Malam ini terjadi badai pasir yang cukup besar. Hal itu tentu menghentikan langkah kami. Untuk saat ini aku, Varen, Ryuuka, dan Jeanne bersembunyi didalam sebuah gua entah sampai berapa lama.
Mereka tertidur sedangkan aku terjaga meskipun aku juga berbaring. Bukannya aku tidak lelah, tapi setiap aku tidur mimpi buruk itu terus datang membuatku tidak bisa tenang.
"Ri-kun..." pangil Ryuuka.
"Ada apa?" tanyaku.
"Enghhh..."
Ryuuka lalu merapatkan tubuhnya padaku lalu tertidur lagi. Dia bisa tidur dengan lelap seperti tidak memiliki beban apapun. Sedangkan Jeanne, dia selalu tidur memunggungiku. Entah kenapa.
Ketika aku bangun suara tiupan angin telah berhenti. Gurun telah tenang kembali. Aku keluar dari gua dan naik ke atas bukit batu karang. Dari atas sini aku bisa memandang langit dengan jelas.
Tidak ada lampu kota atau pencahayaan lainnya membuat bintang-bintang disana tampak lebih terang. Membuat mereka tampak lebih indah.
Keesokan paginya kami kembali melanjutkan perjalanan. Kami berangkat pagi buta berharap agar bisa sampai ke gurun hitam sebelum matahari muncul.
"Ri-kun sebenarnya apa yang kau baca? Dari kemarin kau terus-menerus memperhatikan benda itu," heran Ryuuka.
"Lalu sekarang kita menuju gurun hitam itu, padahal kuncinya belum sempurna. Sebenarnya apa rencanamu?" tanya Jeanne.
"Aku memiliki sebuah hipotesis mengenai keberadaan ketiga potong kunci yang lain. Jika tidak pernah ada orang yang melihatnya atau memilikinya, alasannya adalah mereka tidak ada dimanapun kecuali satu tempat yang tidak pernah dijamah oleh orang-orang."
"Tunggu itu cuma sekedar pemikiranmu kan? Tidak ada bukti bahwa ketiga potongan itu ada disana," ucap Jeanne.
"Memang benar yang kau katakan. Tapi apa kau punya saran dimana kita harus mencari?" tanyaku balik.
Memang benar, tidak ada jaminan. Mempertaruhkan nyawa sekedar untuk mencari kebenaran. Tapi sudah tidak ada pilihan lain. Memasuki gurun itu lebih dalam adalah pilihan satu-satunya.
Setelah beberapa waktu kami telah sampai di gerbang batu karang yang memisahkan gurun biasa dengan gurun berpasir hitam.
Aku mengambil senapan sedangkan Jeanne memilih bowgun sebagai senjatanya kali ini. Untuk Ryuuka? Seluruh tubuhnya adalah senjata dan perisai disaat yang sama jadi dia tidak butuh satu pun. Untuk perbekalan makanan, semuanya ada di ruang penyimpanan milik Varen.
Aku mulai melangkah masuk diikuti oleh Jeanne dan Ryuuka. Perasaan yang campur aduk mulai terasa pada langkah pertama. Sejujurnya aku merasa takut tapi mau bagaimana lagi?
Saat mendengar suara gemerisik aku langsung mencari sumber suara itu dan bersiap untuk menembak. Tapi ternyata itu hanyalah suara ular yang bergerak diatas pasir.
Setelah berjalan beberapa saat aku kembali berhenti.
"Ada apa Ri-kun?"
"Aku merasa kalau kita sedang diawasi."
"Benarkah?" tanya Jeanne.
"Belum ada ancaman untuk saat ini. Ayo, kita tidak boleh diam di satu tempat terlalu lama."
Ada sesuatu yang aneh dengan tempat ini. Sewaktu kami hanya sekedar menyeberang langsung datang musuh yang menyerang, sedangkan saat ini kami memasuki gurun ini. Tapi justru belum ada musuh yang menyerang.
Sebelumnya aku juga merasakan ada yang sedang memperhatikan pergerakan kami. Tapi hawa keberadaannya terlalu tipis.
"Ri-kun itu," tunjuk Ryuuka.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLWK: Rise [End]
Fantasy#Cerita kedua dari Blue Luminescent White Knight. Kematian, banyak yang yang berkata kematian bukanlah akhir kehidupan, melainkan sebuah awal untuk memulai kehidupan yang baru. Didunia yang baru dengan takdir yang baru. Dan ya, aku sepertinya harus...