... dan kenapa ada rasa aneh ditanganku?' batinnya.
Kami terus berjalan, hingga akhirnya kami melihat sumber cahaya yang menandakan bahwa kami telah sampai di pintu keluar.
Setelah keluar, kami disambut oleh pemandangan sebuah istana yang diukir pada tebing batu seperti yang ada di Petra. Namun hanya ada satu dan terdapat empat pintu keluar dengan tangga pada tiap-tiap pintunya. Dan anehnya ornamen-ornamen yang terukir pada dindingnya terlihat seperti yang ada pada kain batik. Seperti gambar burung dan mendung.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLWK: Rise [End]
Fantasy#Cerita kedua dari Blue Luminescent White Knight. Kematian, banyak yang yang berkata kematian bukanlah akhir kehidupan, melainkan sebuah awal untuk memulai kehidupan yang baru. Didunia yang baru dengan takdir yang baru. Dan ya, aku sepertinya harus...