"Lihat? Kalian tinggal lurus kesana."
"Terimakasih," ucapku sambil memberikan bayaran dan sebuah apel berwarna merah.
Setelahnya Mpu Gandring berbalik arah untuk kembali ke rumahnya, sedangkan untukku, Ryuuka, dan Jeanne melanjutkan perjalanan menuju kekota.
"Wow," ucapku setengah kagum begitu memasuki kota.
Kulihat disekeliling kota banyak orang-orang dengan tampilan sebelum abad ke sembilan belas. Ada beberapa orang yang berpakaian adat Jawa seperti menggunakan blangkon dan baju batik untuk laki-laki dan kebaya untuk perempuan. Disisi lain ada juga orang-orang eropa yang terlihat seperti pada masa penjelajahan samudera di abad keenam belas. Bahkan kami berpapasan dengan meneer Belanda yang dikawal oleh prajurit yang senjatanya masih berupa bayonet.
Dari segi bangunan, ada beberapa yang seperti rumah-rumah Jawa namun ada juga bangunan bergaya eropa di beberapa tempat.
"Mungkin seperti ini masa penjajahan dulu," gumamku sambil melihat sekeliling.
"Ri-kun apa yang akan kita lakukan sekarang?" tanya Ryuuka.
"Seperti biasa kita akan mencari tempat untuk makan dan istirahat."
"Bagaimana kalau disana? Sepertinya tempatnya cukup bagus," saran Jeanne.
"Le Guinere, taverne et logement. Apa artinya?"
"Guinere itu adalah nama pemiliknya dan seterusnya kukira kau pasti sudah tahu," jelas Jeanne.
"Sudahlah, ayo," ajakku untuk masuk.
Lonceng kecil berbunyi ketika aku membuka pintu. Membuat seorang seorang pelayan laki-laki yang semula duduk dengan santai langsung berdiri untuk menyambut kami.
"bonne nuit. Puis-je commander du pain grillé et du jus de raisin?" ucap Jeanne dalam bahasa Perancis yang tidak kumengerti, kurasa.
Aku yang keturunan Jerman saja tidak paham dengan bahasa Jerman.
"bien sûr, qu'en est-il d'eux?"
"Kalian mau pesan apa?" tanya Jeanne pada kami.
"Kau tadi pesan apa? Aku tidak mengerti bahasa yang kau pakai," tanyaku balik.
"Roti panggang dan sari buah anggur," jawab Jeanne.
"Permisi, apa kau bisa memakai bahasa yang kupakai?" tanyaku pada si pelayan.
"Tentu saja," jawabnya.
"Kalau begitu, kami pesan yang dia pesan."
"Baiklah. Tolong tunggu sejenak."
"Ryuuka, kau tidak keberatan kan?" tanyaku.
"Tentu aku tidak keberatan. Aku akan selalu menuruti apapun, asalkan itu dari Ri-kun," jawab Ryuuka.
"Kurasa, tidak perlu menjawabnya seperti itu."
Bukan berarti aku menolaknya. Hanya saja kata-katanya mengundang reaksi aneh dari orang-orang disekitar kami.
~~~
Setelah selesai makan malam, aku, Ryuuka, dan juga Jeanne naik ke lantai atas untuk menuju ke kamar kami. Untungnya Jeanne percaya bahwa aku orang baik-baik jadi ia tidak ragu untuk sekamar denganku.
"Pemilik tempat ini punya selera yang cukup bagus," puji Ryuuka.
"Ryuuka bagaimana kalau kita berendam dulu?" tawar Jeanne.
"Tentu."
"Aku juga ikut!" teriak Varen yang tiba-tiba melompat keluar dari tubuhku.
"Hei kalian semua mau meninggalkanku?" tanyaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLWK: Rise [End]
Fantasy#Cerita kedua dari Blue Luminescent White Knight. Kematian, banyak yang yang berkata kematian bukanlah akhir kehidupan, melainkan sebuah awal untuk memulai kehidupan yang baru. Didunia yang baru dengan takdir yang baru. Dan ya, aku sepertinya harus...